Peraturan Menteri dan Kepala Lembaga Harus Persetujuan Presiden


Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga.

Ada tiga pertimbangan yang mendorong lahirnya perpres tersebut.

“Dalam rangka menyelaraskan gerak penyelenggaraan pemerintahan dan menjaga arah kebijakan pembangunan nasional, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang tertinggi harus mengetahui setiap kebijakan yang akan ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga,” demikian disebutkan dalam salinan Perpres 68/2021 sebagaimana termuat dalam laman setkab.go.id yang dilihat di Jakarta, Jumat (27/8/2021).

Pertimbangan kedua adalah “Untuk menghasilkan peraturan menteri/kepala lembaga yang berkualitas, harmonis, tidak sektoral dan tidak menghambat kegiatan masyarakat dan dunia usaha, diperlukan mekanisme pemberian persetujuan presiden terhadap kebijakan yang akan ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga dalam bentuk peraturan menteri/kepala lembaga”.

Alasan ketiga adalah untuk meminimalkan permasalahan dalam pelaksanaan peraturan menteri/kepala lembaga.

Dalam Perpres disebutkan bahwa persetujuan presiden adalah petunjuk atau arahan presiden baik secara lisan atau tertulis maupun pemberian keputusan dalam sidang kabinet/rapat terbatas (pasal 1 ayat 1).

Selanjutnya dalam pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap rancangan peraturan menteri/kepala lembaga yang akan ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga wajib mendapat persetujuan presiden”.

Dalam padal 3 ayat (2) diterangkan sejumlah kriteria peraturan menteri/kepala lembaga yang dapat memperoleh persetujuan presiden yaitu:
a. Berdampak luas bagi kehidupan masyarakat
b. Bersifat strategis yaitu berpengaruh pada program prioritas presiden, target pemerintah yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah, pertahanan dan keamanan serta keuangan negara; dan/atau
c. Lintas sektor atau lintas kementerian/lembaga

Untuk mengajukan peraturan menteri/kepala lembaga, terdapat sejumlah dokumen yang harus disertakan sebagaimana diatur dalam pasal 6 yaitu:
Permohonan harus disertai dengan
a. Naskah penjelasan urgensi dan pokok-pokok pengaturan
b. Surat keterangan telah selesainya pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi dari menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan

Selanjutnya Sekretariat Kabinet menyampaikan rekomendasi permohonan persetujuan kepada Presiden (pasal 7).

Perpres Nomor 68 tahun 2021 itu ditetapkan pada 2 Agustus 2021 dan diundangkan pada 6 Agustus 2021.

Dalam laman setkab.go.id, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan bahwa perpres tersebut bukan untuk memperpanjang birokrasi.

“Sama sekali tidak ada niatan itu. Bahkan, saya secara khusus meminta kepada para deputi substansi yang ada di Sekretariat Kabinet untuk membantu mempercepat kalau ada persoalan-persoalan yang timbul di lapangan,” ujar Pramono.

Pramono mengungkapkan keputusan dalam Sidang Kabinet dan Rapat Terbatas yang tertuang dalam risalah sidang/rapat seharusnya menjadi acuan dalam menyusun permen dan perka. Namun, ia mengakui hal tersebut masih belum diterapkan sepenuhnya.

“Seperti kita ketahui bersama pada periode pertama, seringkali apa yang menjadi arahan, keputusan, kebijakan, putusan dalam Rapat Terbatas, ternyata diterjemahkan berbeda oleh beberapa kementerian dan lembaga. Sehingga, terjadi hal-hal yang kemudian oleh Bapak Presiden dianggap bahwa ini perlu untuk dilakukan penertiban,” ia menambahkan.(SH / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *