dr.Chen Long Ji # 7 Tamat


Menolak jadi Spionage.

Jauh sebelum Jepang menginvasi ke Indonesia, mereka sudah mempersiapkan orang-orangnya
yang tinggal di Indonesia sebagai agen-agennya. Isteri dr. Chen sebagai orang Jepang yang
tentunya juga aktif dilingkungan club wanita Jepang , tidak luput dari bujukan agar ikut menjadi
agen spionage Jepang. Termasuk pula dr. Chen di minta menjadi agen mata-mata Jepang karena
keahliannya berbahasa Jepang.

Bujukan ini di tepis oleh isteri dr. Chen, kendati tolakan ini
berakibatkan dia disingkirkan dari kelompok club wanita Jepang. Isterinya beralasan bahwa
suaminya hanya sebagai orang yang bisa menggunakan pena , sebagai dokter dan sastrawan.

Kembali ke Indonesia.

Setelah Jepang mengundurkan diri dan Indonesia telah merdeka, maka tahun 1947, ijin kembali
ke Batavia diperoleh, dan mereka kembali bermukim di Indonesia.

Usaha Konstruksi.
Pada tahun 1948 salah seorang puteranya Joseph Chen ingin mencoba usahanya dibidang
konstruksi, oleh karena itu dr. Chen membantunya dengan memasukkan saham mayoritas

dr. Chen bersama isteri ketika manalu

untuk mendirikan PT. Batu Mas yang bergerak dibidang anemer / konstuksi. Kelak usaha ini
berkembang dan bertahan cukup lama sampai puteranya meninggal dan bekas perusahaanya
diteruskan oleh cucunya, Mochtar Jusuf. diplom Ing.

Turut Gembira.
Tahun 1949 Republik Rakyat Tiongkok (RRT) berdiri, ia menulis sebuah syair untuk meluapkan
kegembiraannya.

Syair berbunyi:
„Satu adalah awal, berakhir di sepuluh
Sepuluh ganda membuat semua menjadi hampa
Sepuluh dan satu mentamsilkan adanya pengulangan
Sampai kapanpun tidak akan pernah berakhir”

dr.Chen Longji menjadi salah satu tamu kehormatan yang diterima oleh Perdana Menteri RRT
(Republik Rakyat Tiongkok) Chou Enlai dalam rangka menghadiri Konperensi Asia Afrika di
Bandung pada April 1955. Pada kesempatan itu Chou Enlai mengundang dr.Chen untuk bertemu,
keduanya telah bersilahturahmi dengan akrab, diantara para petinggi dari berbagai negara.

Pindah ke jalan Kartini, Hari-hari yang membahagiakan.
Pada awal tahun 50’an Perusahaan obatnya membeli lahan di Jalan Kartini yang membentang
dari Kartini VII ke Kartini VIII. Tahun 1954 Lahan ini dijadikan komplex (compound) untuk
anggota keluarga dan industri pharmasinya, sekaligus tempat praktek dokternya. Hampir semua
anak-anak dan cucunya serta cicitnya mendiami komplex itu, atau sering datang menginap disana.
dr. Chen selalu menikmati dengan gembira pemandangan cucu dan cicitnya bermain didalam
komplex itu. Gelak tertawa dan kadang suara tangis anak-anak sangat hingar bingar mewarnai
hari menyambut senja. Sungguh sebuah moment yang sangat berharga yang sulit dialami oleh
orang-orang zaman sekarang .

Foto keluarga besar

Pada tahun baru Imlek sanak saudara, cucu, dan cicit berbaris memberi penghormatan dan
menerima angpauw . Perjudian main kartu diantara anggota keluargapun tidak bisa dihindari pada
hari itu.

Hari hari terakhir.

Awal tahun 1961 penyakit kencing manisnya telah parah. Yang memicu fatalnya penyakit adalah,
dalam resepsi keluarga merayakan Ulang Tahun ke-71 dari isterinya di aula pabriknya. Menantu
perempuannya menyuguhkan arak buah leci, ia pingsan ketika tiba dirumah, segera dimasukkan
ke RS Yang Seng Ie, namun jiwanya tidak tertolong, 3 hari kemudian ia meninggal dunia.
Ibarat, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati
meninggalkan nama. Ketika iring-iringan kereta jenazah berangkat ke pemakaman, rombongan
yang ikut mengiringinya sangat panjang, termasuk pejabat dari Kedubes RRT juga hadir
mengucapkan belasungkawa.

dr. Chen Long Ji bertemu dengan PM Chouw En Lai 1955

dr. Chen meninggal pada usia 85 tahun, jenazahnya sesuai permintaannya telah dikremasi, karena
tidak ingin merepotkan keturunannya mengurus makam. Padahal waktu itu masih sedikit orang
Tionghoa yang melaksanakan kremasi jenazah, kecuali orang India dan Jepang.

Anak dan Cucu yang ditinggalkan: Chen Kho Wie (putera sulungnya dari Isteri Pertama) ,
Selanjutnya putera puteri dari Isteri Yamahato Toshi, Chen Men Shiung, Joseph Chen, Chen Kie
Lan, Chen Siauw Cha, dan Chen Chiu San. Serta para cucu, Chen Thay Kong, Chen Thay Tung,
Chen Moy Fong, Dr. David Bintaro, Chen Chin Suk, Chen Fei Suk, Teddy Jusuf, Mochtar Jusuf,

Hanley Jusuf, Phang Ci Ching, Tenny Suzuki, Clara Supangat, Phang Chun Fei, Wurry Supangat.
Frank Gouw, Dick Gouw, Dr.Irawan, dr.Idries, Iskandar Irawan. Maaf daftar ini tidak termasuk
para mantu dan cicit.

Kakak dr. Chen di kampung halaman Mei Xian pernah meminta juru ramal meramalkan nasib
adiknya itu, dan dikatakan akan meninggal pada usia 65 tahun. Benar pada usia itu ia telah
ditawan oleh Belanda dan diasingkan ke Australia.

Namun juru ramal juga mengatakan bahwa karena ia telah banyak membuat kebajikan, maka
usianya telah diperpanjang 20 tahun. Kejadiannya membenarkan hal itu. Ramalan tahun telah
terhenti pada usia 65 tahun, karena ketika itu masa perang dan tidak akan pernah tahu apa yang
akan terjadi pada dirinya (ketika dibawa oleh Belanda).

1947 Ketika kembali ke Indonesia dari Australia, usianya waktu itu 71 tahun dan meninggal pada
tahun 1961 di usia 85 tahun. Suatu ramalan yang jitu, boleh percaya boleh tidak.

dr. Chen Longji telah membuat sebuah buku yang berjusul “Mei Xi Cao Tang Shi Chao”.Dalam
buku kumpulan syair itu kita dapat merasakan apa yang ia rasakan pada waktu itu.

Murid pelukis Liu Haishang, yaitu Ye Taihua juga menerbitkan kumpulan goresan kaligrafi dr.
Chen Longji. Berisi goresan-goresan bagus yang bisa dijadikan contoh bagi yang berlatih menulis
pakai Kuas Mao Bi.

Semoga tulisan ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua yang ingin maju, namun tetap
peduli pada masyarakat luas. Apabila diantara pembaca ada yang masih menyimpan memori
tentang beliau , atau ingin mengoreksi tulisan ini , silahkan layangkan email ke-kami di
editor@indonesiamedia.com, kami akan dengan senang hati menyambutnya.
Wassalam,
Dr.Irawan (Salah seorang cucunya).

Anak Cucu dan Cicit mengantar jenazahnya

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *