Hindari konflik kepentingan, hakim agung tak boleh berbisnis


Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun menyayangkan adanya dugaan kerjasama bisnis rumah sakit antara pengacara dengan keluarga hakim agung. Bagi Refly harusnya hakim agung sebagai penegak hukum tak boleh berbisnis.

“Menurut saya hakim agung tidak boleh berbisnis mestinya. Untuk menghindarkan conflict of interest. Kalau sekarang kan hakim agung punya pom bensin, punya apa, sering begitu kan,” kata Refly di Hall Dewan Pers, Jumat (26/6).

Bagi Refly, bisnis yang dilakukan antar dua penegak hukum bisa memunculkan konflik kepentingan. Namun di sisi lain negara berkewajiban untuk memberikan gaji yang layak.

“Karena itu hakikat menjadi hakim agung, dia harus melepaskan diri dari conflict of interest. Tapi konsekuensinya negara harus membayar dia secara layak, memenuhi segala fasilitas hidupnya,” tuturnya.

Namun negara tetap akan kesusahan, sebab jumlah hakim agung di luar negeri, tak sebanyak di Indonesia.

“Tapi susah sih hakim agung kita kebanyakan, kalau di Amerika cuma sembilan. Sembilan itu dipelihara betul hidupnya,” pungkasnya.

Seperti diketahui sebelumnya, Komisi Yudisial siap membuka kembali kasus dugaan keluarga Hakim Agung mengelola bisnis rumah sakit dengan seorang pengacara. Namun KY, menunggu laporan baru sebelum melakukan penyelidikan tersebut.

Sebelumnya diberitakan, salah satu media nasional mengungkap dugaan kedekatan seorang pengacara dengan sejumlah hakim agung. Pengacara itu dan keluarga hakim agung tersebut dikabarkan kerja sama mengelola bisnis rumah sakit di Cikampek, Jawa Barat.

Bisnis berupa rumah sakit di Cikampek, Jawa Barat tersebut terendus tidak lama usai perkara PK kasus gembong narkoba yang juga pemilik pabrik ekstasi di Surabaya Hanky Gunawan divonis hukuman mati dalam putusan kasasi MA.

Putusan diketok palu pada Agustus 2011. Dalam sidang PK, majelis hakim yang beranggotakan hakim agung Imron Anwari, Ahmad Yamanie dan Nyak Pha mengubah hukuman Hanky Gunawan menjadi 15 tahun penjara. Usai putusan kontroversial tersebut MA bersama KY kemudian membentuk majelis kehormatan hakim guna menyelidiki vonis itu.

Dalam penyelidikan ditemukan tulisan tangan Yamanie mengubah putusan PK Hanky dari 15 tahun menjadi 12 tahun penjara. Namun Yamanie membantah telah mengubah putusan itu.

Belakangan diketahui, seorang pengacara sekaligus kurator itu ternyata memiliki jaringan kepada hakim agung Imron Anwari dan Yamanie melalui bisnis rumah sakit di Cikampek bernama Aqma dulunya bernama Izza. Anak-anak kedua hakim agung tersebut menjadi direktur utama dan direktur sekaligus pemegang saham di rumah sakit tersebut. Sementara keluarga pengacara itu menjadi pemegang saham mayoritas.( Mdk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *