TEI 2014 Ajang Lestari, Restorasi, Promosi, Konservasi Lingkungan Hidup


The beautiful remains so in ugly surroundings.…” interpretasi atas makna good words tersebut bisa mengarah pada beberapa stan di TEI (Trade Expo Indonesia) 2014 di JIExpo Kemayoran. Stan Startic milik ibu dan anak, yakni Rr. Ernie Hartono dan Vania Santoso menampilkan puluhan produk fashion,hasil daur ulang limbah sak (kantong) semen, bungkus kemasan. Sementara stan CV Nuansa Kayu Bekas (NKB) milik pasangan suami istri (pasutri) Bima Satria Dewa dan Rani Permata Sari juga tidak beda. NKB mendaur ulang limbah kayu, tong kaleng, dan lain sebagainya sampai menjadi produk furniture antik dan unik. Dua-duanya berhasil mengubah orientasi pikiran dan gaya hidup masyarakat yang peduli lingkungan. Selain itu, dua-duanya berhasil membangun ecopreneurship sampai menembus pasar ekspor, dan meningkatkan nation branding. Startic dan NKB tidak melihat sampah atau limbah sebagai bahan yang terbuang, atau sengaja dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia yang nilai ekonominya 0 (nol). Sebaliknya keduanya melihat sampah potensial didaur ulang, disentuh dengan inovasi seni, kreasi sampai bernilai jual tinggi. Keduanya tampil di ajang TEI bukan hanya sebatas meningkatkan ekspor non-migas tetapi membangun kegiatan lestari, restorasi, promosi praktik konservasi. Semua limbah yang terbuang percuma diolah Startic dan NKB sambil memberdayakan masyarakat dan menembus pasar ekspor. The beautiful (produk-produk unik, inovatif) remains so in ugly surroundings (tumpukan sampah, limbah industri).
Ide awalnya, Bima dan Rani sering membaca koran dan semakin prihatin dengan berbagai pemberitaan terkait dengan kerusakan lingkungan. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan bukannya semakin membaik, tetapi terpuruk. Di sisi lain, pasutri sedang membangun usaha furniture dengan memanfaatkan kayu mahoni. “Kami terus dijejali masalah kebakaran hutan dari pemberitaan di media massa. Kami juga semakin sulit mendapat kayu mahoni yang berkualitas bagus,” Rani mengatakan kepada Redaksi (11/10).
Dari kegalauan tersebut, terpikir oleh mereka untuk memanfaatkan steger kayu yang berserakan di beberapa lokasi proyek pembangunan. Mereka juga sering jalan-jalan, sambil berdiskusi memperhatikan lingkungan sekitarnya. “Kami pikir, ada kayu steger berserakan di tengah jalan, kenapa tidak dimanfaatkan saja. Kami juga tidak usah repot-repot lain, potong dan gergaji kayu. Daur ulang kayu steger terus mendorong kami berkreasi.”
Dari ide daur ulang kayu steger, Bima dan Rani terus membangun usaha furniture and handicraft. Proses daur ulang tidak lagi hanya pada pemanfaatan kayu, tapi tong bekas, kaleng krupuk, dan lain sebagainya. Tong-tong tersebut dulunya digunakan untuk penyimpanan oli, minyak sayur, minyak tanah dan lain sebagainya. Pemulung memunguti dan menjual kepada Bima dan Rani. NKB pun sejak tahun 1999 terus berinovasi, sampai akhirnya mempekerjakan sekitar 250 karyawan. Bahkan ada juga sampah yang sebetulnya masih utuh, dan pantas dijual. Misalkan produk mainan anak, patung hiasan dan lain sebagainya yang bisa didaur-ulang dan dimodifikasi. NKB juga berhasil merambah pasar ekspor termasuk Eropah, Australia, Amerika Utara dengan berbagai produk daur ulang. “Kami pernah dapat order dari wholesaler untuk 2.500 unit bangku. Desain (bangku) berupa tong-tong kaleng dengan berbagai bentuk. Tetapi desainnya modifikasi kayu dengan tong yang sengaja dibuat penyok (melekuk, penyek).”
NKB masih mengandalkan dua bahan baku utama untuk daur ulang, yakni kayu dan tong. Komposisinya dari keseluruhan produk, 70 : 30 (kayu : tong). Dari sekian banyak pesanan luar negeri, hampir semuanya adalah pebisnis. Mereka menjual kembali termasuk kepada kolektor seni ataupun home decoration. Selama bisnis berjalan, NKB praktis tidak pernah menghadapi masalah kekurangan bahan baku. Kalaupun ada, tidak mengurangi kapasitas produksi ataupun menolak order importir dari luar negeri. “Cuma agak lama saja (pengiriman). Yang biasanya dua bulan, kami baru bisa kirim sampai enam bulan kemudian. Waktu itu, kami terima order untuk wall decoration. Kami harus desain dengan kayu-kayu ukuran kecil.”
