Cerita Sapta Ronggo, Cendana dengan kegiatan kemanusiaan tahun 1980 an


 Cerita Sapta Ronggo, Cendana dengan kegiatan kemanusiaan tahun 1980 an

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 27 Agustus 2021/Indonesia Media – Kisah perjalanan hidup almarhum Yu Sheng-zhong (1930 – 1992) atau yang akrab disapa Suhu Acong tidak ujuk-ujuk membangun Wihara Sapta Ronggo di Jl. Petojo VIJ III Jakarta Pusat, tetapi sempat mengalami berbagai serpihan perjuangan. Sapta Ronggo dikenal dengan berbagai kegiatan bakti sosial (baksos) sampai terdengar Cendana, nama jalan di Menteng, yang identic dengan alm. Soeharto (presiden ke-2 RI) dan keluarga. “Waktu itu (tahun 1980 an), sumbangan beras kepada Sapta Ronggo sangat banyak. Setiap kali baksos, dua truk berisi sembako (Sembilan bahan pokok) dan sempat dibagikan oleh Cendana. Cerita kegiatan kemanusiaan ini (baksos Sapta Ronggo dan Cendana) tersirat dan tersurat,” kata penghuni Sapta Ronggo, Ali Widjaja.

Petojo VIJ, sebuah jalan kecil yang belum beraspal pada saat Sapta Ronggo mulai dibangun Yu Sheng-zhong. Sekitar tahun 1960, dengan arahan spiritual, beliau mulai bangun sebuah bangunan dengan dinding bilik. Tengah malam, beliau selalu melakukan persembahyangan sampai beberapa jam lamanya. Tempat tersebut tidak terlalu jauh dari perkampungan penduduk, mudah dikunjungi umat. Pada siang hari sampai malam hari, lalu lintas juga tidak berisik. Bahkan, penerangan mengandalkan lampu petromak minyak tanah. Pintu Wihara diapit oleh pohon Bodhi dan pohon beringin. “Pada saat itu, semasa pergolakan politik Gerakan 30 September (Gestapu) pada tahun 1965, beliau sempat ditembak. Tapi tentaranya yang jatuh. (kesaktian Yu Sheng-zhong) terdengar oleh pak Harto yang waktu itu menjabat Pangkostrad. Beliau dilirik setelah santer kabarnya bahwa Suhu Acong sakti karena manifestasi Eyang Djoego Gunung Kawi (yang menjadi tempat ziarah spiritual hingga ke manca negara).  Beliau dilindungi Eyang Djoego. Dari tahun ke tahun, Sapta Ronggo semakin  ramai dikunjungi. Dulu, kalau (pengunjung) bisa bertahan 30 menit saja, hebat. (kondisinya) pada saat itu, (Wihara) penuh asap dari hio persembahyangan,” kata Ali. Para menteri di cabinet Soeharto juga tahu mengenai kesaktian dan sikap welas asih beliau. Konon, Soeharto sempat mengunjungi Sapta Ronggo, tetapi tidak boleh dipublikasi dan tidak terdokumentasi. Kecuali waktu kunjungan beliau ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta Timur.

TMII mulai dibangun pada 1972 dan diresmikan pada 20 April 1975, dan kunjungan beliau disambut oleh Ibu Tien (istri Presiden ke-2 RI, Soeharto). Dari kunjungan tersebut tercetus pembangunan rumah ibadah agama Buddha, yakni Cetiya Arya Dwipa Arama untuk melengkapi empat rumah ibadah lainnya (Masjid, gereja, pura). “(kunjungan Suhu ke TMII) berlanjut sampai pendirian Wihara Arya Dwipa Arama bersanding dengan Masjid, Gereja, Pura. Era tahun 1980 an, Indonesia baru memiliki 27 provinsi. Sehingga jumlah semua anjungan juga 27 buah. Waktu itu, Soedharmono selaku menteri sekretaris negara (1970 – 1988). Kebetulan ibu Tien kan (penganut kepercayaan) Kejawen, sehingga dia tahu mengenai Eyang Djoego. Selain, orang-orang keraton seperti ibu Tien pasti tahu,” kata Ali. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *