nd-to-end solutions lawan praktik diskriminasi perdagangan hortikultura Indonesia


End-to-end solutions lawan praktik diskriminasi perdagangan hortikultura Indonesia

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 14 Juli 2021/Indonesia Media – Produsen makanan dan komoditas perkebunan swasta nasional Indonesia GGF berharap kebijakan pemerintah dibarengi dengan end-to-end solutions mencakup berbagai aspek terutama menyangkut pengenaan tariff bea masuk yang dikenakan negara tujuan ekspor termasuk Eropah. “Produk kami di dunia internasional didiskriminasi. (buah) nanas kami kena tariff bea masuk 16 persen. Produk Filipina diekspor ke Eropah, (tariff) nol persen,” kata Direktur PT Great Giant Foods (GGF) Welly Soegiono pada Webinar Suara Agrina.

Selain nanas, pisang asal Indonesia kena tariff sampai 30 persen. Sementara pisang dari Vietnam hanya 15 persen. Sehingga beberapa produk hortikultura (horti) Indonesia masuk pasar Jepang dengan harga yang lebih mahal dibanding Filipina. “Sehingga (kebijakan pemerintah) harus ada satu kesatuan (dengan stakeholders, produsen swasta nasional) untuk merumuskan kesepakatan sehingga hortikultura kita berdaya saing, peningkatan nilai ekspor Indonesia,” kata Welly dengan materi Horticulture Business, Key to Penetrate Premium Market pada Webinar Agrina.

GGF menghadirkan produk makanan dan komoditas perkebunannya secara efisien kepada para pelanggan di seluruh dunia. Afiliasi dan mitra tersebar di Asia, Eropah dan Amerika. Perusahaan juga memperoleh produk-produk makanan kemasan yang berkualitas tinggi dari seluruh dunia. Perusahaan ini melayani konsumen retail, food service, dan industri di Amerika Serikat dan memiliki banyak gudang di berbagai wilayah Amerika Serikat. “Bahkan pisang kami sudah masuk pasar Jepang, Korea, Middle East. Kami supplier nanas terbesar di dunia, tapi pemerintah Indonesia melihat usaha (perkebunan) hortikultura (diarahkan) mau kemana?. Perlu meeting khusus sampai ada policy paper sebagai masukan kepada pemerintah,” tegas Welly.

Program ketahanan pangan hanya pada tanaman pangan, khususnya padi, jagung dan kedelai. Ketiganya memang penting, tapi hortikultura juga tetap memiliki nilai yang sama, bahkan lebih tinggi. GGF sudah berhasil ekspor dengan mematuhi peraturan sertifikasi dan audit. “(ekspor) harus ada 20 sertifikasi. Di pasar dunia, tarif yang dikenakan kepada produk kami dengan diskriminasi. Sehingga kami sebagai pelaku usaha berharap diikut-sertakan (pemerintah) pada setiap perundingan. Kami didiskriminasi, (potential loss) sampai 16 persen. Tapi kami masih menguasai market share sampai 32 persen,” kata Welly.

Malaysia sudah punya izin untuk memasarkan nanas segar ke Tiongkok. Sehingga beberapa waktu yang lalu ada tim misi dagang Malaysia mengajukan pembelian nanas GGF. Tapi perusahaan memutuskan untuk tidak menerima pengajuan dengan alasan stok tidak mencukupi. Sehingga, nanas GGF di pasar Tiongkok dipalsukan. “Kami tidak pernah ekspor nanas ke Tiongkok. Kebijakan kami, tidak semata-mata mau ekspor ke Tiongkok, seperti membabi-buta (ekspor) lewat Singapura dan Malaysia. Kalau mau ekspor ke Tiongkok, harus melalui pelabuhan Indonesia,” tegas Welly. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *