Menjawab Ajakan Ahok Berkiprah Dalam Politik Media Indonesia 5 Agustus 2013 :
Propokasi Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahok agar anak muda berani berpolitik, sungguh
menarik. Katanya, anak-anak muda harus berani menjadi politisi yang jujur, bersih,
dan melayani. Kemudian berjuang untuk Keadilan Sosial bukan untuk kekuasaan dan
kekayaan. Karena menurutnyam, banyak orang yang tidak suka berpolitik tapi suka
mengkritisi dari luar. Harus diingat bahwa di Negara yang sedang mencari jati diri dan
berkembang seperti Indonesia politik adalah pilar utama perubahan.
Oleh karena itu, kita harus sadar bahwa berpolitik itu adalah suatu keharusan. Mengkritisi
dari luar sangat baik, tetapi masuk dan berjuang di dalam sangatlah penting dan
bahkan sudah menjadi keharusan. Hari ini kita tahu bahwa pada umumnya politisi yang
seharusnya menjadi pelayan sudah “budek”(tuli). Mereka bukannya tidak tahu soal
kesusahan rakyat tetapi tidak peduli untuk tahu.
Ajakan itu – kalau tidak bisa dikatakan provokasi – cukup menarik, apalagi dilontarkan
oleh seorang Ahok yang nota bena seorang pejabat tinggi nomor dua di DKI Jakarta, suatu
kota yang menjadi Ibukota Negara Indonesia. Konsekuensinya, gaung yang dinyatakannya
melalui Media Indonesia Online ini (% Agustus 2013) relatif luas tersebar dan dibaca
banyak orang. Utamanya bagi aktivis, kalangan penggiat LSM serta eleman pergerakan.
Ahok menyanyangkan, kebanyakan dari mereka yang masuk dalam partai politik hanyut
terbawa arus budaya politik hanya semata-mata untuk kekuasaan dan bukan untuk rakyat.
Ini karena orang yang punya nurani dan keberanian di dalam sangatlah sedikit. Jadi politik
Indonesia butuh generasi muda yang punya nurani dan berani mempertahankan nuraninya.
Sayangnya, Ahok sendiri yang sempat bercokol dalam partai politik justru hengkang
meninggalkan medan pertempuran, karena memilih kenyamanan di bilik seberang,
yaitu wilayah eksekutif seperti yang dijabatnya sekarang, Wakil Gubernurr DKI Jakarta.
Setidaknya dalam peta politik,. Jabatan yang ada di wilayah eksekutif lebih nyaman
untuk banyak hal, terurama dari kegaduhan maupun pertarungan politik yang tidak jelas
muaranya.
Agaknya, dalam konteks inilah istilah povokasi yang dilakukan Ahok bisa dipahami, karna
Ahok yang menganjurkan justru tidak hendak melakukannya. Padahal, luasnya medan
pertarungan di wilayah legislative – khususnya politik – seperti patamorgana yang tidak
bertepi. Maka itu, bagi kaum muda yang belum cukup mumpuni bisa menjadi mangsa yang
sama seperti para politisi pendahulunya, persis seperti yang dikatakan Ahok sebelumnya,
tenggelam dalam budaya poltik demi kekuasaan dan uang, bukan untuk memperjuangkan
kepentingan orang banyak.
Padahal, prasyarat untuk masuk ke dalam partai politik misalnya, harus memiliki
ideology yang jelas melalui proses kaderirasi yang sehat. Jika untuk masalah ideology dan
kaderisasi ini saja tidak satupun ada yang bisa direkomndasikan, itu artinya Ahok sendiri
sedang membuat atau sekedar membangun pencitaraan belaka, agar tidak terlalu banyak
kekurangannya dibanding populeruitas yang terus didulang Jokowi sebagai pasangannya
yang semakin dielu-elukan warga Jakarta untuk terus melaju jadi penguasa nomor satu di
Indonesia.
Konsistensi Ahok sebagai orang yang pernah bertarung di kandang politik Senayan, toh
tidak cukup memberi tauladan bagi kaum muda untuk melakukan perlawanan budaya
politik di Indonesia yang semakin culas dan liar. Artinya jelas, anjuran yang disarankan
Ahok pada generasi muda untuk berkiprah di dunia poltik Indonesia sekarang, tidak lebih
semacam pungguk merindukan rembulan. Atau sekedar igauan dalam kegalauan yang sulit
merumuskan apa yang harus dibuat dan dilakukan sekarang. Sedangkan untuk Ahok dan
Jokowi tentu saja banyak yang bisa dilakukan, misalnya adalah bagaimana memebebaskan
segenap warga DKI Jakarta dan sekitarnya dari kemacetan dan banjir. Sementara
pekerjaan lainnya yang tidak kalah penting untuk Jakarta cukup banyak, jangan cuma
bisa menggusur pedagang kaki lima tanpa memberi solusi bagi mereka, tetapi sejumlah
fasilitas umum – mulai dari trotoar yang tidak cukup beradab hingga halte bus way yang
selalu penuh dan berjubel hingga harus berjam-jam melakukan antre – itu semua hanya
kamuflase dari upaya mengatasi masalah.
Kebanggaan saya secara pribadi kepada Engkoh Ahok, minimal karena memiliki
keberanian yang lebih dari Saudara saya yang lain dari Warga Tionghoa. Saya pun tetap
yakin dan percaya Ahok akan merealisasikan gagasan idealnya seperti yang dilontarkan
saat dialog santai di Kebun Sayur Caracas Jakarta Timur jauh sebelum menjabat Wakil
Gubernur DKI yang sangat muskil ini.
Oleh karena itu, saya pun ingin menyarakan kepada Ahok, agar bisa lebih konsentrasi
saja pada penataan dan pembenahan serta pembangunan sarana dan prasarana yang ada
di DKI Jakarta, sehingga segenap warga masyarakat Jakarta dan sekitarnya dapat lebih
memperoleh kelancaran, kenikmatan serta kenyanyaman dalam menjalankan aktivitas
usaha maupun pekerjaannya sehari-hari.
Saran saya kepada Ahok, biarlah kematangan politik kita terus berproses bersama kaum
muda yang juga terus mempersiapkan dirinya untuk menemukan format politik yang lebih
bermartabat. Lantaran model politik yang tengah merisaukan kita sekarang, tampaknya
memang merupakan bagian dari proses yang harus dijalani, tidak kecuali bagi mereka
yang masih birahi pada kekuasaan dan kemaruk mengumpulkan kekayaan. Karena
memang tidak pernah ada jaminan – termasuk mereka yang sudah melakukan sumpah dan
janji terdahulu –-l antaran semuanya masih harus diuji oleh sang waktu. Itulah sebabnya
saya masih tetap yakin apa yang Anda ungkapkan – seperti janji saat dilog di Kebun
Sayur tahun 2010 silam — menjadi harapan yang dapat diwujudkan secara nyata bagi
masyarakat. Percayalah, janji yang diwujudkan itu akan menajdi monument besar yang
mengingatkan nama kita pantas dikenang banyak orang.
Bagi saya, mengharap kepada kaum muda untuk ambil bagian dalam politik – apalagi
masuk dalam partai politik di Indonesia -– bukan hanya sekedar membutuhkan ekstra
keberanian untuk larut dalam budaya politik yang culas seperti sekarang, tetapi juga
diperlukan bekal yang cukup manakala benar hendak melakukan perlawanan budaya ter
hadap mereka yang dominan lebih banyak akan mengepung dan menyergap kita saat
harus mengambil posisi berlawanan dengan arus deras yang culas itu.
Masa depan suatu bangsa memang tidak bisa terlepas dari masalah politik serta kebijakan
yang dilakukan oleh segenap elite bangsa di negeri ini. Namun toh, kita memiliki peluang
untuk meilihatnya seperti masa remaja yang masih penuh bunga kasmaran, pada saatnya
kelak itu semua akan mereda, karena proses kesadaran dan pendewasaan memang begitu
sunnatullahnya.
Saya akan lebih senang dan juga tertarik jika Ahok mau mengajak generasi muda dari
manapun asalnya untuk membangun Jakarta yang lebih baik, beradab dan manusiawi.
Karena tidak hanya kehidupan di atas kereta Jabotabeka yang tidak manusiawi dan tidak
beradab itu bisa kita tonton dan memilukan hati, tetapi juga perkampungan kumuh, kali
dan sungai yang keruh, penumpang bus way yang bejubel dan antre berjam-jam, hingga
suasana parkir di sejumlah bahu jalan yang menyebalkan itu patut kita behani. Mumpung
kekuasaan masih digengaman Engkoh Ahok sekarang, apa salahnya soal yang mudah kita
jadikan prioritas utama kita kerjakan saja.
Andainya saja kali dan sungai yang ada di Jakarta dan sekitarnya kita tata dan kita
bersihkan sedemikian rupa, bukan mustahil dapat dijadikan sarana transportasi
alternative yang indah dan menyenankan. Tentu saja tidak bisa dilakukan asal-asalan saja
seperti masa Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Sungai atau kali yang ada harus terlebih
dahulu ditata, lalu pengelolaannya dibuat dengan perencanaan yang matang. Begitu juga
dengan trotoar jalan yang tidak terawatt atau bahkan tidak tersedia karena dirampas oleh
bangunan yang ada di daerah tersebut.
Fungsi trotoar jalan yang indah dan nyaman sungguh sangat diperlukan untuk mendorong
kegemaran warga DKI Jakarta dan para pendatang berjalan kaki dari satu tempat
ke tempat yang lain. Sehingga untuk kendaraan yang tidak terlalu mendesak untuk
digunakan untuk jarak dekat tidak perlu memenuhi jalan raya, semua bisa disimpan
di tempat parkir yang telah disediakan. Itu sebabnya di dareha-daerah tertentu perlu
dibangun ruang parkir khusus. Artinya, jelas ajakan Ahok kepada anak-anak muda akan
lebih riil dan realistis adalah membangun Jakarta yang lebih beradab dan manusiawi,
dibanding menganjurkan – kalau tidak bisa dikatakan menjerumuskan mereka – tersuruk
masuk dalam kancah poltik yang gepa dan sungguh mengerikan. ***
Jakarta, 5 Agustus 2013