Jaksa: Tuntutan Baasyir Bukan Rekayasa!. Baasyir: Pernyataan Polri Ngawur, Bodoh


JAKSA Penuntut Umum (JPU) untuk terdakwa kasus dugaan terorisme Abu Bakar Baasyir menyesalkan ketidakhadiran terdakwa dalam proses persidangan saat mendengarkan teleconference. Padahal dari keterangan saksi-saksi itu terdakwa dapat melakukan pembelaan.

Dari fakta-fakta persidangan itulah jaksa menyusun tuntutan sehingga bukan rekayasa. Hal ini disampaikan jaksa dalam replik terhadap pledoi Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu. Semestinya panggilan untuk masuk dalam ruang sidang pengadilan yang merupakan ranah panggilan merupakan fakta yuridis yang dapat menguntungkan terdakwa.

“Tim penasihat hukum dan terdakwa sempat meninggalkan persidangan sehingga hal itu justru sangat merugikan kepentingan hukum terdakwa dalam upaya pembelaannya,” kata Ketua Tim JPU Andi M Taufik, saat pembacaan di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/5).

Kendati demikian JPU mengakui bahwa persidangan perkara melalui teleconference tersebut telah direkam secara visual dan audio.

“Adanya rekaman tersebut memudahkan kita untuk menganalisa fakta-fakta. Persidangan yang dituangkan dalam surat tuntutan sehingga analisa fakta yang didapat merupakan fakta hukum dan bukanlah rekayasa apalagi fitnah,” kata Jaksa di hadapan majelis Hakim.

JPU membantah jika pemeriksaan saksi secara jarak jauh melalui teleconfrence dinilai kuasa hukum terdakwa melanggar KUHP. Namun menurut JPU hal itu dilakukan untuk menghindari ancaman yang membahayakan diri atau jiwa para saksi. Menurut JPu itu telah sesuai ketentuan pasal 33 Perpu 1/2002 Jonto UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Lebih lanjut dalam pasal 34 (1) e Perpu No 1/2002 Jo UU 15/2003 jo Pasal 3 butir c PP No 24 / 2003 tentang tata cara perlindungan terhadap saksi, penyidik, penuntut umum dan hakim dalam perkara terorisme, bahwa pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan terdakwa,” papar JPU.

 

Baasyir: Pernyataan Polri Ngawur, Bodoh

ABU Bakar Baasyir, Amir Jamaah Anshorud Tauhid (JAT), menilai pernyataan Polri yang mengkait-kaitkan dirinya dengan aksi bom bunuh diri di dalam Masjid Adz-Dzikro di Markas Polres Kota Cirebon, Jawa Barat, yang dilakukan M Syarif tidak berdasar.

“Itu ngawur, bodoh. Saya nggak kenal Syarif,” kata Ba’asyir sebelum sidang atas dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/5).

Ba’asyir dimintai tanggapan mengenai pernyataan Polri bahwa ia pernah membaiat Syarif di Tasikmalaya tahun 2008. Setelah itu, menurut Polri, Syarif bergabung dengan JAT wilayah Cirebon.

Namun Ba’asyir mengaku tidak tahu apakah Syarif pernah ia baiat atau tidak. Ia juga mengaku tidak tahu apakah Syarif adalah anggota JAT wilayah Cirebon. Ba’asyir hanya mengakui semua calon anggota terlebih dulu dibaiat sebelum bergabung JAT. “Itu ada aturannya di Islam,” kata dia.

Menurut Ba’asyir, jika memang benar Syarif adalah anggota JAT, tindakan meledakkan diri itu adalah tindakan pribadi, bukan atas nama JAT. “Itu pribadi. Saya sudah katakan caranya itu ngebom masjid tidak betul,” kata dia.

Pernyataan Ba’asyir itu berbeda dengan pernyataan tim pengacara. Achmad Michdan, koordinator tim pengacara Ba’asyir mengatakan, tidak ada tradisi baiat dalam JAT. “JAT tidak mengenal sistem ba’iat,” katanya dalam pembelaan atau pledoi atas tuntutan jaksa penuntut umum.

Michdan menambahkan, JAT wilayah Cirebon telah lama dibekukan JAT Pusat di Solo, Jawa Tengah. Namun, tak dijelaskan alasan pembekuan. “Sumber informasi yang diterima Polri sangat memprihatinkan,” kata Michdan.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *