Novel Baswedan Kaitkan Penyerangan Dirinya dengan Kasus Suap Kuota Impor Daging Sapi


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meyakini penyerangan yang ia alami di depan rumah di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017, terkait penanganan kasus di komisi anti-rasuah.

Novel Baswedan secara gamblang membeberkan serangkaian upaya teror yang ia dan rekan-rekan penyidik di KPK alami, di acara #3TahunNovel “Ngobrol Bersama Novel Baswedan,” Sabtu (11/4/2020).

“Motif (penyerangan) terkait perkara apa, saya tidak bisa yakini satu per satu apa yang mendasari.”

“Saya melihat ada kemungkinan kumulatif kasus besar yang saya tangani,” kata Novel Baswedan.

Dia menjelaskan, kasus itu adalah kasus suap kuota impor daging sapi.

“Satu bulan sebelum diserang, saya ditemui senior yang pernah bertugas bekerja sama.”

“Saya bertemu di masjid dekat kantor KPK.”

“Dia bertanya apakah saya tangani kasus daging? Saya jawab jujur saya tidak tangani,” tuturnya.

Sekitar satu minggu atau 10 hari sebelum Novel Baswedan diserang, dia menerima informasi dari rekan penyidik yang menangani kasus impor daging sapi mengalami teror.

Selain itu, kata dia, salah satu penyidik KPK, kata dia, sempat kecurian laptop.

Sementara, berdasarkan keterangan tetangga di sekitar rumahnya, dia mengungkapkan, ada sejumlah orang yang mengawasi dirinya.

Sejumlah orang tidak dikenal itu mengawasi dari kendaraan roda dua dan roda empat.

“Ada penyidik KPK yang menangani perkara daging dirampok dan tas berisi laptop data penting itu hilang.”

“Saya meihat itu jadi satu rangkaian, hingga empat sampai lima hari kemudian, saya diserang.”

“Itu rangkaian cerita yang saya yakin bisa dikaitkan,” ujarnya.

Ketua Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengindikasikan kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, mirip kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir Said Thalib.

Menurut dia, motif dendam pribadi yang disebut-sebut menjadi alasan pelaku menyerang Novel Baswedan, mirip dengan kasus pembunuhan Munir.

Dia menjelaskan, motif dendam pribadi sering kali dimunculkan di kasus yang mempunyai profil tingkat tinggi.

“Saya kira kasus pembunuhan Munir itu juga seperti itu,” ujar Usman Hamid di acara #3TahunNovel “Ngobrol Bersama Novel Baswedan,” Sabtu (11/4/2020).

Di kasus penyerangan Novel Baswedan, dia mengungkapkan, pelaku yang dibawa ke persidangan adalah eksekutor lapangan, bukan otak pelaku.

Sedangkan di kasus Munir, kata dia, juga dilakukan hal yang sama.

“Untuk membatasi proses hukum agar tidak bisa menjangkau dalang (otak pelaku).”

“Seolah-olah kasus ini berhenti di dua orang itu,” ucapnya.

Dia mengharapkan agar kasus penyerangan Novel Baswedan dapat diungkap tuntas.

“Saya harap ada penegakan hukum yang tuntas,” cetusnya.

Tak Kenal Terdakwa

Novel Baswedan mempertanyakan alasan mengapa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Maulete diproses hukum atas dakwaan melakukan penganiayaan terhadap dirinya.

Novel Baswedan mengaku tidak kenal Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.

Namun, mengapa kedua personel Polri itu menaruh dendam kepada dirinya?

“Saya dapat informasi dari saksi di rumah dikatakan mereka tidak mengenal orang itu.”

“Saya juga tidak pernah punya interaksi dengan dua orang itu.”

“Aneh kenapa dendam dengan saya, kan lucu,” tuturnya, di acara #3TahunNovel “Ngobrol Bersama Novel Baswedan,” Sabtu (11/4/2020).

Bahkan, dia tidak dapat menyimpulkan apakah Ronny Bugis dan Rahmat Kadir adalah orang yang menyiram dirinya menggunakan air keras di depan kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017.

“Saya tidak mengatakan dia pelaku atau bukan, karena sidang sedang berjalan.”

“Saya belum pernah dapat penjelasan apa yang menjadi korelasi antara pengakuan yang bersangkutan dengan fakta di lapangan atau alat bukti sehingga penyidik yakin. Saya perlu tahu,” paparnya.

Sejauh ini, dia tidak pernah menerima berkas perkara ataupun salinan berkas dakwaan dari penyidik Polri atapun pihak Kejaksaan.

Dia baru mendapatkan informasi dari rekannya yang mengikuti jalannya persidangan tersebut.

“Saya tidak pernah mendapatkan berkas perkara. Saya sampai sekarang belum tahu dakwaan jaksa seperti apa?”

“Di awal saya katakan mendapatkan cerita dari kawan yang mengakses informasi dari media,” ujarnya.

Dia mengharapkan agar persidangan dapat berjalan objektif, transparan, dan profesional.

Selain itu, dia meminta agar masyarakat memperhatikan persidangan tersebut.

“Saya harap sidang berjalan objektif, transparan, dan profesional.”

“Saya dirugikan, tetapi saya sedang tidak membalas yang dituduh bersalah.”

“Menegakkan kebenaran dan menjaga keadilan lebih penting daripada menghukum orang,” tegasnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017.

Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020).

Sidang ini dihadiri langsung oleh kedua terdakwa penyiraman Novel Baswedan.

Dalam surat dakwaan, JPU mendakwa Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat. ( WK / IM )

 

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *