Petik merah untuk meningkatkan kualitas kopi Lampung


Petik merah untuk meningkatkan kualitas kopi Lampung

dilaporkan: Setiawan Liu

Lampung, 9 Oktober 2022/Indonesia Media – Moelyono Soesilo dari AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia) berharap petani kopi di Lampung bisa mengikuti jejak petani di Jawa Tengah (Jateng) yang sudah 10 tahun belakangan ini sudah memetik (petik) merah, dan sebaliknya mengurangi petik campur. Kalangan petani kopi di Jateng, termasuk kabupaten Temanggung memanen kopi yang berwarna merah, dan merasakan kualitas dan harga jual yang lebih tinggi. “Kalau kita tidak mulai memperbaiki mutu, (kopi Indonesia) tersingkir. Saya ke Vietnam beberapa hari yang lalu, saya kaget menemukan beberapa kopi yang kualitasnya menyamai robusta indonesia. Kalau Vietnam sampai bisa produksi massal kopi robusta, harga kopi Indonesia akan tertekan,” Moelyono mengatakan kepada Redaksi di sela acara Kopi Lampung Begawi 2022 di Sarinah Thamrin.

Sebelum ditempatkan (bertanggung jawab atas segala aktivitas) di kantor cabang di Lampung, ia sudah membina kelompok tani petik merah (kopi premium) di Jateng. Kegiatan pembinaan di Jateng butuh waktu 10 tahun sampai meyakinkan petani untuk petik merah. Kondisi petani kopi di Jateng sekarang ini, produksi kopi petik merah sudah mencapai 40-50 persen. Petani menikmati harga yang lebih baik dibanding kopi asalan (petik campur) di Lampung. Misalkan kopi asalan Lampung, harganya Rp 25.000/kg, kopi petik merah di Jateng bisa mencapai Rp 28-29 ribu/kg. “Tapi harga Rp 35-40 ribu (kopi premium) tidak bisa. Untuk harga kopi banyak yang menentukan. Ada yang disebut disparitas harga, antara robusta dan arabica. Kadang disparitas harga mengecil, otomatis harga kopi lain, kopi arabica tertekan,” kata Moelyono.

Sementara itu, Bupati kab. Pesisir Barat Lampung Agus Istiqlal melihat selisih harga antara kopi asalan dengan premium (petik merah) sangat kecil. Selisih harga tidak sampai membebani konsumen yang selalu mau mencicipi berbagai rasa enak kopi. “Konsumen nggak ribu dengan selisih harga. Mungkin selisihnya hanya Rp 10 (sepuluh rupiah). Kalau volume) besar, misalkan 10 ton, berarti selisihnya Rp 10.000. (masih) banyak keuntungan untuk petani, pengepul,” kata Agus Istiqlal.

Di tempat berbeda, pelaku usaha kopi Lampung (Rumah Kopi 49) Mirhan melihat banyak permasalahan terkait dengan disparitas harga jual petik merah (premium) dengan kopi asalan. Para petani di Lampung sudah banyak bikin (kopi premium), tapi serapan pasar rendah. “Ini, yang kadang membuat petani kecewa. Akhirnya mereka tidak mau lagi (produksi kopi premium). padahal kami sudah mendorong agar petani petik merah berkelanjutan. Itu masalah, tidak ada konsistensi (produksi) berkelanjutan,” Mirhan mengatakan kepada Redaksi.

Disamping masalah harga, perusahaan kopi belum berani menampung petik merah robusta dalam jumlah besar. Perusahaan makanan dan minuman (kopi) PT Kapal Api Global melihat permasalahan kopi robusta petik merah Lampung dalam perspektif bisnis. Sehingga perusahaan, pengepul dan petani sebaiknya duduk bareng untuk membahas mengenai konsistensi petik merah secara berkelanjutan. “Untuk petik merah, tidak ada basis resmi, standard harga. Kalau kopi asalan, ada basis. Petani sudah buat basis resmi (harga kopi premium) dan menghitung proses produksi. Tapi pebisnis belum duduk bersama petani,” kata Mirhan. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *