Tjan Hok Tjong; Pengabdian Sejati Polisi Tempo Dulu (bagian I)


Tjan Hok Tjong; Pengabdian Sejati Polisi Tempo Dulu (bagian I)

 dilaporkan: Setiawan Liu

Nganjuk, 6 Oktober 2022/Indonesia Media – ‘Sinetron’ Ferdy Sambo pada kasus kematian Brigadir J dan sosok Hoegeng (Kapolri, 1968 – 1971) yang dirindukan masyarakat Indonesia masih belum cukup, karena masih ada lagi sosok polisi tempo dulu keturunan Tionghoa, alm. Tjan Hok Tjong (1925 – 1972). Bagaimana tidak, sampai akhir hayat Hok Tjong tidak dapat dana pensiun. Beliau tidak menerima bantuan KPR (kredit pemilikan rumah), sementara semua purnawirawan polisi menerima. Hok Tjong benar-benar tidak punya apapun sampai pensiun dengan pangkat terakhir Letnan Dua (Ajun Komisaris). “Dulu, (peringkat system dalam kepolisian di Indonesia) almarhum kakek saya (Tjan Hok Tjong) pembantu letnan. Sebenarnya, kalau bukan orang Tionghoa, pangkatnya jauh lebih tinggi. Karena beliau senior dan pejuang. Tapi kondisinya, (Hok Tjong) benar-benar tidak punya apapun sampai meninggal pada tanggal 15 September, 1997, usianya 72 tahun,” Franci Lintang Chandra, cucu almarhum mengatakan kepada Redaksi melalui sambungan telepon.

 

Ketika masih muda pada sekitar tahun 1954, Tjan Hok Tjong, saat itu berdinas sebagai anggota Brimob Kota Surabaya. Senjata yang dipegang itu kemungkinan adalah Thompson submachine gun, senapan mesin buatan Amerika dan salah satu senjata terbaik pada masa Perang Dunia II. Polisi yang mendapat senjata mitraliur semacam itu tentulah bukan polisi biasa. “Memang sebelum bergabung menjadi anggota brimob, kakekku pernah menjadi anggota tentara PETA, sehingga mahir mengoperasikan senjata api. Pada tahun 1960-an, beliau sempat berdinas di Kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Pahlawan Surabaya (kemungkinan pada periode Soewondo Ranoewidjojo). Kenangan yang berkesan selama berdinas di sana adalah ketika beliau menjadi pengawal khusus Presiden Soekarno saat berkunjung ke Kota Surabaya,” kata pria kelahiran Jombang tahun 1981

Kemudian pada tahun 1970-an. beliau dipindah tugaskan di satuan reserse kriminal Polres Surabaya. Satuan yang sehari-harinya harus berhadapan dengan tindak kriminal di kota besar sekelas Surabaya. Saat itu di Surabaya sedang marak aksi premanisme yang berjuluk Cross boy (pemuda berandalan yang selalu membuat keonaran). Suatu kali, saat sedang menjalankan tugas intel di Kembang Jepun, beliau dikeroyok oleh beberapa cross boy. Akibatnya beliau mengalami luka tusukan di bagian perut dan harus dilarikan ke rumah sakit. Sementara satu orang cross boy pengeroyoknya tewas oleh hantaman di bagian kepalanya. “(fenomena cross boy tersebut) mungkin menyerupai kondisi sekarang, isu terkait dengan kepolisian, (yakni) kasus Sambo vs. Brigadir J. Saya angkat cerita pengabdian alm. Tjan Hok Tjong, besar harapan saya, semoga hikayat (mgn pengabdian anggota Brimob, Tjan Hok Tjong) inspiratif, terutama kondisi sebenarnya pengabdian polisi jaman dulu. Kondisi Polisi jujur seperti Hoegeng, Hok Tjong dibandingkan dengan sekarang, semoga bisa inspiratif untuk masyarakat. Saya masih sempat dengar cerita langsung dari almarhum ketika masih kecil. Tapi Ayah saya juga masih sering cerita mengenai sosok polisi jujur, Tjan Hok Tjong,” kata alumni Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *