“Manusia Hidup Bagaikan Lilin”


Untuk pertama kalinya DhammaCakraTra Buddhist Community Center (DCT) kedatangan seorang Bhikkhu dari Sangha Theravada Indonesia (STI) yang dapat tinggal menetap selama masa Vassa tahun 2014. Masa Vassa dimulai sehari setelah hari Asadha sampai menjelang Kathina. Berikut ini adalah tulisan keempat mengenai perjalanan Bhante selama di USA.
Perhatian umat untuk Bhante Cittagutto sangat luar biasa. Mereka khawatir beliau sakit di sini, di mana sebagai pendatang, tentu tidak mempunyai asuransi kesehatan. Di mana pengobatan sangat mahal di sini. Para umat berusaha untuk menyediakan makanan yang sehat, sesuai dengan selera beliau dan juga sesuai dengan kondisi kesehatan beliau.  Vitamin-vitamin berlimpah, mulai dari vitamin yang basic, yaitu vitamin C, minyak ikan, omega 3,6.9, penurun kolesterol, sampai air basa, kangen water, yang katanya baik untuk kesehatan. Kondisi beliau cukup baik dan sehat selama di sini meskipun cuaca yang panas sangat menyengat.

Kehidupan diumpamakan seperti lilin. Lilin terdiri dari: sumbu, unsur lilin itu sendiri, dan api sehingga api tetap menyala.  Apabila salah satu dari unsur itu tidak terpenuhi atau habis, maka lilin tidak dapat menyala. 1. Tidak ada atau habis sumbu meskipun unsur lilin ada tentu api mati. 2. Unsur lilin habis meskipun sumbu masih panjang tentu mati. 3. Apabila sumbu dan unsur lilin sama2 habis, jelas lilin mati. 4. Jikalau sumbu, unsur lilin dan api juga utuh, bisa mati gara2 ada gangguan tiupan angin, tertimpa sesuatu, jatuh atau goyang, maka lampu lilin itu juga mati. Jika sumbu sebagai perumpamaan dari badan jasmani kita, lilin adalah karma dan api adalah kesadaran kita.
Dari perumpamaan ini, dapat dikatakan ada 4 cara atau jenis kematian. 1. Kematian karena sumbu habis, artinya kematian dikarenakan usia tua, badan jasmani sudah tidak berfungsi baik, meskipun lilin masih banyak, karma masih ada,  tidak bisa hidup. 2. Kematian karena lilinnya habis meskipun sumbu masih ada lampu lilin mati. Artinya, badan jasmani masih kuat dan sehat, tetapi lilin sebagai bahan bakar habis, karmanya habis, maka kematian akan dihadapinya. Ini diumpamakan sebagai orang yang meninggal di usia yang masih muda. 3. Kematian karena kombinasi dari sumbu dan minyak/unsur lilin  yang habis. Badan jasmani menua, karmapun sudah habis, maka kematian pun sudah waktunya. 4. Kematian yang dikarenakan gangguan adanya kejadian2 alamiah, seperti gempa bumi, tzunami, banjir bandang dll, sehingga kehidupan pun berakhir.

Untuk/dalam menghadapi kematian, kita selalu sadar dan tahu bahwa setiap yang dilahirkan akan
diakhiri dengan kematian. Dalam kematian ini kita bisa sebagai subjek ataupun objek. Kalau kita menyadari  ini semua, dalam menghadapi kematian dari orang2 yang kita kasihi, atau orang2 yang kita kenal, kita akan lebih mengerti. Demikian juga dalam menghadapi kematian kita sendiri, kita akan lebih siap. Demikianlah isi dari salah satu ceramah bhante Cittagutto pada kebaktian rutin.
Di samping tentu tanya jawab dari para umat mengenai apa pandangan agama Buddha mengenai pengguguran kandungan/aborsi, bunuh diri, dan mercy killing.
 
Frank Bonelli Park, yang berlokasi di San Dimas, dipakai oleh DCT untuk bersantai sambil menambah rasa kekeluargaan,  Dengan dikoodinir oleh Sdri Vivi, sekitar 25 member hadir dalam acara tersebut, yang
tentu saja tidak lupa diikuti dengan makan siang bersama secara pot luck dan diskusi dhamma terbuka yang dipandu oleh Bhante Cittagutto.
Dalam menyambut hari kemerdekaan RI, Ibu Nani Subandi, menyediakan rumahnya untuk gathering
dengan barbeque, karaoke dan berdendang ria serta tidak lupa dengan poco-poconya. Ternyata banyak juga bakat2 terpendam dari rekan2 kita ini.

Ratanapanya Meditation Center, yang berlokasi di Wildomar, dekat dengan Temecula, sempat dikunjungi oleh Bhante Cittagutto beserta beberapa anggota DCT.  Ven Bhante Thanom Haibunruang Thera/bhikkhu Thai, menjabat sebagai Abbot di Vihara tersebut selama kira2 4 tahun, terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat besar selama 4 tahun itu. Beliau menyambut kedatangan Bhante Cittagutto dan rombongan dengan sangat ramah. Proses pembuatan meditation center masih berlangsung dengan
menekankan pada keasrian dan di luar gedung (out door). Beliau menceritakan bagaimana perkembangan vihara tersebut, di mana beliau menekankan pada kerja sama yang baik dan harmonis antara beliau sebagai Abbot dengan para bhikkhu lainnya, dengan anggota yang setia, bahu membahu untuk melaksanakan rencana pembangunan, yang sebagian besar dikerjakan sendiri. Terima kasih Bhante Thanom atas sambutan hangatnya dan juga buah jujube-nya.

Sebagai tenaga pengajar/dosen di Sekolah Tinggi Agama Buddha, Bhante Cittagutto berkesimpulan ada 3 jenis mahasiswa, tiga jenis siswa/murid:
1. Murid yang lambat atau kurang dapat mengerti yang telah diajarkan
2. Murid yang cepat menangkap dan mengerti
3. Murid yang perlu selalu bimbingan dan tuntunan

Dalam menghadapi mahasiswa/murid ini, perlu pendekatan yang berbeda dari tiap jenisnya. Dengan dasar dari sifat2 Brahma Vihara, Metta, Karuna, Mudita dan Upekkha.
Metta berarti cinta kasih yang universal/loving kindness. Karuna berarti turut merasakan kesusahan orang/compassion. Mudita berarti turut bergembira atas keberhasilan/kebahagiaan orang/sympathetic joy.
Upekkha berarti keseimbangan batin/equanimity. Dengan berdasarkan rasa sifat-sifat di atas, maka kita dapat menghadapi semua masalah dalam kehidupan, termasuk ke murid yang beragam jenis itu. Cinta kasih yang universal, adalah merupakan dasar utama untuk bisa berkembangnya sifat2 lainnya.  Maka terhadap semua murid terutama yang pertama, harus dimulai dengan Metta. Tanpa marah2, mengerti bahwa mereka sudah berusaha, tetapi memang demikianlah adanya.
Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *