PT Garam Memotivasi Petani di Tengah Anjloknya Harga


PT Garam Memotivasi Petani di Tengah Anjloknya Harga

 dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 18 Pebruari 2020/Indonesia Media – Anjloknya harga garam lokal selama kurun waktu dua tahun belakangan ini diharapkan tetap memotivasi petani menggarap lahannya dengan baik dan benar, sehingga mencapai kualitas yang tidak kalah dari garam impor. Psikologis petani garam tentunya, tidak merasa putus asa dan putus harapan untuk meningkatkan kualitas garamnya. “(Momentum) harga anjlok juga sebagai uji coba bahwa produksi garam nasional bukan hanya untuk konsumsi. Sebaliknya, motivasi petani untuk memproduksi garam industri,” Direktur Utama PT Garam (Persero) Budi Sasongko mengatakan kepada Indonesia Media (IM).

Petani sentra garam di beberapa daerah termasuk Cirebon (Jawa Barat), Pati (Jawa Tengah) mengeluh harga garam di kisaran Rp 300 – 600 per kilogram. Sebelumnya, pada tahun 2017, harga garam pernah mencapai Rp 1200 per kilogram. Saat musim penghujan seperti sekarang ini, petani biasanya sedikit mengambil untung. Namun nyatanya, harga tidak beranjak naik. “Memang kami sadar, bahwa kualitas garam petani tidak sama dengan garam impor dari Australia. Sehingga, yang harus dilakukan, antara lain treatment. Diusahakan, para importir bisa menggunakan (garam local) pada prosentase tertentu, digunakan untuk industry. Sehingga kadar NaCl sebagai persyaratan kualitas industri aneka pangan, petrokimia dan lain-lain terpenuhi. Berapa prosentasenya, kita harus bicarakan dengan produsen garam industri,” tegas Budi Sasongko.

Garam industri adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku maupun bahan penolong bagi industri lain. Garam industri digunakan untuk kebutuhan farmasi, kosmetik, tekstil, dan sebagainya. Garam industri memiliki NaCl minimal 97%. Khusus untuk industri pangan, kadar Ca dan Mg < 600 ppm. Harga garam industri cukup kompetitif dan jaminan pasokan secara berkesinambungan. Garam industri juga harus memenuhi persyaratan kualitas industri aneka pangan, industri petrokimia, dan lain-lain. Garam industri memiliki standar dan klasifikasi tersendiri. Sebenarnya, persoalan penyerapan garam petani yang perlu ditingkatkan, solusi yang paling mudah, (yakni) importir harus menyerap garam nasional. PT Garam sudah mengusulkan hal tersebut, bahkan kepada Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo. PT Garam juga sudah pernah memikirkan hal lain terkait dengan teknologi mekanisasi pertanian modern dengan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). “Kita juga bekerjasama dengan pihak mitra luar negeri dalam upaya memperbaiki teknologi pembuatan garam baik (aktivitas) on farm maupun off farm. Kita kerjasama dengan Korea Selatan, dan kemungkinan dengan China. Semua upaya solusi untuk mencapai pergaraman nasional tidak hanya untuk konsumsi aneka pangan, tapi menjadi bagian dari chemical plant. Kita berhasil mengurangi impor, devisa juga tidak banyak pindah ke luar negeri,” kata Budi Sasongko. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *