Industri EV Indonesia Batasi Impor dengan TKDN


Industri EV Indonesia Batasi Impor dengan TKDN

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 4 September 2023/Indonesia Media – Komunitas Sepeda/Motor Listrik Indonesia atau KOSMIK tidak yakin industry EV (electric vehicle) atau kendaraan listrik dalam negeri Indonesia dibanjiri impor asal China, mengingat ada ketentuan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) sector industry sampai 40 persen. “Tidak serta merta, semua industry dalam negeri impor dari China,” Hendro Sutono dari KOSMIK mengatakan kepada Redaksi.

 

Proses impor barang berupa kendaraan tetap mengikuti perizinan sesuai HS code yang bersangkutan, pengecekan HS Code dan detail perizinan dapat di cek melalui INSW. Setelah proses dipenuhi dan customs clearance/SPPB, maka Form A dapat langsung di cetak melalui modul (sejak thn 2020). Importir tidak perlu lagi mengurus di bea cukai. “Kalau kita impor kendaraan CBU (completely built up), dengan form A, pajak bisa turun sampai 50 persen. Terakhir, dengan skema RCEP atau Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP (perjanjian perdagangan bebas), pajak bisa sampai 0 persen. Tapi pemerintah maunya, local content 40 persen. Bahkan, tahun depan TKDN naik sampai 60 persen,” kata pemilik workshop EV di Jl. Jeruk Purut Jakarta Selatan.

Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP (perjanjian perdagangan bebas) beranggotakan sepuluh negara anggota ASEAN (Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam) dan lima negara mitranya (Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru), mencakup perjanjian terkait kendaraan bermotor listrik, semua jenis (roda 2, roda 4). Di antara kesepakatan, ada upaya penyerapan komponen di dalam negeri, antara lain baterai. “Karena Indonesia memiliki bahan baterai yang khas, nikel. Indonesia dapat memproduksi baterai untuk kendaraan listrik tahun mendatang. Sehingga baterai EV harus dari dalam negeri Indonesia, bisa berkontribusi terhadap stabilitas ekosistem EV,” kata Hendro.

 

Di tempat berbeda perusahaan e-bike, PT Tomara Charles Chai melihat kendala utama EV yakni perjalanan jarak jauh dengan kapasitas baterai dan charging station (SPKLU atau Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Saat ini, baterai dengan lead acid atau aki kering, chargingnya tidak bisa cepat. Lead acid yang digunakan untuk 12 ampere. Kalau pengendara menggunakan charging, charger maksimal 2 ampere. kalau lebih, baterai bisa cepat rusak. Otomatis, penggunaan dengan kapasitas yang semakin besar. contoh empat unit aki, yang umum digunakan di jalanan, untuk charge butuh waktu 7 – 8 jam. “ini kan tidak mungkin. kalau tiba-tiba di tengah perjalanan habis, kita tunggu berjam-jam di satu tempat, ini kan sangat tidak nyaman, buang waktu percuma,” Charles Chai mengatakan kepada Redaksi beberapa waktu yang lalu.

 

Kalau dengan baterai lithium ion, charging 0-100 persen. Proses charging butuh waktu 3-4 jam, dan pengguna EV bisa memperbesar untuk charge. Perbesaran untuk lithium, menjadi 3 ampere, itu masih  aman. Kalau lead acid, tidak bisa. Harganya selisih antara lead dengan lithium ion bisa dua kali lipat. “Yang paling makes sense, yakni pertukaran aki. Aki dengan sistem, waktu kita tukar, akinya harus dengan wadah. perusahaan yang mengelola, untuk sewa baterai. Jadi baterai, milik satu instansi, orang sudah terdaftar, bisa bikin jadi jadi station,” kata Charles Chai. (sl/IM)

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *