Politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, mengatakan, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin akan segera pulang ke Tanah Air sekitar tiga minggu lagi. Namun, Nazaruddin akan pulang asalkan dokter sudah mengizinkan.
“Itu janji ke saya yah. Kalau diizinkan, dia janjinya sama aku gitu sebab aku minta, citra partai kita. Kasihan jangan citra partai jadi rusak,” katanya kepada wartawan, Minggu (26/6/2011).
Menurut Ruhut, Nazaruddin kini tengah mengalami terapi karena terdeteksi 10 penyumbatan di jantungnya. Oleh karena itu, lanjutnya, dokter baru mengizinkan Nazaruddin pulang 2-3 minggu lagi.
Ruhut menekankan bahwa anggota Komisi VII DPR itu bukannya lari dari tanggung jawab. Hanya saja, menurutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi juga belum mencekal Nazaruddin.
KPK sendiri sudah dua kali melayangkan panggilan kepada Nazaruddin. Pertama, terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan di Departemen Pendidikan Nasional pada 2007, yaitu di Direktorat Jenderal Pendidikan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas.
Kedua, sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan.
KPK Jangan Terpengaruh Pengacara Nazaruddin
Anggota Komisi I DPR RI Hidayat Nur Wahid berpendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu terpengaruh pernyataan OC Kaligis yang merupakan pengacara mantan bendahara Partai Demokrat M Nazarudin.
Sebelumnya OC Kaligis menyatakan jika KPK hendak memulangkan M Nazarudin yang berada di Singapura bisa ditangkap oleh polisi setempat karena tidak adanya perjanjian ekstradisi.
Menurut Hidayat di Padang, Sabtu, pernyataan OC Kaligis tersebut harus dipahami dalam konteks yang bersangkutan sebagai pengacara yang membela kliennya.
“Namun negara tidak boleh kalah dengan hal tersebut karena ada kepentingan yang lebih besar yaitu penegakan hukum,” kata dia.
Karena itu, kata dia, upaya penegakan hukum harus tetap berjalan dan tidak perlu khawatir dengan pernyataan tersebut.
“Negara punya kepentingn lebih besar dalam upaya menegakan hukum, memberantas korupsi dan menegakkan keadilan,” lanjut dia.
Terkait dengan pemulangan terduga koruptor yang lari ke Singapura, Hidayat menilai hal itu sangat mungkin untuk dilakukan.
Saat ini pemulangan koruptor dari Singapura terkendala perjanjian ektradisi pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di negara tersebut.
“Sebenarnya perjanjian ektradisi WNI dari Singapura telah ditandatangani, namun DPR belum melakukan ratifikasi karena Singapura mengaitkanya dengan perjanjian kerja sama pelatihan militer di kawasan Indonesia.
Seharusnya kata dia, Singapura tidak mengaitkan hal itu, karena Indonesia telah meratifikasi perjanjian ektradisi dengan tujuh negara lainnya di Asia serta dua perjanjian tersebut merupakan hal berbeda.
Belajar dari kasus Gayus Tambunan yang bisa dipulangkan dari Singapura, Hidayat yakin pemulangan koruptor lainya yang saat ini berada di negara tersebut bisa diwujudkan