Proyek Rempang Eco-City, Batam Kepri dengan tetap menjunjung hak kehidupan masyarakat
Dilaporkan: Setiawan Liu
Batam, 14 September 2023/Indonesia Media – DR. Richard Pasaribu, Anggota DPD/MPR RI Perwakilan Prov. Kepulauan Riau (Kepri) melihat rencana pembangunan proyek Nasional Rempang Eco-City, Batam Kepri dengan tetap menjunjung hak kehidupan masyarakat setempat.
“Memang kita prihatin kejadian beberapa hari yang lalu, terjadi riak-riak masyarakat. sebetulnya kita menyambut baik proyek tersebut. Bahwa ada investasi, apalagi nilai (investasi) mencapai 11,5 milyar US$, ada multiplier effect bagi Batam dan Indonesia. Tapi investasi, harus punya konsep yang tidak sama dengan gaya lama, seperti zaman Orde Baru (Orba),” kata Richard.
Hak kehidupan masyarakat tetap dijunjung, jangan sampai sebaliknya, (masyarakat) jadi korban. Jajaran DPD MPR RI, khususnya perwakilan Kepri memohon kepada pemerintah, terutama aparat penegak hukum, TNI Polri. “Aparat, semua pihak jangan dengan intimidasi ataupun tekanan. Itu tidak baik, zaman sekarang beda dengan zaman orde baru, jangan sampai masyarakat dikorbankan. Harus ada konsep adil bijaksana, dan komprehensif,” kata Richard.
Investasi sebesar ini meningkatkan kemakmuran, investor ada perhitungan keuntungan. Tidak mungkin investor datang, (mengalami) kerugian. Ada konsep baru, yakni ganti untung. (istilah) ganti rugi, tidak cocok lagi. atau istilahnya lain yang lebih pas, (yakni) ganti yang layak untuk masyarakat. “Kita sudah tahu, bahwa masyarakat yang tinggal di Rempang sudah tinggal, ada yang ratusan tahun. Ada juga yang baru puluhan tahun, ada 16 kampung tua.
Saya mau ini menjadi perhatian serius Pemerintah, sehingga mereka hidup layak, ganti untung. Seharusnya, pemerintah memperhatikan marwah, kearifan local, budaya setempat,” kata Richard.
Masyarakat Rempang juga masih terikat budaya Melayu, falsafah ‘dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.’ Sehingga rencana proyek Rempang perlu dengan perencanaan komprehensif. Selain bisnis, pariwisata, industry, perlu konsep menyeluruh pada konsep pembangunan satu kawasan. Kalau ada 10 ribu warga atau setara dengan sekitar 300 KK, developer bangun sekitar ratusan hektar rumah dan berbagai fasilitas untuk masyarakat. sehingga masyarakat bisa hidup layak, dengan budaya melayu. Misalkan rumah yang berarsitektur melayu, dengan sarana sekolah, tempat olahraga, panggung, rumah sakit. “Ini tentu saja, dari 11,5 milyar US$, hanya satu persen saja dialokasikan untuk hak kehidupan masyarakat. sehingga masyarakat bisa menjadi pengawal investasi tersebut juga,” kata Richard. (sl/IM)
kalau ditolak masyarakat, sebaiknya jangan dipaksakan. Masih ada lokasi lain semisal pulau bintan untuk tempat investasi