KontraS Bongkar Penyiksaan Oleh Polisi dan TNI


Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memaparkan hasil penelitian mereka terkait tindak kekerasan, dalam hal ini penyiksaan terhadap sejumlah orang ataupun kelompok masyarakat tertentu oleh pihak kepolisian dan TNI Angkatan Darat.

Dari hasil penelitian dari Juli 2010 sampai Juni 2011 ini tercatat 30 pola kasus penyiksaan oleh pihak kepolisian dan 18 pola penyiksaan pada TNI Angkatan Darat. Data tersebut didapatkan berdasarkan pengakuan korban maupun hasil peliputan media yang dikumpulkan oleh peneliti KontraS.

“Kami meyakini, jumlah tindak penyiksaan masih jauh lebih banyak terjadi. Hal ini karena sulitnya melakukan pemantauan terhadap tindakan penyiksaan karena umumnya terjadi di dalam kantor institusi TNI dan Polri,” ujar Koordinator KontraS, Haris Azhar, di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Sabtu (25/6/2011).

Adapun pola penyiksaan pada institusi Polri yang dicatat KontraS sebagai berikut:

1. Ada empat kasus pemukulan secara berulang kali saat melakukan pemeriksaan.

2. Orang yang menjalani pemeriksaan juga direndam dalam air. KontraS mencatat ini sebanyak tujuh kasus.

3. Berbagai bentuk penyiksaan dari penangkapan saat perjalanan dan pemeriksaan. Pola penyiksaan dilakukan berupa pemukulan berulang-ulang, mulut dipukul dengan kunci inggris, telinga disundut api rokok, mata ditutup, dan terus dipukul.

Tak hanya itu, korban juga dijepit dengan ikat pinggang dan leher diikat dengan seutas tali, kemudian diseret dengan menarik tali tersebut. Untuk pola ini, KontraS mencatat terdapat dua kasus.

3. KontraS merujuk satu peristiwa pada pola ketiga ini, yaitu saat penangkapan orang-orang yang diduga pelaku perampokan di Bank CIMB Niaga. Dalam pemeriksaan, kaki korban (yang diduga pelaku perampokan) ditembak. Tak hanya itu, korban juga dilempar ke dalam mobil dan diinjak-injak oleh sejumlah oknum polisi.

4. Pola penyiksaan keempat, KontraS mencatat, Polri melakukan penyiksaan sebanyak 15 kali. Terkait peristiwa gerakan aktivis Republik Maluku Selatan (RMS) yang dimulai dari 1 Agustus sampai 10 Agustus 2010 korban mengalami penyiksaan, seperti dipukul berulang-ulang, ditendang dengan sepatu lars, kaki dijepit di kaki meja, ditampar, dan terakhir korban penyiksaan dipaksa berciuman dengan korban lainnya.

5. Terdapat satu kasus terungkap bahwa korban ditahan dan disetrum oleh petugas polisi.

“Pada TNI terdapat 18 kasus, terdapat dua penyiksaan hingga mengakibatkan kematian pada korban sebanyak dua kasus. Sedangkan 16 kasus, di mana penyiksaan dalam berbagai bentuk guna mendapatkan pengakuan korban (yang dituduh sebagai pelaku),” papar Haris.

Berdasarkan catatan KontraS itu, lanjut Haris, kasus yang paling dominan terjadi penyiksaan adalah kasus Papua, yaitu saat penyisiran anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Saat itu, dalam video penyiksaan terhadap dua orang warga Papua direkam selama 10 menit dan disebar di situs YouTube pada Oktober 2010. Dari video itu terlihat gambar orang yang melakukan penyiksaan memakai seragam militer.

Selain itu, juga kasus penyiksaan yang berujung pada kematian Charles Mali (24). Ia diduga meninggal setelah mengalami penyiksaan bersama lima temannya di Markas Yonif 744/Satya Yudha Bhakti Tobir, Kecamatan Tasifeto Timur, Atambua, NTT, pada Maret 2011.

Ketika ditanya mengenai bentuk penyiksaan yang seolah dilegalkan oleh Polri dan TNI ini, Haris menyatakan, hal itu terjadi karena kurangnya pengawasan pimpinan tinggi kedua lembaga tersebut.

“Karena mekanisme koreksi di dalam institusi keduanya masih lemah, lalu pimpinan kurang memberikan kontrol, makanya budaya kekerasan terus terpelihara,” tukas Haris.

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *