TANGERANG – Kelurahan Kelapa Dua, Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang tiba-tiba mencuat menjadi obyek berita nasional terkait dengan perhitungan suara pilpres.
Sekalipun DPT hanya berjumlah 380 pemilih, namun angka perolehan suara di TPS 47 ini berubah total menjadi 1180 ketika C1 dipindai KPU.
Jumlah ini jauh melebihi ketentuan yang diperbolehkan oleh UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur satu TPS maksimal memfasilitasi 800 orang pemilih.
“Keanehan terjadi pada data perolehan pasangan rekap data pada TPS No. 47 Kelurahan Kelapa Dua Tangerang. Dalam catatan KPPS, suara pasangan Capres Nomor satu memperoleh 14 suarat dan ditulis 014 pada C1. Tiba-tiba angka tersebut berubah menjadi 814 ketika diumumkan dalam situs resmi KPU. Dan ini menuai dugaan KPUmelakukan kecurangan,” ujar Rudi Irianto, Ketua PPK Kelapa Dua, dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Minggu (12/7/2014).
Dalam keterangannyaya, Rudi Irianto menyebut didampingi Yusman Terpase (Koordinator Saksi), Agus Triyono (Saksi), Setiono dari Pondokan Jokowi dan Ananta Wahana, anggota DPRD Banten saat menjelaskan hal ini.
Dijelaskan Rudi, angka 814 itu sangat mengejutkan karena perolehan angka pasangan Prabowo-Hatta hanya mendapat 14 (empat belas suara) dari keseluruhan pemilih yang berjumlah 380 orang. Sisanya, 366 suara menjadi milik pasangan Jokowi-JK.
“Dari KPPS ke PPS, dari PPS ke PPK tidak ada perubahan jumlah perolehan tetap 14 (tertulis 014 – red) untuk Prabowo-Hatta dan 366 suara untuk Jokowi-JK. Pada 9 Juli malam, staf dari KPU Kabupaten, Willy, mengambil hasil rekapitulasi PPS dan keesokan harinya dari media diketahui adanya perubahan jumlah angka perolehan pasangan Prabowo-Hatta dari 014 menjadi 814,” ujar Rudi lebih lanjut.
Menurut Ananta Wahana, KPU Kabupaten menganggap kesalahan tersebut hanyalah masalah teknis belaka dengan mengatakan salah contreng dan tidak perlu diperpanjang lagi serta akan dikoreksi segera. Belum ada keterangan langsung dari pihak KPU kabupaten atas hal ini.
“Sulit untuk dapat diterima akal sehat, karena tinggal pemindaian (scan) koq angkanya bisa berubah. Yang paling masuk akal adalah, ada upaya mengubah hasil perolehan suara dengan menambah sedikit lekukan di atas angka 0 – sehingga berubah menjadi angka 8. Namun demikian, hal itu tidak disadari oleh yang melakukan, angka 0 menjadi angka 8 akan mengubah seluruh potret DPT yang existing, kuota DPT yang diperbolehkan untuk satu TPS dan hasil akhir,” tegas Ananta.
Terkait kasus ini, Rudi Irianto menjelaskan dugaan manipulasi perhitungan suara menjadi terbukti. Atas hal itu ia berencana akan melakukan gugatan kepada KPU dan melaporkan hal ini.
“Demi pilpres yang bersih dan jujur serta pembelajaran bagi daerah lain, saya berencana menggugat KPU dan melaporkan kasus ini ke polisi. Jika kecerobohan KPU hanya dianggap sebagai kesalahan teknis, akan menjadi apa demokrasi Indonesia?“ tegas Rudi Irianto.
Bagi Rudi, dirinya, panitia pemungutan suara lain dan juga saksi-saksi hanyalah rakyat kecil. Mereka berharap, menyaksikan demokrasi yang bersih dan jujur yang merupakan idaman dan harapan seluruh bangsa.
Sebagai rakyat kecil, ia dan teman-temannya terpanggil untuk terlibat secara aktif dalam pilpres dengan menawarkan kejujuran dan bukan manipulasi.
“Adalah tidak mungkin, hanya sekadar kesalahan pencontrengan yang terjadi di KPU. Ada niat tidak baik di dalamnya untuk mengubah hasil perolehan yang sebenarnya. Kekhawatiran ada permainan di KPUterbukti sudah,” ujar Rudi.
Upaya untuk. Curang dan Memanipulasi……..