Sengketa Tanah di Jakbar, Developer Nego Sodori Tukar Aset Tanah CnC


Sengketa Tanah di Jakbar, Developer Nego Sodori Tukar Aset Tanah CnC

Dilaporkan: Liu Setiawan

Jakarta, 11 April 2024/Indonesia Media – Kasus sengketa tanah hak milik developer property terbaik di Indonesia yang bereputasi di Jakarta Barat (Jakbar) sejak awal tahun 2022, dengan konsumen sempat ada proses negosiasi dengan cara tukar menukar/ruislag atas aset tanah. Dalam hal ini, konsumen yang menjadi korban baru-baru ini sempat temui pihak developer tersebut untuk menukar aset tanah yang bermasalah dengan yang baru, yang clear and clean (CnC). “(developer) sempat sodori aset tanah sisa untuk tukar dengan (aset tanah) yang bermasalah. Setahu saya, kebanyakan tanah sisa dengan kondisi tidak rapi. Artinya, bentuk lahan miring-miring atau tidak persegi dan akan sulit pembangunannya,” kata konsumen tersebut, Aliang.

Selain, pengertian tanah sisa yang ditawarkan developer bisa saja dengan kondisi lingkungan yang kurang layak huni. Karena ada beberapa rumah di bagian belakang komplek yang dibangun developer tersebut, kosong atau tidak dihuni. Rumah-rumahnya sudah dibangun, tapi ditinggal penghuninya karena kondisi lingkungan tidak sehat. “Saya sudah keluar uang Rp 2,5 milyar sejak dua tahun yang lalu setelah pembayaran. kami sama sekali tidak bisa bekerja lagi karena kami dijerat penipuan. Saya sudah berusaha dengan berbagai cara, tapi yang bersangkutan (pimpinan perusahaan developer) kabur,” kata Aliang.

Awal Januari 2022, developer GGR menawarkan tanah di blok i-4 no 19 di dalam komplek dan sempat menunjukan blok plan. Lalu ada  kesepakatan penjualan tanah sertifikat HGB dan dibuatlah perjanjian kesepakatan jual beli. Tanah yang dijanjikan semua sertifikat HGB (hak guna bangunan), tetapi ternyata dari keseluruhan 300 meter persegi, ada 65 meter persegi masih girik (belum bersertifikat) pada bagian depan. Sementara pimpinan perusahan developer menjanjikan, dalam kurun waktu enam bulan selesai, girik menjadi HGB.

Sertifikat dari awal pemecahan ditolak terus oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Barat karena berbagai hal. Pada bulan ke-6 setelah kesepakatan dan pembayaran, ia baru mengetahui bahwa giriknya sama sekali tidak pernah masuk BPN. Otomatis, tidak ada proses menjadi sertifikat HGB seperti yang dijanjikan developer. “(developer) terutang dengan saya, senilai Rp 2,5 milyar. kalau developer yakin, NJOP (nilai jual objek pajak) Rp 9 juta, berarti kalau tukar (aset tanah) yang baru, kami harus dapat 260 – 270 meter persegi (yang clear & clean). Tapi developer tawarkan, sodorkan tanah sisa, atau bagian lahan yang pinggir-pinggir. Kami masih harus survey dan setelah itu negosiasi lagi. Karena kami sampai saat ini masih rugi Rp 2,5 milyar,” kata Aliang.

Saat negosiasi, developer mengaku hanya mau jual aset tanah GGR seluas 1800 meter persegi dengan NJOP Rp 10.300.000 (sepuluh juta, tiga ratus ribu rupiah). NJOP GGR semakin hari semakin meningkat. Tapi tanah bagian pinggir yang mungkin mau dijual, NJOP nya sedikit lebih rendah, yakni Rp 9 juta per meter persegi. “Kami masih harus cek kondisinya. Karena dekat GGR, ada komplek GG (developer yang sama). Ternyata ada deretan rumah yang sudah lama, ukuran besar, tapi tidak dihuni. Setahu saya, deretan rumah tersebut dekat dengan jalur pembuangan sampah, atau menghadap sungai paling kotor di Jakarta,” kata Aliang. (LS/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *