Marzuki: Ada “Deal” di Balik Pemilihan Pejabat Publik di DPR


Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie memastikan ada kesepakatan (deal) di balik pemilihan pejabat publik di DPR, seperti pemilihan hakim agung, pimpinan komisi negara, ataupun lembaga negara. Oleh karena itu, Marzuki mengusulkan peninjauan ulang kewenangan DPR dalam     menentukan pejabat di sejumlah institusi negara tersebut.

”Jika yang hendak dipilih satu, serahkan satu saja ke DPR. Jika (jumlah yang dikirim) lebih atau ada pilihan, pasti muncul deal politik, apakah deal uang atau deal komitmen,” kata Marzuki, Sabtu (21/9/2013).

Wacana peninjauan ulang seleksi pejabat oleh DPR muncul setelah ada dugaan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat pernah mencoba menawarkan uang masing-masing Rp 200 juta kepada tujuh unsur pimpinan Komisi Yudisial (KY). Peristiwa ini terjadi dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung tahun 2012. Dalam uji seleksi calon hakim agung di DPR, Rabu lalu, juga terjadi pertemuan anggota DPR dengan peserta seleksi di toilet DPR.

Terkait dugaan percobaan suap oleh oknum anggota DPR kepada komisioner KY, Marzuki meminta KY menyampaikan informasi itu ke Badan Kehormatan (BK) DPR agar dapat ditindaklanjuti.

”Kami mungkin akan memanggil pimpinan KY. Jika memang ada suap, kami teruskan ke BK. Jika benar terjadi, silakan ditindak. Kami konsisten dan berkomitmen menegakkan kebenaran di DPR,” tutur Marzuki.
DPR diragukan

Marzuki meragukan mekanisme uji kelayakan dan kepatutan di DPR yang hanya dilakukan dalam satu hari atau satu pertemuan. Amat sulit menilai calon dengan model pengujian seperti itu sehingga yang terjadi adalah pemilihan calon berdasarkan pesanan fraksi. Ia pun ragu pilihan fraksi itu dipilih berdasarkan kepentingan negara.

”Akibatnya, kalau ada calon yang tidak baik diloloskan, kita pula yang celaka. Ini karena anggota DPR memilih dengan pertimbangan politik sehingga pasti ada kepentingan politik di dalamnya,” ujar Marzuki.

Ia mengusulkan perlunya pemerintah dan orang-orang partai, melalui fraksinya di DPR, mendaftar, lalu mengubah isi undang- undang yang masih memberikan kewenangan DPR melakukan pemilihan pejabat publik.

Dalam konteks seleksi hakim agung, Marzuki sependapat, proses itu tidak perlu melibatkan DPR. Jika tetap melibatkan DPR, perlu ada perubahan mekanisme, yaitu DPR hanya berhak menyetujui atau tidak menyetujui calon yang diusulkan KY, seperti halnya dalam pemilihan Kepala Polri dan Panglima TNI.

Mantan anggota Komisi III DPR, Firman Jaya Daeli, berpendapat, tetap dibutuhkan pelibatan DPR dalam pemilihan hakim agung. Namun, perubahan bisa dilakukan, seperti DPR hanya memberikan persetujuan atau pertimbangan.

Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar, mengatakan telah mengajukan persoalan kewenangan DPR dalam menyeleksi calon hakim agung dan juga membahas anggaran (yang terlalu detail) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bersama Koalisi Masyarakat Sipil, ILR meminta MK membatalkan kewenangan DPR yang terlampau luas tersebut.

Sidang uji materi atas UU KY dan UU MK terkait kewenangan menyeleksi calon hakim agung selesai sejak Mei lalu. Namun, hingga kini, MK masih belum mengeluarkan putusan.

”Pasti kami putus. Mudah- mudahan tidak begitu lama. Percaya saja dengan MK,” kata Ketua MK Akil Mochtar.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *