OC Kaligis selaku pengacara tersangka kasus suap wisma atlet SEA Games di Palembang, Muhammad Nazaruddin, mengatakan sebaiknya Komisi III DPR untuk menghadirkan alat uji kebohongan (lie detector) dalam sidang Komisi Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jika alat uji kebohongan itu dihadirkan, maka akan diketahui siapa yang sebenarnya berbohong,” kata Kaligis di Jakarta, Sabtu (10/9).
Menurut dia, sebaiknya dihadirkan alat uji kebohongan untuk mengklarifikasi keterangan Nazaruddin dengan Abdullah Hehamahua, Ade Raharja, Johan Budi maupun Busyro Mukodas.
Pernyataan tersebut terkait pemeriksaan Nazaruddin tanggal 8 September 2011 oleh Komisi Etik KPK, dan masing-masing pihak memberikan sanggahan telah berbohong.
Kaligis mengatakan, kedudukan Abdullah sebagai Ketua Komisik Etik KPK tidak dalam kapasitas memberikan penilaian terhadap kebenaran pernyataan dari Nazaruddin.
Namun, ia mengemukakan, pada pemeriksaan tersebut diduga adanya agenda tersembunyi dari Abdullah untuk menyamarkan dan menyelamatkan oknum KPK, khususnya Chandra M. Hamzah dan Ketua KPK, Busyro Mukodas.
Kaligis mengutip kliennya bahwa pada waktu pertama memberikan keterangan dan pertemuan dengan Chandra di rumahnya, Chandra menyangkal, namun Ade Raharja dan juru bicara KPK, Johan Budi membenarkan pernyataan Nazaruddin tersebut, serta kemudian Chandra segera meralat.
Sedangkan, Benny K. Harman, Ketua Komisi III DPR, menurut Kaligis, membenarkan adanya pertemuan di rumah Chandra, dan pertemuan itu adalah untuk membicarakan perkara.
Kaligis mengatakan, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) KPK bahwa tidak dibenarkan adanya pertemuan tersebut, dan atas dasar itu maka Chandra seharusnya dikenakan sanksi kode etik.
“Sikap Abdulah justru melindungi Chandra, yaitu dengan memberikan keterangan pers yang menyatakan Nazaruddin telah berbohong,” katanya.
Abdullah, tambahnya, tidak berani menyebut secara langsung Benny K. Harman berbohong karena masih duduk di Komisi III DPR, dan tentunya khawatir tidak diloloskan dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test)dalam pemilihan Ketua KPK.
Demikian pula Bibit Samad Rianto, menurut dia, mestinya tidak duduk sebagai anggota Komisi Etik karena sebelumnya telah mendapatkan deponering yang berbeda dengan putusan bebas.
Dalam putusan bebas, dia menjelaskan, sebagaimana dalam pasal 199 KUHAP, terhadap terdakwa dikenal pemulihan nama baik, namun dalam deponering tidak ada, sehingga Bibit tidak pantas duduk di Komisi Etik KPK.
Setiap Nazaruddin hendak memberikan keterangan yang benar, Kaligis menilai, maka Abdullah selalu menyangkal keterangan tersebut.
Namun, ia mengemukakan, ketika dalam pemeriksaan itu harus direkam anggota komisi lainnya, Nono Makarim setuju karena ada tujuh saksi lain yang ikut memeriksa, tapi Abdullah memprotes dengan alasan ruang pemeriksaan tidak ada video sehingga melanggar SOP KPK.
“Bagaimana dengan pertemuan Chandra dengan Anas Urbaningrum yang direkam?” kata Kaligis menambahkan
Nazar Mengaku Ada Skenario di Balik Pelariannya
JAKARTA, Â – Tersangka kasus dugaan suap wisma atlet, Muhammad Nazaruddin, mengaku, ada skenario di balik perjalanan buronnya ke sejumlah negara beberapa waktu lalu. Hal itu disampaikan Ketua Komite Etik KPK Abdullah Hehamahua, Kamis (8/9/2011) malam.
Abdullah mengungkapkan hasil pemeriksaan Komite Etik terhadap Nazaruddin yang berlangsung kemarin. Namun, ketika ditanya siapa yang merekayasa pelariannya, Nazaruddin menurut Abdullah, enggan menjawab.
“Direkayasa sama siapa? Dia bilang ‘Ya Bapak tahu lah’. Dia (Nazaruddin) mengaku kembali dari umroh, dia bilang mau dipecat, ‘kenapa saya dipecat? Uang ini uang itu tidak saya terima’, segala macam,” tutur Abdullah menirukan Nazar.
Nazaruddin sempat buron selama hampir tiga bulan. Dia kemudian tertangkap di Cartagena, Kolombia, sebulan yang lalu dan dipulangkan ke Indonesia. Berdasarkan penuturan Nazaruddin kepada Komite Etik, lanjut Abdullah, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu mulanya hanya berobat ke Singapura. Namun, saat akan kembali ke Indonesia, dia dilarang.
“Bahwa dia berangkat ke Singapura itu karena mau berobat, rencana (akan) kembali. Tapi kemudian dia dilarang,” ujar Abdullah.
Nazaruddin, lanjutnya, diskenario agar tidak tidak kembali ke Indonesia. “Sampai akhirnya ke Kolombia. Kemudian dari Kolombia, KPK kerjasma dengan Kepolisian untuk proses pengembalian,” ungkapnya.
Abdullah juga mengatakan, Komite Etik tidak akan percaya seratus persen terhadap ucapan Nazaruddin. Komite akan mengecek pengakuan Nazaruddin itu kepada saksi lain. “Komite Etik belum sempat rapat, mungkin besok, merumuskan tingkat kebohongan Nazaruddin, di cross chek dengan saksi-saksi yang lain baik eksternal (KPK) maupun internal (KPK),” ujar Abdullah.
Selain soal pelariannya, kepada Komite Etik, Nazaruddin juga menyampaikan soal pertemuannya dengan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan mantan Deputi Penindakan KPK, Ade Rahardja.
Nazaruddin mengaku lima kali bertemu Chandra dengan rincian dua kali di rumahnya, dua kali di luar rumah, dan sekali di gedung KPK. Pertemuan itu turut membahas kasus.
Nazaruddin juga mengaku bahwa singkatan nama CDR yang tercatat sebagai penerima dana Grup Permai adalah Chandra M Hamzah. Nazar berencana memberikan uang 100 ribu dollar AS kepada Chandra terkait proyek pengadaan baju hansip dan satpam. Namun uang tersebut tidak jadi diberikan. Saat ditanya Komite soal maksud rencana pemberian uang itu, Nazaruddin enggan menjawab.
Kemarin, Komite Etik memeriksa Nazaruddin. Pemeriksaan tersebut atas dasar insiatif Nazar. Pengacara Nazar bekali-kali menghubungi Komite Etik dan menyampaikan bahwa kliennya siap buka mulut. Padahal sebelumnya mantan anggota DPR itu bersikeras bungkam.
Menurut Abdullah, kepada Komite Etik Nazaruddin mengaku bahwa perubahan sikapnya itu akibat nasihat neneknya yang datang menjenguk saat Idul Fitri. “Nenek saya sudah umur 80 tahun lebih nasihati saya, urusan dunia diselesaikan di dunia,” ucap Abdullah menirukan Nazaruddin.