JAKARTA – Penurunan tingkat suku bunga alias BI Rate oleh Bank Indonesia (BI) dinilai akan berdampak pada tertekannya rupiah pada jangka menengah. Sertaimported inflation akan kembali naik.
Analis Pasar Modal Nico Omer menjelaskan, terus tertekannya rupiah ini juga membuat perusahaan yang memiliki pinjaman dalam USD merugi. Di mana mereka akan menderita forex losses atau rugi kurs.
“Saya merasa BI menembak pelurunya pada saat pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih 6,5 persen. Tindakan ini memang bisa backfire, di mana rupiah berpeluang tertekan dalam jangka menengah dan imported inflation kembali naik. Apabila rupiah melemah, perusahaan yang memiliki pinjaman dalam USD akan menderita forex losses,” jelas Nico melalui pesan singkatnya kepada okezone, Sabtu (12/11/2011).
Dia juga mengatakan bila bank sentral mengambil risiko karena rupiah bisa kembali tertekan seiring dengan imbal hasil yang turun dari setiap capital inflow yang masuk ke Indonesia akibat dari turunnya tingkat suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) tersebut.
“Modal selalu mencari return yang paling tinggi, jadi wajar Indonesia menikmati capital inflow yang cukup deras karena pertumbuhan ekonomi sangat bagus,” jelasnya.
Menurutnya, mata uang yang kuat akan menguntungkan masyarakat karena daya belinya akan naik sehingga inflasi akan terkendali.
“Dengan menurunkan suku bunga sebesar 50 bps, BI mengambil risiko karena rupiah bisa kembali tertekan seiring dengan imbal hasil yang turun untuknya,” tutupnya.