`
Memuji Jokowi, membanggakan Ahok, mungkin sudah basi. Tetapi ada satu hal yang terus mengusik pikiran : melihat hubungan luar biasa keduanya pada masa lalu dan sekarang. Publik tahu bahwa Jokowi adalah Jawa yang Islam sedangkan Ahok adalah Tionghoa yang Kristen. Namun public
mungkin kurang tahu esensi mendalam hubungan keduanya. Dalam diri Jokowi dan Ahok meleburlah
sifat patriotisme, nasionalisme dan pancasilaisme sejati yang menyala-nyala. Makna kedalaman rasa dan
nilai religiositas keislaman dan kekristenan bertemu dalam diri mereka. Nilai-nilai kedua agama besar itu
menjadi nyata, hidup dan bercahaya ketika dua orang ini bertemu. Budaya Jawa yang tertanam dalam diri
Jokowi dan nilai-nilai hidup warisan leluhur Ahok yang Tionghoa, menyatu, bertemu, saling melengkapi
dan membentuk mazab dan etos kerja dasyat sebagai pemimpin hebat. Ketika gaya kepemimpinan khas
Jokowi bertemu dengan gaya kepemimpinan sangar Ahok, maka keduanya menjadi klop, sempurna. Sama
sekali kedua gaya itu tidak bertentangan, tetapi pas, tepat, ibarat baut dan mur, saling mengikat. Itulah se-
babnya ketika Jokowi bertemu dengan Ahok, ia merasa lebih hebat, lebih kuat dan lebih sangar. Demikian
juga sebaliknya. Ketika Ahok bertemu dengan Jokowi, jiwa, energi dan aura Ahok semakin bersinar dan
berkilau. Publik sangat jarang melihat Ahok mengkritik pedas Jokowi. Demikian juga sebaliknya Jokowi
sangat jarang mengkritik gaya Ahok memerintah. Karena memang, gaya kepemimpinan Jokowi baik saat
ia DKI-1 maupun setelah menjadi RI-1, sangat pas dan mengena di hati Ahok. Hal yang sama juga dirasa-
kan Jokowi. Sesangar apapun Ahok saat menjadi wakilnya sebagai DKI-2 dan sekarang menjadi DKI-1,
juga pas, tepat dan mengena. Nah inilah hubungan yang luar biasa kedua pemimpin terbaik bangsa saat ini.
Berdasarkan hubungan yang bagai baut dan mur itu, Ahok menjelma menjadi jantung kekuatan Jokowi di
pentas nasional. Jika Ahok dilumpuhkan, maka hilanglah setengah kekuatan Jokowi. Di pentas nasional
dan terutama di DKI, Ahok adalah bamper hebat sekaligus buldozernya Jokowi. Ahok adalah perpanjangan
tangan paling dipercaya Jokowi. Keberadaan Ahok di ibukota, yang jug sangat strategis, adalah keuntungan sangat besar bagi Jokowi. Tanpa Ahok di Jakarta, maka setengah energi Jokowi habis untuk membenahi carut-marut Jakarta.
Jika Jokowi dengan cepat melantik Ahok sebagai Gubernur DKI untuk mengganti dirinya yang telah menjadi Presiden awal tahun 2015, itu karena alasan strategis Jokowi. Jokowi sangat butuh Ahok di
Jakarta. Walaupun mayoritas anggota DPRD-DKI Jakarta tidak menginginkan Ahok sebagai Gubernur,
namun karena dukungan Jokowi, para anggota DPRD itu tidak berkutik. Hak yang sama ketika Ahok digo-
yang dengan hak angket lalu mau dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat, Jokowi lagi-lagi mem-beking Ahok. Ketika BPK dan mungkin juga KPK berkomplotan melakukan kriminalisasi kepada Ahok
terkait kasus Sumber Waras, lagi-lagi Jokowi muncul membela Ahok. Jelas dan amat jelas, tanpa Jokowi, Ahok sudah mungkin terdepak dari DKI-1. Berkat beking penuh Jokowi di tingkat nasional itu, Ahok tanpa ragu “ menghancurkan “ Jakarta. Menghancurkan dalam arti mengubah drastic, merevolusi dan merebut Jakarta dari tangan koruptor, mafia, preman Tanah Abang, Monas, dan Kemayoran. Dia menghancurkan dan merebut Jakarta dari tangan pemukim liar, parkir liar, PKL liar dan perampas tanah negara di Waduk
Pluit, Rio-Rio dan Kampung Pulo. Ahok pun dengan ganas mendesain ulang budaya birokrat Jakarta yang
korup tanpa ampun. Ia memecat, merotasi, mengganti, menstafkan, memecat lagi dan mengangkat kembali
para pejabat di DKI-Jakarta yang tidak bisa bekerja. Mental “ raja “ para pejabat DKI-Jakarta dihancurkan
Ahok dengan lelang jabatan, pemecatan dan aplikasi atmosfir persaingan sengit. Tidak tanggung-tanggung,
dalam upayanya menghancurkan Jakarta dari tangan penjahat, Ahok menampilkan wajah garang dan lonta-
ran-lontaran kasar yang pedas, menyinggung dan menyayat hati.Kata-kata Ahok yang kasar kepada mereka
yang mencuri uang negara luar biasa tajam. Akibatnya, orang-orang Tionghoa yang nota bene suku Ahok,
terusik dan takut. Saking takutnya warga Tionghoa akibat kata-kata kotor Ahok itu, membuat Jaya Suprana,
( pendiri MURI Indonesia ) yang juga berasal dari etnis Tionghoa, ikut-ikutan terusik dan menulis surat ter-
buka kepada Ahok. Menurut Jaya Suprana, kata-kata kasar Ahok itu bisa menyulut kebencian luar biasa su-
ku lain untuk menyerang kembali etnis Tionghoa, etnis Ahok sendiri. Namun Ahok benar-benar berbeda. Ia
tidak peduli keselamatan etnisnya, agamanya, keluarganya dan bahkan dirinya sendiri. Ahok juga terus menghancurkan mental korup para anggota DPRD-DKI-Jakarta dengan program e-budgeting-nya. Perang
heroic Ahok yang melawan semua anggota DPRD semester pertama tahun 2015 yang lalu, telah berhasil
meluluh-lantakan keganasan korupsi anggota DPRD.Berkat beking penuh Jokowi, Ahok pun keluar sebagai
pemenang vs DPRD. Selanjutnya, Ahok tanpa ragu terus menghancurkan Jakarta dari tangan pengemplak
pajak di berbagai perusahaan, pabrik, restoran, hotel, toko, pengembang, transportasi ( baca : Metro Mini ),
tempat-tempat hiburan termasuk yang terahkir Kalijodo. Manusia Jakarta yang korup, liar, tak taat pajak, Charli Chen / IM )
itulah Buktinya perlu Toleransi Positif jangan sampai Merugikan salah satu Pihak, akan sangat Kuat, kapan yah Indonesia mau berubah seperti itu ? atau masih jauh Mimpinya ???