Rekayasa Kasus Nazaruddin, Antasari, dan Bank Century + Nazaruddin Siap “Sampyuh”?


Perlu dibentuk KPK Watch

Waspadai Pengalihan Isu Kasus Nazaruddin!

Kasus Nazaruddin merupakan kasus istimewa yang bisa mengungkap perilaku dan korupsi yang
sistematis di kalangan petinggi partai dan negara. Karena itu, seluruh rakyat Indonesia perlu
waspada dan terus mengawal kasus ini sampai tuntas, agar tidak “masuk angin” sebagaimana
kasus-kasus serupa lain sebelumnya.

Demikian benang merah dalam diskusi perubahan bertema Rekayasa Kasus Nazaruddin,
Antasari, dan Bank Century yang diselenggarakan Rumah Perubahan 2.0, Kompleks Duta Merlin
Blok C-17, Jl. Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (23/08). Diskusi menghadirkan anggota DPR
dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo, pengamat politik Boni Hargens, dan Direktur Setara
Institute Hendardi.

Menurut Hendardi, sudah bisa dipastikan banyak pihak yang berkepentingan dengan kasus
Nazaruddin. Mereka adalah petinggi Partai Demorkat, anggota Badan Anggaran DPR, dan
petinggi KPK yang namanya disebut-sebut Nazaruddin selama dalam pelariannya terlibat dalam
berbagai kasus korupsi. Untuk itu, segala upaya dilakukan, termasuk menutup isu kasus dengan
meniupkan isu-isu baru.

“Kita melihat ada upaya kalangan tertentu untuk mengalihkan kasus Nazaruddin dengan
isu-isu lain. Di antaranya, pengalihan tuduhan Nazaruddin pada kasus-kasus korupsi di luar
Wisma Atlet di Palembang serta tiba-tiba ditetapkannya Nunun Nurbaiti sebagai tersangka.
Jika “nyanyian” bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu sampai benar-benar terbukti di
pengadilan, maka nama-nama yang disebut itu pasti akan ikut tergulung,” papar Hendardi.

Korupsi politik

Boni sepakat dengan Hendardi tentang adanya upaya mengalihkan kasus Nazaruddin ke isu
lain. Karenanya dia dan kawan-kawan segera membentuk Komisi Nazaruddin. Komisi ini bukan
untuk melindungi kesalahan-kesalahan Nazaruddin atau hanya mempersoalkan berapa banyak
uang negara yang dirampok. Komisi Nazaruddin dibentuk untuk mengungkap modus dan
sistem korupsi politik yang selama ini berlangsung.

“Kalau kita pelajari korupsi di Asia, ada kesamaan modus, yaitu korupsi politik. Para pelaku
konvensional korupsi politik melibatkan pengurus dan elit partai serta pengusaha. Dengan

demikian, sangat mustahil bila korupsi yang dilakukan Nazarudin tidak melibatkan para elit
Partai Demokrat, termasuk Ketua Dewan Pembina,” ungkap Boni.

Sehubungan dengan itu, Boni yang juga aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini meyakini
adanya deal khusus seputar bungkamnya Nazaruddin. Hal ini secara tersirat tergambar dalam
surat Nazaruddin kepada SBY, yang minta agar istri dan keluarganya tidak diganggu.

Anehnya, lanjut dia, SBY justru cepat membalas surat tersebut. Padahal, tidak satu pun dari
192 surat yang tiap minggu dikirimkan keluarga korban Semanggi kepada SBY dibalas. Ini
menyebabkan beredar isu, bahwa SBY pun ingin memperingatkan Nazaruddin, agar dia tidak
menganggu istri dan keluarga presiden dalam pengakuanya di pengadilan kelak. Maklum,
dalam pelariannya Nazaruddin antara lain menyebut-nyebut nama Edhie Baskoro Yudhoyono
(Ibas) sebagai salah satu penerima uang korupsi wisma atlet.

Bentuk KPK Watch

Bambang sependapat dengan para pembicara lain tentang perlunya pengawasan khusus
terhadap kasus Nazaruddin. Belajar dari beberapa kasus sebelumnya, seperti Bank Century,
manipulasi surat MK yang melibatkan petinggi Partai Demokrat Andi Nurpati, dan rekayasa
Antasari, KPK seperti gagap dalam menyelesaikannya.

“Tapi saya kurang setuju jika dibentuk suatu komisi khusus untuk mengawal kasus Nazaruddin.
Pasalnya, Nazaruddin bukanlah satu-satunya kasus korupsi politik di negeri ini. Nanti akan
terlalu banyak komisi lain yang harus dibentuk. Lebih baik kita bentuk semacam KPK Watch
untuk mengawasi KPK kinerja dalam menyelesaikan kasus-kasus yang ditanganinya. Semacam
Police Wacth pada kepolisian kita,” kata Bambang.

Menurut dia, tidak ada hal yang sulit bagi KPK untuk menuntaskan kasus Nazaruddin. Bahkan
kasus ini bisa jadi momentum untuk menggulirkan perubahan yang dikehendaki rakyat. Kita
tinggal menyatukan puzzle-puzzel kasus yang ada. Kasus bank Century, manipulasi surat MK
yang melibatkan petinggi Partai Demokrat Andi Nurpati, dan rekayasa Antasari sudah lebih dari
cukup sebagai alasan menuntut terjadinya perubahan segera.

 

Nazaruddin Siap “Sampyuh”?

SURABAYA, – Staf pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga, Surabaya, Suko Widodo, menduga kondisi psikologis mantan Bendara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kini sangat tertekan. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi harus memulihkan kondisi psikis Nazaruddin agar dia bisa memberikan keterangan tentang kasusnya secara benar dan terbuka.

“Dari orang yang punya posisi penting, terpandang di lingkungannya, tiba-tiba jatuh secara dahsyat, pasti membuat Nazaruddin tak nyaman dan tertekan. Diperlakukan layaknya teroris. Apalagi, dia juga dicekam rasa takut akan dibunuh, takut keluarganya dinistakan,” kata Suko di Surabaya, Rabu (24/8/2011) pagi.

Jika kondisi psikologisnya dipulihkan, sangat mungkin dia akan mau membuka kasusnya. Suko menangkap pesan tersirat surat Nazaruddin kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, irinya tidak mau pasang badan terhadap kasus korupsi yang melibatkannya. “Malah dia siap melakukan politiksampyuh (hancur bersama) atau tiji tibeh (mati siji mati kabeh). Jadi, surat itu guyon parikena (seolah bercanda tetapi isinya mengena),” kata Suko.

Menurut dia, secara kultural Nazaruddin tidak memiliki jaringan internasional. Dengan demikian, tidak ada yang harus dibela dengan cara pasang badan.

“Untuk itu, KPK jangan malah ikut menghancurkan psikisnya. KPK harus mengorangkan dia. Seyogianya mengabulkan permintaan dia untuk ditahan di LP Cipinang. Mungkin dia tertekan di dalam Rutan Brimob, Kelapa Dua, Depok. Kalau perlu, KPK juga menjamin keselamatan anaknya,” ungkap Suko.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *