Kurun Waktu 50 tahun, Sedimentasi Jadi Masalah untuk Pelayaran


Kurun Waktu 50 tahun, Sedimentasi Jadi Masalah untuk Pelayaran

dilaporkan: Setiawan Liu

Batam, 17 Juni 2023/Indonesia Media – Selama kurun waktu 1970 an sampai sekarang, atau sekitar 50 tahun, laju sedimentasi pada alur pelayaran di sungai dan laut Kepulauan Riau (Kepri) menjadi permasalahan pada beberapa pelabuhan, berdampak pada proses sandar kapal angkutan (sipil) dan militer ke dermaga. “Tahun 1970 – 1980 an, (perusahaan pelayaran) saya angkut barang (logistik) untuk sekitar 250-an ribu pengungsi Vietnam di kamp Pulau galang. Waktu itu, kapal saya bisa sandar (pada dermaga) dengan jarak 5-6 meter. Tapi sekarang tidak bisa lagi,” tokoh maritime nusantara, Hengky Suryawan mengatakan kepada Redaksi.

Terlahir sebagai anak nelayan di Tanjung Batu – Kepulauan Riau (Kepri), keseharian Hengky Suryawan (75) erat dengan laut dan pelayaran. Sehingga profesinya dari sejak tahun 1970 an sampai sekarang tidak jauh-jauh dari kegiatan penangkapan ikan, berlayar, galangan kapal, dan lain sebagainya. Ia tekun belajar dan mencari pengalaman berlayar ke berbagai penjuru dan berbagai alur laut di Indonesia. “Saya masih ingat, kapal perang (milik TNI AL) bisa sandar dengan jarak 3-4 meter. Karena aparat kepolisian, militer juga ditempatkan di pulau Galang tahun 1970 an. Kapal dengan bobot 500 ton bisa sandar pada saat itu di dermaga pulau Galang. Sekarang sudah tidak bisa lagi karena sedimentasi. Alur pelayaran untuk angkutan umum dan militer menjadi tidak efisien,” kata ketua Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Prov. Kepri.

Pendangkalan alur sungai dan laut akibat sedimentasi sangat berpengaruh pada kegiatan pelayaran pulau Galang – Pulau Batam. Padahal, pulau Galang merupakan salah satu destinasi wisata dan potensial untuk peningkatan pendapatan asli daerah Kepri. Tahun 1970 an, kapal-kapal Hengky angkut logistic bantuan UNHCR (Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi) untuk sekitar 250-an ribu pengungsi Vietnam di pulau Galang. “TNI AL yang tangani langsung bantuan UNHCR untuk pengungsi. Kami (perusahaan pelayaran) hanya angkut logistic yang sudah lebih dulu di pool di Singapore. Aparat TNI AL mengepak beras, kacang hijau, makanan kaleng. Saya masih ingat, ada peran Rudi Ketek (pengusaha Rudy Sumampouw). Karena waktu itu, dia (Rudy Ketek) sangat punya pengaruh karena dekat dengan kekuasaan di pusat,” kata pemilik nama Tionghoa, Kie See Cung.

Dari pengalaman tersebut, ia yakin kalau amanat Peraturan Pemerintah (PP) No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut lebih banyak manfaatnya untuk masyarakat dan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Apalagi kalau tim kajian sudah efektif bekerja, terutama kontribusi para pakar. Tim juga terdiri dari para ahli oseanografi, ahli sedimentasi dan lingkungan hidup di lintas kementerian dan lembaga terkait serta kalangan ahli dari perguruan tinggi, selain juga wakil dari Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Tim kajian yang dibentuk inilah yang akan menentukan koordinat dan titik sedimentasi yang boleh dimanfaatkan termasuk volume, dengan menggunakan peralatan dan teknologi ramah lingkungan. “Kapal yang mau sandar (ke dermaga), bongkar muat (pada jetty) harus dibarengi dengan kedalaman air. Selain harga pembangunan jetty, dermaga sangat mahal. Sehingga sedimentasi harus diatur jangan sampai merusak ekosistem kelautan kita. Lintasan pelayaran ferry (Batam – Singapore) rutin dikeruk sehingga biaya angkutan semakin efisien. Kita harus melakukan hal yang sama pada semua alur laut dan sungai dengan atur sedimentasi,” kata pendiri PT Bahtera Bestari Shipyard Batam. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *