Briket Kelapa Belum Layak Gantikan Batubara
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 5 April 2023/Indonesia Media – Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) melihat briket arang (dari batok/tempurung kelapa) di berbagai negara di Eropah hanya sebatas untuk pemanas ruangan, sementara di Indonesia, proses penambangan batubara menjadi batubara lagi digunakan untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). “Briket yang kita buat (di Indonesia), batubara jadi batubara lagi, (digunakan) untuk pembangkit tenaga listrik. tidak berubah (karakteristiknya batubara), kalau briket (karakteristik) berubah,” Direktur Eksekutif Aspindo, Bambang Tjahjono mengatakan kepada Redaksi.
Pemanas ruangan dengan briket kelapa biasanya dilengkapi binder, dan tidak bisa masuk lagi untuk power plant (pembangkit listrik), Briket yang diproduksi PT Bukit Asam (PTBA) hanya utk pengganti arang dapur, bukan untuk PLTU. PTBA sudah pernah produksi briket untuk pengganti arang dapur, tapi tidak lagi. Untuk supply batubara ke pabrik, terutama pembangkit listrik, nilai kalori batubara yang menentukan. Selain, briket kelapa untuk pembangkit listrik, biaya produksinya jauh lebih mahal. “Kecuali harga batubara sedang gila-gilaan (sangat mahal), (Briket) no problem. batubara dibuat briket, sehingga tidak kembali semula. Misalkan kalorinya hanya 3000 kkal, kebutuhan 4000 kkal, (briket batubara) kena hujan, kena panas, (karakteristiknya) tidak kembali lagi,” kata Bambang Tjahjono.
Prospek briket kelapa tidak bisa ujuk-ujuk menggantikan batubara. Batok/tempurung kelapa dibakar, tetap mengeluarkan karbon. Sehingga briket kelapa tidak sepenuhnya ramah lingkungan, Kalaupun ramah lingkungan, skala usahanya relatif kecil. Titik panasnya berbeda antara briket arang dengan batubara. Logikanya, kalau briket kelapa prospektif, PLN (Perusahaan Listrik Negara) pasti membeli batok/tempurung kelapa untuk bahan bakunya. Selain, cangkang sawit memang murah, bisa sebagai bahan bakar dan dijadikan arang. Ada juga kemungkinan, cangkang sawit bisa digunakan sebagai campuran biodiesel. Batubara dicampur dengan briket kelapa, sementara pembangkit listrik butuh mass production, dan big scale (skala usaha yang besar). Skala produksi 50 ton/jam masih kategori kecil. Tambang batubara dengan kapasitas produksinya 1 juta ton/tahun, itu juga masih kategori skala kecil. “Kalau tambang besar, produksinya 5 juta – 10 juta per tahun. Kalau 50 ton/jam, dikalikan 6000/tahun, (nilai) baru sekitar 300 ribu ton. itu masih sangat kecil. Apalagi kalau hanya mengandalkan cangkang sawit, jangan bermimpi big scale. Bahannya juga tidak banyak. Kalau dicampur, hanya berapa persen?! Tidak worth it, titik bakarnya beda,” kata Bambang Tjahjono. (sl/IM)