Petani, Pembuat Silase Sorgum Optimis dengan Serapan Pasar


Petani, Pembuat Silase Sorgum Optimis dengan Serapan Pasar

dilaporkan: Setiawan Liu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bangka, 12 Oktober 2020/Indonesia Media – Petani mandiri di pulau Bangka berjuang membudidayakan sorgum all out kendatipun harapan masih berbenturan dengan penetapan harga jual, investasi dan lain sebagainya. Ketika Indonesia Cerdas Desa (ICD) Forum berdiri di Bangka, ada harapan bahwa hasil panen akan dibeli dengan harga layak. “Kami tanam sambil berharap harganya masuk. Kami optimis, pelan-pelan mengatasi kendala pada harga. Minimal, hasil tanaman untuk konsumsi sendiri, bahan baku untuk gula, makanan pokok dan lain sebagainya,” koordinator Petani Sorgum Mandiri di Bangka, Jones mengatakan kepada Redaksi.

Tiga kabupaten yakni Bangka induk, Bangka Tengah, Bangka selatan yang direncanakan untuk pengembangan sorgum. Kalau harapan semakin nyata, tidak tertutup kemungkinan, lahan tanam akan dibuka sampai 2000 (dua ribu) hektar. Kondisi sekarang, petani baru berhasil membuka lahan seluas 10 hektar. Perusahaan, yakni PT Langgeng Duta Bersama di Bangka sudah membeli sorgum petani. Tetapi harga pasaran masih pada kisaran Rp 2.500 – 4.000 per kilogram biji kering. “Kami sempat temu dengan direktur PT Langgeng, dan ada kemauan meningkatan kesejahteraan petani. Harga stabil, tapi kendala dengan pangsa pasar, daya serap pasar di luar (Bangka Belitung). PT Langgeng punya kuota per tahun,” kata Jones.

Sementara itu, pembuat silase dari sorgum, Kusmunandar optimis kalau industri pakan ternak terus berkembang. Kendala masih bisa diatasi, terutama keterbatasan bahan baku. Sementara ini, pasokan untuk pasar dalam negeri baru terpenuhi kurang dari satu persen. Pemesanan untuk memenuhi kebutuhan para peternak di Lembang Bandung mencapai 400 – 500 ton per hari. Angka tersebut tidak berbeda jauh dengan pesanan Himpunan Peternak DKI Jakarta atau HPDKI yang beranggotakan 200 kelompok. “Di Lembang, (kebutuhan silase) untuk sapi perah antara 20 – 30 kilogram per hari. kebutuhan tergantung bobot sapi. Kalau kambing, (kebutuhan) 2 – 3 kilogram per ekor. Kambing kan kecil dibanding sapi,” praktisi pembuat silase, Indonesia Cerdas Desa (ICD) Kusmunandar mengatakan kepada Redaksi.

 

Perusahaannya sempat kewalahan memenuhi permintaan peternak di Banten (Cilegon, Serang, Ciputat/Tangerang Selatan) yang semuanya anggota HP DKI. Selain HPDKI, koperasi peternakan Bandung Selatan (KPBS) beranggotakan juga masih sangat membutuhkan silase. “Kalau kolaborasi ICD dengan investor terealisasi, lahan usaha (pembuatan silase) di Lampung Timur seluas 45 hektar bisa membantu (pemenuhan kebutuhan). Tetapi permasalahnya, infrastruktur belum tersedia terutama mesin chopper, hand sprayer, plastic untuk packaging, vacuum sealer untuk buang udara dalam plastic, molase tetes tebu, bahan sorgum, terpal,” tegas Kusmunandar.

 

Pembuatan silase yakni dengan proses fermentasi, rumput-rumputan atau hijauan lainnya. Pakan ternak tersebut mengandung nutrisi tinggi dan tahan lama sehingga bisa menjadi alternatif pakan saat musim paceklik. Peternakan hewan jenis ruminansia atau hewan pemamah biak di Indonesia kerap dihadapkan pada sejumlah problematika. Persoalan tersebut salah satunya terkait dengan kondisi Iklim Indonesia yang notabene termasuk negara tropis. Hal yang cukup krusial yang kerap menjadi problem bagi para peternak adalah ketersediaan pakan berupa hijauan makanan ternak (HMT) yang tidak selalu kontinu. “Populasi sapi perah banyak, dan kerjasama kami dengan pengelola RPH (rumah potong hewan) yang juga memberi makan sapi. Sebelum dipotong, (budidaya sapi) dengan silase. RPH punya (peternak) binaan untuk sapi perah. Dengan silase, ada kenaikan produksi susu antara 1-2 liter per hari. Kalau sebelumnya 15 liter, (dengan silase) menjadi 17 – 18 liter per hari,” kata Kusmunandar.

 

 

 

Portofolio produksi yang sudah berjalan, yakni penanaman sorgum 1000 (seribu) hektar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kegiatan penanaman parallel dengan program Kementerian BUMN masa Dahlan Iskan (Menteri BUMN; 2011 – 2014). Kegiatan penanaman tersebut di empat kabupaten, yakni Belu, Malaka, Timor Tengah Utara dan Kupang. Penanaman thn 2013 – 2014 sebagai program ketahanan pangan masyarakat di perbatasan, (sorgum) dijadikan beras, bioethanol untuk kompor, pakan (umumnya sapi). “Penugasan saya dan salah satu produsen bahan pangan selesai, program tidak dilanjutkan masyarakat, pemerintah daerah. Kami sempat membentuk koperasi produsen sorgum, nira. Biaya dari Kementerian BUMN, sekitar 10 milyar terutama (investasi) mesin untuk beras, mesin tepung sampai bioethanol,” kata Kusmunandar. (sl/IM)

Attachments area
Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *