Suasana Kebatinan Kolektor Prangko, Dulu & Sekarang


Suasana Kebatinan Kolektor Prangko, Dulu & Sekarang

dilaporkan: Setiawan Liu

 

Jakarta, 1 April 2023/Indonesia Media – Ibu Linty Sastrodihardjo (78) sejenak merenung sambil membandingkan suasana tahun 1950 – 1960, ketika ia masih kanak-kanak, duduk di bangku SD/SMP di Jakarta dengan suasana seperti sekarang ini, masa ketika semua orang sudah menggunakan teknologi digital. Suasana tahun 1950 – 1960 an, pada saat itu gaya hidup dan hobi seseorang masih jauh dari berbagai perangkat serba elektronik dan teknologi digital. “Jaman dulu, nggak ada internet, YouTube dan lain sebagainya. Maka satu-satunya hobi, (yaitu) koleksi prangko. Kami saling tukar menukar supaya lengkap menjadi satu seri,” kata Linty Sastrodihardjo yang sudah memiliki delapan cucu.

 

 

Baginya, hobi prangko tinggal kenangan walaupun beberapa koleksinya masih disimpan anaknya di lemari. Ia masih ingat, setiap ada prangko baru, segera disimpan di album lengkap dengan kertas kaca (transparan, bening). Prangko baru biasanya dicari dari pen friend (sahabat pena). “Semua upaya untuk mendapat prangko dari luar negeri. Tapi era digital seperti sekarang ini, siapa yang masih berkomunikasi dengan surat menyurat?!,” kata perempuan kelahiran Semarang.

 

Ia masih ingat bagaimana kolektor prangko sejati tahun 1960 an, sangat hati-hati menyimpan. Tangan tidak bisa langsung mengena prangko yang disimpan dan disusun pada album. Salah satunya tokoh filateli Indonesia, yakni almarhum The Thong Pho di Jl. Tiang Bendera, Roa Malaka Jakarta Barat. Koleksi The Thong Po tersimpan pada dua lemari. Begitu telaten dengan koleksinya, sampai ia harus menjaga keutuhan ‘gigi-gigi’ prangko. Kalau kondisi ‘gigi-gigi’ prangkonya sudah rusak, nilainya juga berkurang. “Kalau baru dapat prangko baru, segera direndam di air supaya prangko bisa lepas dari amplop. Lalu kami keringkan, dan satu per satu (prangko) dibungkus dengan kertas kaca sambil check kelengkapan (kondisi) ‘gigi-giginya’. Pak The Thong Po waktu itu sering mengeluarkan koleksinya dari lemari, dan pamer. Kalau sedang beruntung, dia bisa berbagi satu, dua prangko buat kami,” kenang pemilik nama Tionghoa Lin Zhe Xiu.

 

Di tempat berbeda, Prof. DR. Dr. Satyanegara, Sp.Bs (ahli bedah saraf) mulai mengoleksi prangko sejak masih duduk di kelas 4 SD (thn 1949) sampai kelas 6 SD. Lalu kegiatan hobinya berhenti sampai ketika ia pergi ke Jepang untuk studi di fakultas kedokteran Kyushu University (1960-1966), Bedah Saraf Tokyo University (1966 -1972). Ia tiba di Tokyo pada Desember 1958, dan belajar Bahasa Jepang selama 1 tahun, dua bulan. Sehingga rentang waktu 15 tahun, kondisinya vacuum (kegiatan mengoleksi). Ia berangkat ke Jepang thn 1958, dan akhirnya kembali ke Indonesia thn 1972. Lalu hobi mengoleksi dimulai lagi sekitar tahun 1975 sampai sekarang. Pada tahun 1990, ia bersama rombongan pergi ke Jerman. Ia menyaksikan peristiwa sejarah runtuhnya tembok Berlin dan memborong berbagai prangko yang gambarnya berupa Tembok Berlin. “Koleksi prangko saya yang gambarnya Tembok Berlin paling lengkap. Jerman Timur sebagai negara kan selama 40 tahun (1949 – 1989), tapi saya kunjungan ke Jerman Barat dan Jerman Timur saat peristiwa runtuhnya Tembok Berlin,” Satyanegara mengatakan kepada Redaksi.

 

 

Ketika pertama kali mengoleksi prangko, Prof. Satyanegara hanya mampu beli yang harganya murah. Tapi sekarang, harganya menjadi mahal. Perangko yang sudah berusia sekitar 74 thn tersebut sudah berwarna agak kuning kecoklat-coklatan. Tapi koleksi terbarunya, perangko Egypt yang diproduksi thn 1868, 1872, walaupun sudah agak kuning/coklat, tapi gambarnya masih sangat jelas. Perangko Egypt sudah berusia 155 tahun, tapi masih kalah dibanding perangko pertama di dunia yang dibuat di Inggris, thn 1642. Prangko tersebut diberi nama Penny Black, yang berperekat dan pertama di dunia yang digunakan dalam sistem pos umum. “Warna (prangko) hitam. Waktu prangko dengan gambar Ratu Elizabeth 1 (pertama) diproduksi, saya juga dapat (untuk koleksi),” kata Satyanegara.

 

 

 

Lalu ia dapat darimana koleksi terbarunya, prangko Egypt. Ternyata ada Filatelis Indonesia yang mengantar prangko Egypt tersebut. Ia mengaku, sejak sebelum pandemic covid, ia sudah mengurangi kegiatan koleksi. Ia juga mengurangi frekuensi kunjungan ke tempat Filatelis Indonesia. Sejak 3-4 tahun belakangan ini, ia ditawari oleh Filatelis. “Saya terpancing lagi melihat prangko yang aneh-aneh. Ketika pikiran sedang mumet, melihat deretan koleksi prangko, saya fresh lagi,” kata  mantan anggota tim dokter kepresidenan di era Presiden Soeharto. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *