Transaksi Jual Beli Koleksi Patung SR Masih Berlangsung
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 31 Oktober 2023/Indonesia Media – Pembeli koleksi berbagai patung padepokan Sapta Ronggo (SR) di Jl. Petojo VIY III (belakang Roxy Mas Jakarta Pusat) mengaku tidak tahu-menahu soal kondisi kesehatan ahli waris, Popo Siswanto terkait dengan ‘transaksi’ jual beli (koleksi). Ia juga tidak mau menjawab ada atau tidaknya transaksi jual beli koleksi SR yang dulunya selama tiga dekade (1970 – 1990) termasyhur di kalangan pejabat negara. “Saya tidak tahu secara jelas mengenai perjalanan (hidup) Popo (Siswanto). Apakah dia menjaga asset Wihara Sapta Ronggo. Saya juga tidak mau menjawab pertanyaan (mengenai ada/tidaknya transaksi jual beli koleksi patung),” kata Guna Badra, yang konon membeli koleksi patung-patung dari Popo.
Ia juga tidak yakin kalau proses pengalihan penguasaan atas asset SR termasuk bangunan ruko tiga lantai di depannya. Kondisi gedung SR masih sangat bagus, bahkan sempat direnovasi dengan bantuan umat Buddha, pengusaha property Simon Sutjipto. Ketika pendiri SR, alm. Yu Sheng-zhong meninggal sekitar tahun 1996, anak-anak angkatnya sempat kebingungan. Situasinya, beberapa anak angkat tidak tahu bagaimana bisa membagi rata warisan almarhum. Tercatat, selain gedung SR, ada empat asset ruko di sekitar lokasi. “Saya nggak beli (koleksi patung SR). (suasana di SR) biasa saja, tidak ada urusan dengan aku. Patung kan juga banyak di dalam, ke siapa-siapa (dijual), saya tidak tahu. Saya tidak berkompeten menjawab. Tanya kepada yang bersangkutan, apakah (dugaan transaksi patung) akhirnya karena ada masalah Ali Wijaya (penghuni SR) dengan Popo, saya tidak tahu,” kata alumni ISI (Institut Seni Indonesia) Denpasar, program pascasarjana ISI Yogyakarta.
Di tempat berbeda penghuni SR, Ali Wijaya meyakini patung-patung Tridharma, sudah disepakati (jual beli) antara Guna Badra dengan Popo Siswanto. “Tanggal 12 November mendatang, (Guna Badra) akan segera menjemput koleksi patung Tri Dharma, setelah transfer sekian juta kepada Popo,” kata Ali
Bahkan ia yakin, kalau beberapa pengurus SR sudah tidak bersimpati kepada Popo. Karena selama ini, gaji dan biaya operasional yang merupakan kewajibannya, diabaikan Popo. Tapi disisi lain, ia juga yang mengatur dana/uang sumbangan simpatisan SR. “(Sapta Ronggo) bukan milik dia. Dia ahli waris, tapi kalau mengaku sebagai ketua yayasan, bisa saja dipecat. Karena tradisi leluhur, termasuk ajaran agama yang saya anut, (setiap orang) harus punya tanggung jawab, sadar akan hak dan kewajibannya,” kata Ali.
Sementara itu, pengurus lain Hendra menegaskan bahwa asset bangunan ruko tiga lantai dikontrak, dibayar per tahun. Kontak antara Popo dengan pengusaha handphone di Roxy Mas, baru saja diperpanjang sampai tahun 2026. “Rp 65 juta/tahun (nilai kontrak), digunakan untuk gudang berbagai aksesoris handphone,” kata Hendra.
Anak-anak angkat almarhum sadar, seketika gurunya meninggal, terpikir untuk bisa mendapat warisan. Anak angkat pertama, Ahud meninggal, dan Popo langsung ‘masuk’ ke SR. Dia jual asset rumah nomor 38 dulu, yang sekarang berubah menjadi rumah biasa. Dulunya bangunan nomor 38 untuk support kegiatan persembahyangan di SR. “Ada juga (asset ruko) nomor 70. Hasil penjualan masuk kantong Wiwi (istri Ahud) dan Popo. Dua, tiga aset bangunan habis terjual. Seiring waktu berlalu, ia (Popo) masih belum puas, ia mau jual hiolo, patung dan berbagai koleksi lainnya. Menurut pengakuannya, dia butuh uang untuk berobat (jantung),” kata Hendra.(sl/IM)
Kakek saya dulu penterjemah di vihara Sapta Ronggo di ruang eyang joego gunung Kawi.. kok bisa ya Popo Siswanto jual aset vihara. Sedangkan dia hanya seorang anak asuh yg pernah nenek saya asuh saat dia masih anak anak.. sungguh ironis seorang dokter yg sudah berhasil dan mapan kehidupannya menjadi serakah dan lupa pada sejarah hidupnya.
anggota Babinsa dan ketua RW (Jl. Petojo VIJ) jaga antisipasi kl terjadi keributan antara Popo dan pengurus lama Sapta Ronggo (SR) tgl 7 Maret 2024. Ali WIjaya merasa perlu antisipasi, utk mencegah kl terjadi keributan antara dia dan mereka (Popo, makelar). krn Popo mau usir, bahkan sudah usir, Ali dan beberapa pengurus lain (Awang, Udin, Hendra, Ahmad) bersikeras, tidak mau ada orang luar yang minta Popo usir, Reza dulunya beli patung. ” ….saya lawan, anak-anak (pengurus lain) dengar. dia perintah anak buah, tapi tidak mempan, mereka (Udin, Awang, Ahmad, Endra), semua sudah kompak utk suruh lawan…..” kata Ali. harganya, Rp 135 yang dijanjikan kpd Popo oleh Reza dan oknum. uang Rp 135 juta dianggap sbg penggantian pengurus baru. tapi nggak ada hubungan dgn pinjol yang menjerat Popo. Popo disuruh pengurus, imbalan Rp 135 juta. pengurus baru, Popo baru dibayar 100 juta (per tgl 7 Maret), Senin lalu (4/3). segera mau dilunasi (tgl 7/3), mereka usir, Ali tidak mau keluar. pa RW, Babinsa netral, Ali minta agar mereka jadi saksi kl terjadi keributan. Popo