Sebelum Perpecahan, ASITA Paling Tajir di Dunia 1980- 2000-an


Sebelum Perpecahan, ASITA Paling Tajir di Dunia 1980- 2000-an

dilaporkan: Liu Setiawan

Jakarta, 15 Mei 2024/Indonesia Media – Asosiasi perusahaan perjalanan wisata Indonesia atau ASITA sempat dinobatkan sebagai asosiasi paling tajir se-dunia, minimal di kawasan Asia Tenggara pada tahun 1980 – 2000-an mengingat berbagai program kerjanya berdaya saing global termasuk prinsip penting berbisnis dan pengaturan keuangan para anggotanya. Program Plan Save Five (PSF) yang pernah efektif berjalan, salah satunya yang meningkatkan citra pariwisata Indonesia dan menjaga kepentingan sesame anggota ASITA. “Sekarang, saya lihat ada perpecahan pada kepengurusan ASITA, saya sedih. Saya sempat menjadi wakil ketua umum waktu Menteri pariwisatanya masih dijabat alm. Joop Ave tahun 1993 – 1998,” Nurdin Purnomo, Wakil Ketua DPP ASITA, 1992-2000 mengatakan kepada Redaksi.

 

Kisruh ASITA  terus bergulir, sehingga kepengurusan kembar pada tubuh organisasi ini memicu polemik di antara keduanya. saat ada beberapa event di Indonesia, terutama di Jakarta, salah satu pengurus ASITA sempat minta klarifikasi terlebih dahulu untuk kepastian undangan/kehadiran. Misalkan ketika Liaison Officer (LO) delegasi Pemerintah Provinsi Guizhou, Tiongkok menyampaikan undangan untuk menghadiri symposium di Jakarta, salah satu pengurus ASITA sempat meminta konfirmasi dulu. “Maaf, apakah Bapak sempat mengundang ‘mereka’ (pengurus lain) dalam acara symposium tersebut?. Karena saya bekerja pada DPP ASITA dengan ketua umum Bp. Artha Hanif.”. merespons hal tersebut, Nurdin Purnomo mengaku prihatin. “Saya sedih melihat perpecahan. Waktu saya masih aktif sebagai wakil ketua, ASITA sempat menjadi asosiasi number one di dunia, dengan kinerja yang sangat baik. Karena itu, Joop Ave menilai ASITA keren, bisa meningkatkan kinerja laba terbesar. Laba diperoleh berbagai perusahaan perjalanan wisata/travel biro yang notabene anggota ASITA,” kata Nurdin Purnomo di sela Simposium Kerja Sama Ekonomi, Perdagangan, Kebudayaan & Pariwisata antara China dan Indonesia di Hotel JW Marriott, Jakarta.

 

Bahkan ASITA tidak segan-segan memanggil duta besar negara sahabat di Indonesia ketika ada kesulitan pengurusan visa untuk kunjungan ke luar negeri. Beberapa duta besar, termasuk dari Australia akhirnya mau duduk bersama untuk cari solusi termasuk pengurusan visa. Selain ASITA sempat meluncurkan program Plan Save Five (PSF) untuk menyelaraskan prinsip berbisnis ASITA dan pengaturan keuangan. “kalau ada 1 juta dollar (transaksi tiket maskapai penerbangan) selama dua tahun, kami bisa mengumpulkan 200 ribu USD. Kami (anggota ASITA) jual tiket, sampai mencapai 100 juta USD. Kami luncurkan PSF karena waktu itu banyak persaingan penjualan tiket antara airline,” kata Nurdin.

Prinsip bisnis ASITA dengan pengaturan keuangan, dengan skema 9 persen komisi yang diterima semua travel bureau (perusahaan perjalanan). ASITA wanti-wanti agar perusahaan travel tidak obral penjualan tiket, sebaliknya harus simpan 5 persen untuk tabungan. Selama dua tahun, tabungan dari penyisihan 5 persen baru boleh cair. Dari nilai 9 persen komisi yang diberikan maskapai penerbangan (airline), perusahaan hanya menyisihkan 5 persen sebagai tabungan. “Dua tahun cair. Tabungan tidak disimpan pada account orang lain, tapi disimpan di account sendiri. Selama dua tahun, dana terakumulasi, bunganya disumbangkan kepada ASITA. Dengan bunga bank sebesar itu, berarti ASITA punya dana, bahkan terkaya di dunia,” kata Nurdin Purnomo. (LS/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *