Ibu Shinta Nuriyah (isteri Alm Gus Dur) minta lagu Yueliang Daibiao Wo De Xin, 2010
Tangerang, Sabtu malam 12 Juni , 2010 . Wihara Tjong Tek Bio bersama warga Kampung Cina Benteng merayakan acara kesenian menyambut Pehcun yang jatuh pada Rabu ini. Harmony Chinese Music dari Bandung tampil memeriahkan acara dengan memainkan musik erhu, alat musik gesek klasik dengan batok kelapa dan dua senar.
Di dekat Wihara Tjong Tek Bio, masih ada senimam pembuat erhu (orang Cina Benteng menyebut Tek Hian) mereka membuat dan memainkanya dengan cara yang sangat sederhana seperti saat nenek moyangnya datang mendiami tepian sungai Cisadane ratusan tahun lalu. Musik Tek Hian ini adalah bagian penting dari musik Gambang Kromong yang sangat terkenal di Tangerang. Dengan hadirnya Harmony Chinese Music dari Bandung (yang mahir memaikan erhu dengan lagu-lagu pop) bersama seniman erhu sewan, maka para seniman musik ini bisa saling bertukar ilmu seni musik erhu/Tek Hian.
Hal lain yang sangat menarik diacara tersebut, adalah hadirnya istri almarhum Gusdur. Warga Cina
Benteng benar-benar merasa terharu karena Ibu Shinta Nuriyah yang meski duduk di kursi roda mau meluangkan waktu berkumpul dengan warga miskin yang teracam penggusuran diacara yang diadakan diruang terbuka. Selain berbincang-bincang dengan warga, Ibu Nuriyah juga memberikan kata sambutan yang menyemangati warga agar tetap tabah menghadapi cobaan hidup ini.
Ketika acara musik berlangsung, Ibu Shinta Nuriya meminta dinyanyikan satu lagu yang berjudul “Yueliang Daibiao Wo de xin”. Pak Erik sebagai panitia diacara tersebut mengabarkan bahwa Ibu Nuriyah benar-benar hanyut dalam alunan lagu
tersebut. Lagu yang pernah dipopulerkan oleh Alm Teresa Teng ini telah menjadi lagu abadi, yang bukan saja disukai orang Tionghoa, tapi juga orang Korea, Thailand, India, Amerika dan Indonesia. Dalam bahasa English lagu ini berjudul “The Moon Represents My Heart”.
Dengan meminta lagu ini tampaknya Ibu Shinta Nuriyah hendak menyampaikan pesan bahwa cintanya pada etnis Tionghoa tidak akan pernah luntur, sekalipun terhadap Tionghoa Benteng yang miskin dan melarat dan tinggal di bantaran Sungai Cisadane. Bila Alm Gusdur diakui sebagai pahlawan bagi etnis Tionghoa, maka tiga ratusan ormas yang berbasiskan ketionghoaan di Indonesia tentunya akan meniru Ibu Shinta Nuriyah, yang meski berkursi roda mau datang menghibur warga Kampung Cina Benteng yang miskin dan terancam tergusur tersebut.(IM)