Kehidupan diumpamakan seperti lilin. Lilin terdiri dari: sumbu, unsur lilin itu sendiri, dan api sehingga api tetap menyala. Apabila salah satu dari unsur itu tidak terpenuhi atau habis, maka lilin tidak dapat menyala. 1. Tidak ada atau habis sumbu meskipun unsur lilin ada tentu api mati. 2. Unsur lilin habis meskipun sumbu masih panjang tentu mati. 3. Apabila sumbu dan unsur lilin sama2 habis, jelas lilin mati. 4. Jikalau sumbu, unsur lilin dan api juga utuh, bisa mati gara2 ada gangguan tiupan angin, tertimpa sesuatu, jatuh atau goyang, maka lampu lilin itu juga mati. Jika sumbu sebagai perumpamaan dari badan jasmani kita, lilin adalah karma dan api adalah kesadaran kita.
Untuk/dalam menghadapi kematian, kita selalu sadar dan tahu bahwa setiap yang dilahirkan akan
diakhiri dengan kematian. Dalam kematian ini kita bisa sebagai subjek ataupun objek. Kalau kita menyadari ini semua, dalam menghadapi kematian dari orang2 yang kita kasihi, atau orang2 yang kita kenal, kita akan lebih mengerti. Demikian juga dalam menghadapi kematian kita sendiri, kita akan lebih siap. Demikianlah isi dari salah satu ceramah bhante Cittagutto pada kebaktian rutin. Di samping tentu tanya jawab dari para umat mengenai apa pandangan agama Buddha mengenai pengguguran kandungan/aborsi, bunuh diri, dan mercy killing.
tentu saja tidak lupa diikuti dengan makan siang bersama secara pot luck dan diskusi dhamma terbuka yang dipandu oleh Bhante Cittagutto.
dengan barbeque, karaoke dan berdendang ria serta tidak lupa dengan poco-poconya. Ternyata banyak juga bakat2 terpendam dari rekan2 kita ini.
Ratanapanya Meditation Center, yang berlokasi di Wildomar, dekat dengan Temecula, sempat dikunjungi oleh Bhante Cittagutto beserta beberapa anggota DCT. Ven Bhante Thanom Haibunruang Thera/bhikkhu Thai, menjabat sebagai Abbot di Vihara tersebut selama kira2 4 tahun, terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat besar selama 4 tahun itu. Beliau menyambut kedatangan Bhante Cittagutto dan rombongan dengan sangat ramah. Proses pembuatan meditation center masih berlangsung dengan
menekankan pada keasrian dan di luar gedung (out door). Beliau menceritakan bagaimana perkembangan vihara tersebut, di mana beliau menekankan pada kerja sama yang baik dan harmonis antara beliau sebagai Abbot dengan para bhikkhu lainnya, dengan anggota yang setia, bahu membahu untuk melaksanakan rencana pembangunan, yang sebagian besar dikerjakan sendiri. Terima kasih Bhante Thanom atas sambutan hangatnya dan juga buah jujube-nya.
Sebagai tenaga pengajar/dosen di Sekolah Tinggi Agama Buddha, Bhante Cittagutto berkesimpulan ada 3 jenis mahasiswa, tiga jenis siswa/murid:
1. Murid yang lambat atau kurang dapat mengerti yang telah diajarkan
2. Murid yang cepat menangkap dan mengerti
3. Murid yang perlu selalu bimbingan dan tuntunan
Metta berarti cinta kasih yang universal/loving kindness. Karuna berarti turut merasakan kesusahan orang/compassion. Mudita berarti turut bergembira atas keberhasilan/kebahagiaan orang/sympathetic joy.
Upekkha berarti keseimbangan batin/equanimity. Dengan berdasarkan rasa sifat-sifat di atas, maka kita dapat menghadapi semua masalah dalam kehidupan, termasuk ke murid yang beragam jenis itu. Cinta kasih yang universal, adalah merupakan dasar utama untuk bisa berkembangnya sifat2 lainnya. Maka terhadap semua murid terutama yang pertama, harus dimulai dengan Metta. Tanpa marah2, mengerti bahwa mereka sudah berusaha, tetapi memang demikianlah adanya.