Membangun bisnis daur-ulang selama kurang lebih 15 tahun, Rani mengaku tidak pernah berhenti berkontemplasi. Hal yang paling sering dilakukan, yakni mencari referensi desain dari luar negeri. Misalkan tren desain untuk tahun 2015, Rani dan Bima sudah mendiskusikan beberapa item. Mereka browsing dari internet, dan referensi desainnya tidak terbatas hanya pada kayu dan tong. “Suami saya yang paling banyak punya ide. Misalkan dari referensi, kami dapat ide yang standard desain kotak-kotak meja. Saya yakin bisa. Terus suami saya yang menerjemahkan dalam bentuk kongkrit.”
Selama wawancara, Rani berkilas balik masa ketika ia dan suami memulai proses daur ulang limbah kayu dan tong. Hal yang paling kentara dan sering terjadi, mereka menemukan sesuatu di tengah jalan. Sesuatu tersebut, akhirnya menggugah hati dan semangatnya. “Di tengah jalan, kami pernah melihat seng bekas. Kami daur ulang seng tersebut sampai menjadi unsur wall decoration. Kami cat dulu sebelumnya dengan warna yang atraktif, dan modifikasi dengan kayu.”
NKB membuka stan di hall A TEI 2015 di JIExpo Kemayoran (8/10 – 12/10). Pengunjung yang melewati stan NKB, akhirnya tertuju pada desain bangku hasil daur ulang tong. Sementara alas duduknya dengan menggunakan kayu jenis mahoni. Ada juga desain bangku yang alas duduknya seperti sadel sepeda. Empat unit bangku tersebut mengelilingi meja bundar, hasil daur ulang limbah kayu. Setelah menelusuri satu-satu, mata pengunjung tertuju pada perahu jukung khas nelayan tradisional. Perahu tersebut sempat ditambatkan begitu saja oleh salah seorang nelayan di Situbondo (Jawa Timur). Lalu Rani dan Bima terpikir untuk mendaur ulang menjadi lemari dengan beberapa susunan (rak). “Banyak kayu bekas dari perahu, industri, rumah. Saya beli perahunya mereka (nelayan) ganti dengan perahu berbahan fiber. Akhirnya terpikir oleh saya ‘(nelayan) bisa beli lagi nggak ya perahunya?’. Karena perahu Jukung juga sering diincar pembeli luar negeri.”
Sementara Vania Santoso (22), anak muda yang terus berinovasi untuk pengubahan positip atas lingkungan hidup. Vania, kelahiran Surabaya bergerak dari seorang aktivis lingkungan menjadi eco-entrepreneur (wiraswasta lingkungan). Baginya, belajar keterampilan dan menjual produk yang ramah lingkungan adalah bagian dari upaya melindungi planet Bumi. Produk Vania yang ditampilkan pada ajang TEI (Trade Expo Indonesia) 2014 adalah produk fashion. “Kami mengolah sampah, mendaur-ulang sampai menjadi produk fashion bernilai jual,” Vania mengatakan kepada Redaksi (10/10).
Beberapa produknya seperti tas, dompet yang digelar di salah satu stan TEI 2014, berasal dari sak (kantong) semen. Penampilan, terutama kaum hawa terlihat semakin modis dan cantik dengan tas-tas jinjing. Bahkan produk milik Vania tidak kalah dibanding tas-tas lain yang branded di berbagai pertokoan dan mal mewah di Jakarta. Selain itu, Vania juga memanfaatkan berbagai bungkus kemasan yang bagi sebagian besar orang, tidak lebih dari sampah. Tetapi di tangan Vania, dengan sekitar 10 orang rekannya berhasil mendaur-ulang bungkus ‘sampah’ kemasan menjadi produk fashion. Vania memberi pelatihan kepada ibu-ibu kelas menengah ke bawah di beberapa kota di Jawa Timur. Awalnya, tidak terpikirkan oleh mereka, bahwa sampah tidak selalu identik dengan buangan atau limbah. Sebaliknya, mereka sudah mengolah sak semen, bungkus-bungkus makanan instan menjadi produk fashion. “Kami memberdayakan belasan ibu-ibu rumah tangga di Sidoarjo, Surabaya untuk belajar berwirausaha dan berorientasi pada lingkungan hidup. Kami sudah kerjasama dengan bank sampah. Sehingga warga penduduk di sekitar lokasi menjadi berdaya, baik untuk penghasilan ataupun kesadaran terhadap lingkungan hidup.”
Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *