Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar mengusulkan, agar dalam revisi UU No 30/2002 tentang KPK posisi penyidik KPK yang berasal dari Kejaksaan dan Kepolisian harus independen dan bisa melepaskan diri dari kelembagaan asalnya.
“Kalau mau direvisi UU-nya, yang revisi bagiannya penyidik jaksa dan polisi, dia bekerja harus diputus dari lembaga asalnya,” katanya, kepada SP, di Jakarta, Senin (1/8).
Zainal berpendapat, KPK merupakan lembaga yang kurang kredibel karena para penyidiknya tidak bekerja secara independen.
Untuk itu, Zainal mengusulkan, agar dibangun pengawasan terhadap kinerja lembaga KPK, yang tentunya tidak melibatkan unsur-unsur politik. “Kalau membangun pengawasan, jangan melibatkan politik, misalnya DPR. Jangan lebih kuat melibatkan unsur politik bisa jadi kacau,” katanya.
Menurutnya, wacana pembentukan lembaga independen pemantau kinerja KPK bergulir lantaran ada dugaan kinerja KPK menurun. Namun, Zaenal menegaskan, KPK jangan dibubarkan. “Ya orang-orang KPK mesti diisi orang yang lebih berkualitas,” katanya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edi menyatakan, lembaga pengawasan independen untuk memantau kinerja KPK bisa saja diwacanakan. Namun, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat mesti dilibatkan. “Tidak mesti orang-orang yang masuk dalam lembaga pengawas KPK dari DPR. Namun, DPR bisa saja menunjuk beberapa orang yang kredibel untuk memantau kinerja KPK. Misalnya, dari kalangan akademisi dan pegiat hukum,” katanya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Usman Hamid menyatakan, 17 nama calon KPK yang lolos seleksi dianggap minim prestasi. “Rekam jejak mereka biasa-biasa, tak ada prestasi menonjol,” katanya.
Usman berpendapat, hanya ada dua nama yang memiliki rekam jejak lebih bagus dari yang lain. Dua nama itu, sebutnya, adalah Bambang Widjojanto dari unsur akademisi dan Aryanto Sutadi dari unsur kepolisian. Selebihnya, kata Usman, belum ada prestasi menonjol yang bisa disumbangkan di instansi mereka ataupun negara
“Saya Awalnya Tak Percaya KPK Bertemu Nazar”
“Kalau tak ada pengakuan dari KPK, saya tidak akan percaya ucapan Nazar,” kata Marzuki.
Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, ia tak mungkin mengkritik KPK apabila hal itu tidak diperlukan. Namun, kenyataannya KPK memang perlu dikritik karena pimpinannya jelas-jelas mengakui telah bertemu dengan Nazaruddin yang kini buron dan menjadi tersangka kasus suap.
“Kalau tidak ada pengakuan dari KPK, saya tidak akan percaya ucapan Nazar. Tapi nyatanya pengakuan itu keluar sendiri dari KPK,” kata Marzuki saat berbincang dengan VIVAnews, Senin 1 Agustus 2011. Sebelumnya, Nazaruddin menyebut Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja pernah bertemu dengan dirinya.
Chandra telah membantah tuduhan tersebut, namun Ade mengaku pernah bertemu Nazaruddin dua kali — salah satunya didampingi oleh Juru Bicara KPK Johan Budi. Chandra, Ade, dan Johan saat ini gugur dalam seleksi kepemimpinan KPK periode mendatang. KPK kini telah membentuk Komite Etik untuk menyelidiki benar atau tidaknya tudingan Nazaruddin.
Ade menyatakan bertemu Nazaruddin pada bulan Januari 2010. “Kami kenalan, ngobrol-ngobrol. Setelah itu Nazaruddin menyinggung masalah-masalah yang berkaitan dengan mantan Sekjen Depkes Syafii Ahmad. Saya jawab itu tidak bisa. Semua sudah dalam tahapan dan tidak bisa diintervensi,” kata Ade. Ia menjelaskan, bukan cuma satu kasus yang disinggung Nazaruddin. Pada pertemuan kedua, Nazaruddin menyebut kasus home solar system di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pengakuan Ade itulah yang menurut Marzuki, membuat kecewa terhadap KPK. “KPK itu telah mengincar Nazaruddin sejak tahun 2008 karena kasusnya banyak, tidak hanya yang terakhir soal suap Wisma Atlet. Tapi kalau KPK mengincar dia sejak 2008, kenapa masih bertemu dengan dia di tahun 2010?” ujarnya.
Marzuki lantas mengimbau sejumlah pimpinan KPK yang terkena tudingan Nazaruddin untuk mundur dan nonaktif dulu sementara waktu dari jabatan mereka, guna diperiksa Komite Etik KPK. “Saya tidak menuduh mereka. Saya hanya minta mereka nonaktif dulu,” tegas Marzuki.
Ia pun menegaskan, dirinya tidak bermaksud mewacanakan pembubaran KPK. “Siapa yang suruh bubarkan KPK? Saya tidak suruh seperti itu. Saya katakan, kalau Panitia Seleksi Pimpinan KPK tidak menemukan calon pimpinan KPK yang kredibel, maka tidak usah dipaksakan, karena jika dipaksakan, maka hasilnya tidak akan baik. Saya hanya tak ingin KPK dipegang orang yang bermasalah,” kata dia.
Nazar: KPK Jangan Diisi Mafia Berbaju Dewa
Dirinya hanya ingin meluruskan peristiwa yang juga pernah dia alami.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra M Hamzah, gagal lolos seleksi pimpinan KPK untuk periode berikutnya. Selain Chandra, Juru Bicara KPK Johan Budi, dan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja juga gagal.
Sejumlah pihak menilai kegagalan Chandra Hamzah cs itu banyak disebabkan oleh ‘nyanyian’ dari Muhammad Nazaruddin –mantan Bendahara Partai Demokrat yang juga adalah tersangka suap wisma atlet yang kini buron. Dari tempat persembunyiannya, Nazaruddin mengungkapkan Ade, Chandra, dan Johan pernah menemuinya.
Nazaruddin kembali angkat bicara dari persembunyiannya. Menurut dia, dirinya hanya ingin meluruskan peristiwa yang juga pernah dia alami. “Saya hanya meluruskan, jangan orang seperti Chandra dikasih baju setengah dewa. Bisa hancur negara kita,” kata Nazaruddin dalam pesan BlackBerry Messenger yang diterimaVIVAnews.com.
Nazar berdalih, dirinya juga tidak mau disebut sebagai penghancur KPK. Menurut dia, saat ini KPK juga digunakan untuk kepentingan pribadi dan politik.
“Dengan kewenangan yang setengah dewa, saya rasa KPK adalah hal yang paling menakutkan kalau dihuni sama mafia dan koruptor berbaju dewa,” ujarnya.
Nazar pun meminta agar penegak hukum juga menelusuri harta para pimpinan KPK dan para bawahannya. Kalau perlu dengan menggunakan pembuktian terbalik. “Ini seperti yang dilakukan KPK memaksa orang berbuat kesaksian,” ujarnya.
Nazaruddin pun kembali mengungkapkan ada deal antara KPK dan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Sehingga, Anas hingga kini tidak juga diperiksa oleh KPK. “Padahal semua bukti sudah kuat,” ujarnya.
Ade Rahardja sudah mengakui mengenai dua pertemuan itu. Bahkan Ade juga mengakui dalam pertemuan itu Nazaruddin meminta ada kasus yang diamankan. Namun, Ade membantah ada deal soal uang. “Tidak ada, terima kasih,” kata Ade Rahardja saat dihubungi VIVAnews.com. Bahkan, lanjut Ade, Nazar juga berulang kali mengirimkanancaman kepada dirinya.
Penyidik Rony Samtana pun membenarkan ikut dalam pertemuan kedua yang digelar usai lebaran 2010. Namun, dia membantah ada deal soal uang. “Seingat saya, dia minta salah satu kasus yang sedang dilidik saat itu saya lupa apa, untuk dihentikan. Tapi, Pak Ade bilang tidak bisa karena sistemnya sudah ada di KPK. Biar sistem saja yang berjalan. Kalau tawaran uang sih seingat saya tidak ada,” kata Rony saat dikonfirmasi VIVAnews.com
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, juga membenarkan pernah diajak Ade Rahardja bertemu dengan legislator. “Saya ingat-ingat kembali, Januari 2010, saya nggakingat. Saya sampaikan bahwa saya memang pernah diajak Pak Ade menemui anggota DPR, cuma nggak disebut siapa namanya untuk urusan apa,” cerita Johan.
“Waktu itu malam-malam Pak Ade ketemu anggota DPR, ada dua orang, saya tidak ingat Nazar apa bukan. Tapi saya pernah diajak sekali, kata Pak Ade, biar tidak ada fitnah, saya sebagai saksinya bahwa itu tidak ada hal yang bernuansa fitnah,” ujarnya.
Chandra Hamzah juga sudah menepis tuduhan Nazaruddin mengenai menerima suapdalam kasus pengadaan seragam Hansip. Menurut dia, KPK tak pernah menyentuh kasus seragam Hansip.