Bogasari Optimis Kesinambungan Program Ketahanan Pangan dengan Sorgum sejak Dicanangkan Dahlan Iskan
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 12 Oktober 2020/Indonesia Media – Perusahaan penggilingan tepung terigu terintegrasi milik swasta nasional Indonesia, Bogasari tetap berada dalam siklus berkesinambungan membangun program ketahanan pangan, dan dukungan terhadap diversifikasi pangan, fungsional untuk kesehatan melalui sorgum. Tanaman sorgum adalah komoditas serealia, satu famili dengan padi dan jagung. Namun keunggulan tanaman sorgum dapat tumbuh baik di lahan sub optimal, tahan kekeringan dan mudah dibudidayakan. Beras dan tepung sorgum sangat potensial mendukung program diversifikasi pangan dan ketahanan pangan. “Penanaman sorgum di Banyuwangi (Jawa Timur), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat) yang dicanangkan pak Dahlan Iskan (Menteri BUMN periode 2011-2014) tidak putus, dan tidak gagal. Penduduk di NTT, NTB, Banyuwangi tidak kekurangan pangan. Tapi memang, hitung-hitungan (penjualan/pembelian sorgum petani) secara keseluruhan (bagian tumbuhan/tanaman) yakni batang, daun, gula, biji. Kalau hitungan menyeluruh, semua pihak terutama petani, pengumpul pasti untung, bisa menutupi biaya operasional. Saya optimis selalu,” staf pendukung untuk sorgum divisi Bogasari Lim Fung mengatakan kepada Redaksi.
Kementerian BUMN sempat jor-joran mengembangkan 200 hektare tanaman sorgum di berbagai desa di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), NTB, Banyuwangi. Pengembangan sorgum di daerah juga upaya pengentasan kemiskinan di daerah perbatasan dan tertinggal yang diprakarsai Dahlan Iskan. Kementerian BUMN juga menggandeng Badan Tenaga Nuklir Nasional menyiapkan sorgum mutan untuk kerjasama dengan pihak lain guna hilirisasi hasil riset. Pengembangan sorgum berkontribusi pada swasembada sumber karbohidrat mengingat sorgum tahan kekeringan. “Jumlah terbanyak (pada sorgum), adalah bagian batang dan daun minimal, bisa mencapai sekitar 40 – 70 ton pada saat itu (Januari 2013 – Desember 2014). Kalau batang dan daun dijadikan pakan ternak, nilainya (harga pokok) relatif lumayan, bisa melebihi HPP (harga pokok produksi) tanam. Biji, gula cair sebagai tambahan penghasilan petani saja. Sehingga, kami optimis sejak periode tersebut (Januari 2013 – 2014), prospek pengembangan sorgum tetap berjalan,” kata alumni Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta.
Sementara itu, pembuat silase dari sorgum Kusmunandar melihat fenomena peternak milenial (kelahiran tahun 1980 hingga 2000-an) berkembang terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. “Potensi peternak milenial besar. Mereka memanfaatkan silase dari sorgum ketimbang rumput (untuk makanan ternak sapi). Kita jangan berpikir ekspor (silase) dulu, tapi kita fokus pada pembangunan industry sorgum, silase di dalam negeri. Kebutuhan dalam negeri sangat besar,” Kusmunandar mengatakan kepada Redaksi di Serpong Banten.
Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) beranggotakan peternak sapi perah, membutuhkan silase 400-500 ton per hari. Walaupun produsen silase seperti dirinya harus memberi sample terlebih dahulu sebelum pembelian. Silase untuk ternak meningkatkan produksi susu sapi perah sampai 2 (dua) liter per ekor. “Kebutuhan sampai ratusan ton, tapi kemampuan supply hanya sekitar 7 – 10 ton per hari. Sehingga kami berharap ICD (Indonesia Cerdas Desa) Forum bisa bergerak cepat di kabupaten Lampung Timur, Pesisir Barat membuka lahan penanaman sorgum, plus infrastrukturnya. Saya sudah buka pasarnya dan menunggu realisasi ICD Forum, terutama hasil panennya (sorgum),” tegas Kusmunandar. (sl/IM)