Museum Peranakan Tionghoa berkenan terima literatur ex UDN untuk koleksi pustaka


Museum Peranakan Tionghoa berkenan terima literatur ex UDN untuk koleksi pustaka

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 7 Juni 2022/Indonesia Media – Pemilik Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, Azmi Abubakar mengaku senang dengan antusiasme masyarakat untuk urun rembuk penambahan koleksi termasuk pustaka, literature dan lain sebagainya. “Kami focus mengumpulkan pustaka, pustaka kan literature. Isinya museum, segala hal tercetak, baik buku, majalah, dokumen, ada juga foto-foto,” Azmi Abubakar mengatakan kepada Redaksi.

 

Beberapa hari ini, mantan karyawan koran berbahasa mandarin, The Universal Daily News/UDN atau Sejie Ribao yang pernah terbit dan beredar di Indonesia sempat temui Azmi Abubakar. UDN terbit sekitar tujuh tahun, 2001 – 2007. Tetapi karena satu dan lain hal, akhirnya investornya asal Taiwan menutup operasional. Kendatipun demikian, beberapa mantan karyawannya masih tetap menjalin hubungan persahabatan serta komunikasi. Mantan karyawan tersebut sudah mengumpulkan literatur ex koran mandarin UDN serta narasinya.

 

Menurut Azmi, koleksi pustaka dan literature koran berbahasa mandarin yang terbit tahun 1960 an, hampir tidak ada. “Tidak banyak terkoleksi. Tapi museum kami jangan dianggap, (koleksinya) banyak koran mandarin. Koleksi pustaka di Museum lebih banyak bertuliskan bahasa Melayu,” tegas Azmi Abubakar.

 

Tionghoa di Indonesia sebetulnya yang memelopori, merintis pustaka berbahasa Melayu. Bahkan buku-buku cerita silat lama juga berbahasa Melayu. Peranakan Tionghoa di Indonesia relative sedikit yang bisa berbahasa mandarin. “Tapi saya tertarik dengan upaya mencari serta mengumpulkan hardcopy koran UDN yang lama. Saya juga mau tahu (mantan karyawan) bisa dapat dari mana,” kata Azmi Abubakar.

 

Sementara itu, karyawan UDN meyakini bahwa tahun 2001 merupakan tonggak sejarah industri media massa (berbahasa mandarin) di Indonesia. Karena tahun tersebut, UDN terbit dan beredar menyasar orang-orang Tionghoa dan expatriate yang bisa berbahasa mandarin. Kondisi eforia juga, karena Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (presiden ke 4 Republik Indonesia; 1999 – 2001) mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dulunya membatasi perkembangan agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina termasuk media berbahasa mandarin. dengan demikian, UDN merupakan salah satu artefak sejarah yang kiranya bisa untuk menambah koleksi, khususnya literatur Museum Peranakan Tionghoa. “Sehingga saya masih sangat antusias dan berharap dari teman-teman agar bisa menyumbang ‘sisa-sisa’ peninggalan UDN. mungkin, dari berbagai artefak UDN, saya bisa mengelola sedemikian rupa, sehingga bermanfaat utk masyarakat Indonesia, termasuk komunitas Tionghoa,” kata mantan karyawan tersebut. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *