Chandra Naya Dulu & Sekarang, modifikasi dan cerita sejarahnya


Chandra Naya Dulu & Sekarang, modifikasi dan cerita sejarahnya

Dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 13 April 2022/Indonesia Media – Djaelani atau Ng Hok Nyan (52) browsing koleksi foto di beberapa akun facebook Group Alumni sambil flashback masa kanak-kanak sampai remaja bersekolah di Chandra Naya (CN), bangunan cagar budaya berdekatan dengan pecinan Glodok. Ia mengaku, sejak duduk di Taman Kanak-kanak (TK) sampai lulus SMA (sekolah menengah atas), tinggal pas di belakang komplek CN yang sekarang bermodifikasi dengan bangunan masing hunian vertikal (apartemen) 37 lantai dengan 432 unit apartemen dan dua unit Penthouse, Green Central City (GCC). “Sejak kecil saya tinggal di Petak Mayor (belakang CN) sampai tahun 1996. Rumah yang saya tempati sekarang sudah beralih fungsi menjadi warteg. Sebagian juga sudah menjadi lapangan, tempat anak-anak bermain dan aktivitas social seperti vaksin,” cerita Djaelani.

CN merupakan bekas kediaman keluarga Khouw van Tamboen, terutama Majoor der Chinezen Khouw Kim An, kepala bangsa Tionghoa di Batavia yang terakhir (1910-1918 dan diangkat kembali 1927-1942). Gedung CN sudah berdiri pada abad ke-19 dan merupakan salah satu dari tiga bangunan berarsitektur serupa di Jl. Gajah Mada. Dua bangunan lagi, yakni gedung Tiong Hoa Siang Hwee (SMA Negeri 2) dan ex kedutaan besar Republik Rakyat Tiongkok. “Semasa sekolah, kami hampir tidak pernah membayangkan dua gedung tersebut (SMA Negeri 2 dan kedutaan), kecuali beberapa tempat hiburan seperti Lipstick (tempat bermain sepatu roda), discotheque dan beberapa tempat nongkrong anak-anak muda. Tetapi sampai sekarang, suasana gedung sekolah CN yang sudah menjadi cagar budaya masih tidak terlupakan. Jumlah pengunjung yang mau menikmati wisata sejarah CN juga semakin banyak dari hari ke hari,” kata Djaelani.

Lain lagi cerita Wie Chan (62) yang juga warga Petak Mayor sejak lahir sampai sekarang. Sejarah CN, Petak Mayor dan Glodok adalah satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan terutama dari sisi sejarahnya. Ia masih ingat, ketika baru berumur sekitar satu tahun, terjadi kerusuhan bernuansa rasialis terhadap orang Tionghoa. Pemerintahan Presiden ke 1 Republik Indonesia (18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967) menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 10/1959 atau yang dikenal dengan istilah ‘PP 10’. Isinya berupa larangan bagi warga Tionghoa berdagang di daerah-daerah di bawah tingkat kabupaten. “Saya masih ingat, Papa saya akhirnya naik kapal laut pulang ke Tiongkok. Mama saya diajak (Papa), tapi menolak. Saya masih berumur sekitar satu tahun, ketika terjadi kerusuhan di Petak Sembilan, Glodok. Karena jaraknya dekat dengan Petak Mayor, saya tidak akan lupa,” kata Wie Chan.

Akibat PP 10, terjadi exodus orang Tionghoa. Tapi akhirnya Bung Karno (Presiden Sukarno) mencegah tindakan RPKAD yang sekarang namanya Kopassus, untuk menjaga roda perekonomian Indonesia tetap berjalan. Karena perekonomian saat itu tidak lepas dari peran orang Tionghoa. Setelah itu, keluarganya bisa hidup dengan tenang dan beraktivitas di Petak Mayor sampai tahun 1995/1996. Karena setelah itu, ada perusahaan pengembang (developer) ‘Cendana’ berencana membangun superblock. Sekitar 40 warga Petak Mayor dikumpulkan di aula CN, dijelaskan mengenai status lahan, kepemilikan (hunian Petak Mayor) dan bukti hak penguasaan. “Pertemuan dipimpin oleh seorang colonel pada saat itu. Kami dijelaskan mengenai status lahan, kepemilikan melalui Buku Besar. Bahwa rumah-rumah di Petak Mayor tidak ada suratnya (sertifikat) dan bersedia untuk direlokasi. Tapi proyek superblock baru berjalan sekitar dua tahun sampai 1998, lalu mangkrak. sampai sekitar awal tahun 2010 pembangunan mulai dilakukan kembali oleh pengembang yang lain, yang sekarang menjadi Green Central City,” kata Wie Chan. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *