Prospek Ekspor Rumla Tetap Bagus di Tengah Masalah Internal Brasindo


Prospek Ekspor Rumla Tetap Bagus di Tengah Masalah Internal Brasindo

dilaporkan: Setiawan Liu

Sao Paulo, 13 Juni 2021/Indonesia Media – Perusahaan pengolahan rumput laut (rumla) di Banggai, Sulawesi Tengah tetap optimis dengan prospek ekspor terutama Brazil, kendatipun operasional masih stuck karena ada masalah internal management. Perusahaan yang diberi nama PT Brasindo Gum mengolah rumla khususnya dari Sulawesi menjadi karagenan dipasarkan di Brasil sejak 2010 yang lalu. “Direksinya langsung belajar (pengolahan rumla) di Brazil pada tahun 2010. Kami juga bawa teknisi dari Brazil ke pabrik di Luwuk Banggai. (prosesnya) tidak mudah terutama peralatan, sistem. Semua dikerjakan dengan teknologi Brazil,” Kim To dari Brasindo mengatakan kepada Redaksi.

Gudang dan pabrik Brasindo terintegrasi berlokasi di Luwuk, Banggai mengolah rumla jenis E Cottoni atau jenis Spinosum menjadi ATC Chip. ATC Chip sendiri digunakan oleh berbagai industri sebagai bahan dasar Bubuk Karagenan (Carrageenan Powder), yaitu bahan campuran digunakan sebagai campuran bahan makanan bakso, sosis, ice cream, keju, dan sebagainya. Luwuk Banggai juga semakin berkembang di Sulawesi karena pengolahan hasil bumi berupa cocoa, kopra, cengkeh, pertambangan dan rumla. “Sebelum pandemi covid, kami memutuskan untuk menjual pabrik tersebut karena ketiadaan waktu dalam pengelolaan lebih lanjut. Selain ada alasan yang kami tidak bisa jelaskan, tahun 2018 – 2019 kami tergiur bisnis di daerah lain, sehingga tidak fokus pada Brasindo lagi,” kata Kim To melalui sambungan telpon.

Kondisi bangunan pabrik dan sarana penunjangnya terutama mesin masih bagus dan terawat. Lokasi pabrik juga dekat dengan pelabuhan dan bandara udara Syukuran Aminudin. Mesin untuk produksi, oven pengering bahan sudah siap pakai dan masih berjalan dengan baik. Pabrik dalam kondisi 100 persen siap operasional dengan perizinan lengkap. Management standby untuk menjelaskan lebih detail tentang pabrik pengolahan rumput laut yang ditawarkan. Management juga standby kalau ada investor untuk melakukan kunjungan lapangan, serta didampingi oleh tim penjualan. “Saya tanam modal untuk aset Brasindo Gum sebesar 450 ribu US Dolar atau enam milyar rupiah. Itu resiko kalau dua, tiga tahun belakangan (operasional pabrik) stuck.

Stock rumla yang tidak langsung diolah, beresiko rusak dan membusuk. Proses pengolahan termasuk membuang baunya. Tetapi kalau sistem pengolahan efektif, pekerja di pabrik juga tidak mengalami kesulitan. Karena manual bekerjanya sudah sempat diberikan oleh Tim dari Brazil yang khususnya didatangkan ke Luwuk tahun 2010 yang lalu. “Kami sempat khawatir kalau aset pabrik rusak karena stuck operasional. Tapi kami tetap mempekerjakan dua orang untuk maintenance. Ini juga resiko, karena kami harus tetap bayar gaji pegawai di tengah kemacetan operasional,” kata Kim To.

Kilas balik mengenai Brasindo, awalnya dikelola Kim To dengan pengusaha di Sulawesi Tengah. Keuntungan sempat diraih pada periode tahun 2012 – 2018, karena nilai ekspor ke Brazil tinggi. Nilai kontrak rumput laut mencapai 3 juta dolar AS (per tahun 2015) yang melibatkan tiga perusahaan. Kontrak tersebut terdiri dari 1,8 juta dolar AS untuk PT Brasindo Gum dengan Indobras Representacao Comercial. Serta senilai 1,2 juta dolar AS antara PT Gumindo Perkasa Industri dan Indobras Represencao Comercial. Perwakilan di Jakarta melalui mitra yang berkantor di Elok Plaza, Kedoya Kebon Jeruk Jakarta Barat. “Kami sudah saling kenal sejak tahun 1970 an. Tapi saya kan fokus di Sao Paulo (ibukota Brazil) dan buka usaha perdagangan soybean, tembakau, rumla dan lain sebagainya. Saya sudah lama pindah ke Brazil, sehingga anak-anak saya lahir di Sao Paulo,” kata Kim To.

Kondisi di Luwuk Banggai, harga tanah terus meningkat. Sementara ini, management masih mempertimbangkan rencana pengalihan seluruh “saham” (sebesar 35 persen dari keseluruhan nilai investasi) yang dimiliki Kim To. Penawaran pengalihan saham kepada mitra yang lain juga terbuka. Ia menangani pemasaran karagenan di Brazil, sementara mitra di Luwuk Sulteng mengawasi operasional pabrik. Perusahaan keluarga juga sebagai Pengumpul dan Exportir Rumput laut terbesar di Sulawesi Tengah. “Pemasaran carrageenan di Brazil sempat tersendat karena dampak virus, tapi kedepannya (karaginan) tetap dibutuhkan industry di Brazil,” kata Kim To. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *