Perjalanan Museum, worth it dan instagramable 


Perjalanan Museum, worth it dan instagramable 

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 16 Juli 2022/Indonesia Media – Jika bukan mahasiswa jurusan sejarah atau berprofesi sebagai sejarawan, jarang ataupun tidak akan pernah orang awam dan anak-anak muda meluangkan waktu pergi ke museum. Kendatipun museum juga mengoleksi berbagai items kesenian, tetapi masyarakat awam belum tentu tergerak untuk mengunjungi museum. Sampai sejauh mana museum bisa worth it untuk dikunjungi?. Menurut coordinator teknis Museum Sumpah Pemuda Dwi Nurdadi, kegiatan di sekolah terutama untuk pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial, Sejarah dan PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sangat berpengaruh terhadap minat kunjungan. “(minat kunjungan ke museum) berkaitan dengan tugas mata pelajaran sejarah, PPKN (SMP, SMU). Banyak guru menugaskan murid untuk bikin video, karya tulis,” Dwi Nurdadi mengatakan kepada Redaksi.

Sebelum pandemic covid, hampir setiap minggu ada kunjungan anak-anak sekolah ke Museum Sumpah Pemuda di Jl. Kramat Raya No. 106. Setelah pandemic, Museum praktis baru buka kembali sekitar tiga bulan yang lalu. Selama dua tahun, tepatnya Maret 2020 sampai April 2022, Museum di lock down. Sekaligus, gedung tua Museum juga direvitalisasi. Beberapa ruangan direnovasi serta penambahan fasilitas untuk menambah kenyamanan pengunjung. “Kalau museum lain, buka tutup. Kalau Museum Sumpah Pemuda full tutup. Waktu covid, pegawai masuk hanya satu kali seminggu. Sekarang ini, sudah ada kunjungan murid-murid sekolah SMP untuk bikin karya tulis sederhana, video. Tapi (jumlah pengunjung) masih sedikit. Kalau kunjungan SD, pasti didampingi orang tua dan guru,” kata Dwi.

Di sisi lain, Museum Sumpah Pemuda beberapa hari ini mulai dilirik masyarakat awam, terutama netizen Museum Pustaka Peranakan Tionghoa (MPPT). Netizen adalah orang yang menggunakan internet untuk menyuarakan aspirasi dan memberikan dampak pada perubahan sosial. Netizen di group public facebook MPPT antusias dengan diorama di Museum Sumpah Pemuda. Diorama mengenai peran 1928, Sie Kong Lian sebagai pemilik rumah (sekarang, Museum Sumpah Pemuda Jl. Kramat Raya 106 Jakpus). Sebagaimana keluarga Sie Kong Lian menghibahkan asset rumah kepada Kementerian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Karena statusnya hibah, biaya Rp 0 (nol rupiah) untuk pengalihan hak atas tanah dan bangunan gedung Museum. Seperti pengakuan salah seorang netizen, bahwa ia bersama anaknya mulai tertarik berkunjung ke museum karena fasilitasnya yang baru. “Bagus sekali museum ini, full AC. Disebelahnya ada resto cepat saji. Saya bawa anak-anak, bisa jajan di sebelah. Anak-anak mau diajak ke museum,” kata Budi Rachmat, seorang netizen MPPT.

Kendatipun lokasi Museum Sumpah Pemuda dengan kondisi lalu lintas padat merayap, asap knalpot, suara bising klakson, kendaraan saling salip, tapi masyarakat sudah mulai berpaling. Perawatan koleksi Museum dulunya sempat bermasalah karena debu dan asap jalanan. Tapi secara perlahan, Kementerian melalui Ditjen Kebudayaan menata gedung dan menambah berbagai fasilitas. “Semua ruangan sekarang tertutup, ada AC (pendingin ruangan). Kecuali cat, yang sering memudar, kusam. Setiap tahun, ada perawatan besar rutin. Museum kami sudah menjadi incaran anak-anak muda karena instagramable,” kata Dwi. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *