Pemulia di Babel Berjibaku Yakini Petani Tanam Talas Bening


Pemulia di Babel Berjibaku Yakini Petani Tanam Talas Bening

dilaporkan: Setiawan Liu

Bangka, 6 Januari 2021/Indonesia Media – Kelompok pemulia dan pendukung talas bening di Bangka Belitung (Babel) Wira Chrisma Talia harus berjibaku meyakinkan petani untuk mulai tanam komoditas talas bening yang jelas menguntungkan karena alasan pragmatis. Petani juga tidak mau kecewa lagi dengan komoditas ubi kasesa yang harganya anjlok tiba-tiba beberapa bulan yang lalu. “Kalau belum ada (petani lain) yang menghasilkan, menjanjikan keuntungan, mereka tidak mau tanam. Walaupun kami sudah jelaskan kalkulasi keuntungan dan manfaatnya, tapi (pekerjaan) tidak mudah,” Wira Chrisma Talia mengatakan kepada Redaksi melalui sambungan telepon.

Masa booming ubi casesa tahun 2015 mendorong petani tanam secara masif. Tetapi harga anjlok pada pertengahan tahun lalu sehingga ratusan petani sempat gelar unjuk rasa di depan DPRD Kabupaten Bangka pada Oktober 2020 yang lalu. Mereka mengaku tidak puas dengan manajemen sebuah perusahaan yang memproduksi tapung tapioka dari ubi casesa. Fakta di lapangan, mereka lebih tertarik tanam porang. Alasannya, mereka berpikir ‘Pabrik sudah ada’ dan masyarakat tidak mau lagi mengulangi kesalahan pada ubi casesa. “Saya tetap berupaya dan bertekad menjadi pioneer untuk tanam talas di Bangka Barat. Akhirnya, penanaman pertama talas bening di desa Belo Mentok, Bangka Barat berhasil. Indra Setiawan (Pegawai negeri sipil di kantor Pemerintah Kabupaten Bangka Barat) mau tanam talas. Dia juga sebagai investor,” tegas alumnus Universitas PGRI Palembang.

Talas bening, awalnya diperkenalkan di Bangka pada pertengahan tahun 2020. Bibit dibawa ke Bangka oleh beberapa pemulia dan ditanam di Desa Pasir Garam, Bangka Tengah. Kedua pemulia tersebut, yakni Winarno dan Jones sempat menjelaskan keunggulan talas bening, bahkan membandingkan dengan sorgum. Ia ditawari untuk tanam talas sambil menyosialisasikan kepada petani di kabupaten Sungailiat dan Bangka Barat. “Saya terjun ke lapangan, selama satu bulan (sosialisasi). Saya bikin konsep kalkulasi keuntungan untuk petani, dan sudah tanam terlebih dahulu di Sungailiat,” kata Wira.

Petani ragu terutama alasan tidak adanya serapan pasar, terutama pabrik pengolahan. Kalaupun ada, serapan pasarnya di luar pulau Bangka. Sosialisasi tanam talas bening juga melalui sosial medianya. Narasi yang dibuat, bahwa keladi dan talas bening di Bangka beresiko rendah ketimbang tanam sorgum atau porang. Selama ini, para petani sering membaca berita mengenai jor-joran harga dan pasar ekspor porang.  Padahal. penanaman porang berjangka waktu sampai tiga tahun, petani baru bisa panen. Sementara sorgum, proses penanaman sampai pada pengolahan menjadi padi, resikonya dimakan burung pipit. Burung menyerang malai pada tanaman padi untuk memakan biji atau bulir padi). Talas bening teruji tahan hama. Tanam keladi, talas sangat sederhana. Kalau ditanam, petani membiarkan saja dan tetap bisa tumbuh. “Daun keladi bisa jadi kertas rokok non-nicotine. Kalau jadi tepung, sudah biasa. Apalagi musim hujan, proses pertumbuhan tetap berlangsung. Tapi tanaman kan harus diberi pupuk. kalau perawatan bagus, hasilnya bagus. Ketika dikalkulasi talas beneng, lebih unggul dibanding porang dan sorgum,” tegas Wira. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *