Wow, Ada 1414 Orang Hakim Nakal


Ketua Komisi Yudisial (KY) Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrahman Syahuri menyatakan, ada 1414 hakim nakal yang dilaporkan masyarakat ke KY dalam kurun waktu bulan Januari hingga Mei 2011.

“Kami juga kaget. Laporan itu begitu banyak,” katanya, saat diskusi bertajuk “Koruptor Ngeloyor Negara Tekor,” di Jakarta, Sabtu (11/6). Diskusi ini digagas oleh Radio Trijaya Network.

Taufiqurrahman menyatakan, saat ini KY tengah memproses laporan tersebut. “Ada 3 hakim yang mungkin diputuskan untuk dicopot, ada 6 hakim yang akan diberikan sanksi. KY terus mengkajinya,” katanya.

Menurutnya, banyak hakim yang bersembunyi di balik independensi jabatan hakim.
“Bisa saja mereka bersembunyi. KY tengah menyelidiki,” katanya.

Taufiqqurahman berpendapat, salah satu permasalahan utama dalam kinerja hakin bermula dari rekrutmennya.

“Mestinya, sejak rekrutmen harus sudah ketat. Saat ini rekrutmen dilakukan MA. Sudah menjadi rahasia umum, keluarga hakim bisa menjadi hakim kalau sarjana hukum. Rekrutmen yang tidak transparan. Akibatnya, para hakim tidak imun, KY dan MA harus sama-sama menyeleksi hakim. UU-nya sudah siap. Sehingga, masing-masing punya hak veto. Kalau KY tidak setuju, MA setuju, ya tidak jadi,” katanya.

Terkait kasus Hakim Syarifuddin, Taufiqurrahman menegaskan, KY akan memeriksa secara kode etik. “Kalau terbukti menerima suap, bisa diputuskan memberhentikan dengan tidak hormat meskipun belum ada putusan hukum tetap,” katanya. [W-12]

Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) Denny Indrayana menyatakan, satgas PMH sampai saat ini terus melakukan koordinasi dengan KPK terkait M Nazaruddin. “Satgas hanya berkoodinasi dan tidak masuk ke kasus itu karena rentan politisasi. KPK tetap menjadi garda terdepan,” katanya.

Denny menerangkan, dalam pemberantasan korupsi, ada tiga anatomi, yakni korupsi di hulu, yakni korupsi politik. Misalnya, korupsi di pemilu atau di pilkada. Kemudian, korupsi di hilir, yakni korupsi hukum. Misalnya, penegakan hukum yang lemah yang berujung pada mafia peradilan.

“Nah jembatan antara di hulu dan dihilir adalah pebisnis. Mereka menjadi semacam ATM. Kalau birokrat bisa masuk ke korupsi politik,” katanya.

Denny tidak sependapat bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak lebih baik setelah reformasi.

Denny menyebut sejumlah indikator pemberantasan korupsi lebih baik. Pertama adalah Indonesia pasca reformasi lebih demokratis. Kedua adalah peraturan antikorupsi pasca reformasi lebih lengkap dan lebih baik. Misalnya, UU Anti Korupsi, UU KPK, UU KIP, LPSK, dan Perpres tentang Pengalihan dan Pelarangan Bisnis TNI.

Ketiga adalah lembaga anti korupsi lebih lengkap dan mendapat kepercayaan publik. Misalnya, KPK, pengadilan Tipikor, PPATK, LPSK, KY, Komisi Kejaksaan, dan Komisi Kepolisian. Keempat adalah kebebasan pers lebih terjamin. “Ini elemen vital bagi gerakan anti korupsi,” katanya. Kelima adalah partisipasi dan kontrol publik lebih tinggi.

Wakil Koordinator ICW Emerson Yunto menyatakan, sejak 10 tahun terakhir ada 45 kasus korupsi yang pelakunya melarikan diri ke luar negeri. “20 pelaku ke Singapura,” katanya,

Emerson mengatakan, kecenderungan di kasus korupsi, cara yang digunakan adalah upaya-upaya perlindungan. Emerson mengatakan, Singapura dipilih karena beberapa hal, misalnya, letak geografis Singapura yang dekat dengan Indonesia.
Emerson juga mempertanyakan efektifitas tim pemburu koruptor. “Bagaimana kinerjanya? Sampai saat ini, mereka hanya mampu memetakan saja. Celakanya.
tim pemburu koruptor tidak jelas anggarannya,” katanya.

Pengamat politik Renald Khasali menyatakan, birokrat itu setengah politisi. Nuansa orang diangkat menjadi pejabat ada patron politiknya, sudah jelas. Akibatnya, kan sudah bisa ditebak,” katanya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *