Kisah Pulang Kampung # 14 (Tamat)


Tibalah kita di kisah terakhir pulang kampungnya Bang Jeha di tahun 2010 dengan dua obyektif utama, hadir di pesta pernikahan kedua keponakannya.”Bang, adegan atau momen apa yang paling mencekam mengesankan selain melihat dua pasang manusia kawin?,” tanya Anda para

PLTD Apung I yang menjadi monumen tsunami Aceh di desa Blancut

pembaca Indonesia Media. Saat yang paling mengesankan sekaligus membawa banyak permenungan adalah ketika saya dan beberapa prens melihat dengan mata kepala sendiri, kapal PLTD Apung seberat 2600 ton yang dibawa ombak tsunami masuk sejauh 5 km dari pelabuhan Ulee Lheue ke desa Blancut, kota Banda Aceh. Konon kapal itu, seperti juga satu kapal lainnya yang terbawa ke desa Lampulo, sudah menyelamatkan ratusan jiwa manusia yang bisa bergelantungan sehingga selamat tidak terseret terbawa ombak air laut. Tak jauh dari lokasi kapal, sudah dibuat juga semacam musium sederhana yang berisi foto-foto pasca tsunami di hari bersejarah 26 Desember 2004.

Kita tinggalkan permenungan mengenai tsunami Aceh, kita jelang saat-saat

Bagian Kali Ciliwung tempat Bang Jeha belajar berenang

terakhir Bang Jeha di Jakarta. Berkat bantuan, lagi-lagi alumni SMA-ku si JK anak bae, saya disopirinya ke tempat yang tiada duanya di Planit Bumi. “Apaan Bang Jeha, Killarney Lake?,” ihik ihik :-). Bukan prens, persisnya tepian Kali Ciliwung pas di tempat saya belajar berenang, ditemani ibu-ibu dari kampung sekitarnya yang nyuci dan mandi disitu. Airnya boleh sudah keruh, sekali nyemplung hari ini, kudisan dan panuan seumur hidup, lebih parah dari makan Indomie goreng setiap hari. Ya, berita koran sedang marak betapa pemerintah Taiwan mempersona-non-gratakan makanan kesukaan anak Indonesia sedunia, Indomie goreng :-). Meski airnya sudah kotor jorok, tapi kenangan daerah disitu indah nian. Mana ada anak Betawi lulusan Kali Ciliwung yang bisa menjadi direktur perusahaan jasa outdoor, Jeha Outfitter, hehehe :-).

Bukan itu saja, JK juga mengabadikan hamba di muka pohon mangga yang sering kupanjat 50-an tahun lalu. Sang pohon masih bercokol meski sudah kelihatan tua-rentanya. Kisahku belum selesai, berita sedih prens. Tujuan utama saya minta diantar JK ke daerah Pasar Baru, persisnya Gang

Berpose di dekat pohon mangga yang sering kupanjat 50 tahun lalu

Tepekong, adalah saya mau nyukur udah sebulanan gondrong. Inalilahi, Bang Utom sahabat dan tukang cukurku di Indo sejak kumasih kecil, sudah mendahului kita semua 2 tahun lalu :-(. Ia meninggal karena mengidap diabetes dan mengalami komplikasi. Tinggal adiknya si Nunung yang meski sudah berumur pensiun buat wong Kanada, 65 tahun, masih jadi tukang cukur. Ya ke dialah saya menyerahkan kepalaku. JK mungkin syok banget, diajak ke tukang cukur dikiranya ke kapsalon pakai AC yang pas sreg buat anak Kanada pensiunan IBM. Kaga tahunya di pinggiran gang di emperan yang kumuh lusuh dengan AC, angin cepoi-cepoi dari kipas angin. Begitulah kalau ente bersahabat dengan orang sinting kelahiran Betawi.

“Bang, selain pemandangan indah ke Iboih di Pulau Weh, makanan enak-enak di restoran Jakarta, ada kesan apalagi di pulkam 2010 ini,” tanya anak-anak bawel pemirsa pembaca Media. Kesan pertama adalah semakin gila macetnya kota Jakarta, benar-benar sudah tak layak dihuni kalau sedang dilanda kemacetan yang pasti akan terjadi kalau turun hujan. Sebab jalanan lalu akan menjadi banjir, mobil pada mogok dan lalulintas berhenti total. Kalau sudah begitu, jalan kaki akan lebih cepat jadinya. Kesan lain yang tak bisa tidak akan dialami setiap turis yang berkunjung ke Jakarta dan keleleran ke pelosok kota adalah semakin hebatnya ketimpangan, semakin lebarnya jurang antara si kaya dan si miskin di tanah air kita. Melirik ke dalam toko-toko di mal mewah Grand Indonesia, pembelinya bukan turis asing wong bule tetapi orang lokal yang mendingan berbelanja di Jakarta daripada buang waktu ke Singapur.

“Darimana semua dana sumber duit mereka?,” tanya Anda. Sudah kukatakan,

Bersama Nunung, adik almarhum Bang Utom tukang cukurku

Indonesia negeri yang kaya dengan segala macam sumber alaminya. Salah satu sumber kekayaan yang sedang naik daun saat ini adalah bermunculannya tambang batubara dimana-mana, terutama di Kalimantan. Belum lagi dari hasil bumi seperti minyak kelapa sawit yang juga bertebaran kebunnya di seluruh pulau Sumatera. Tak heran banyak sekali OKB, orang kaya baru di Indo.

Menjelang saya sampai di Indo, saya menginap dulu pakansi di Hong Kong selama 3 hari 2 malam. Tak saya duga tidak dinyana betapa penuhnya pulau itu sekarang dengan TKI, tenaga kerja Indonesia, persisnya TKW, tenaga kerja wanita. Itulah juga salah satu sumber devisa Indo saat ini karena semua TKI tersebut so pasti mengirimkan gajinya ke tanah air mereka. Saya memang mengunjungi Hong Kong untuk bernostalgia sebab dulu saya sering dikirim IBM Indonesia untuk training kesana selain honeymoon saya dan

TKW berkeliaran di segenap peloksok pulau Hong Kong

Cecilia di bulan Mei tahun 1975 kami lewatkan di Hong Kong. Oleh karena itu saya kelilingan terutama naik trem dari satu ujung pulau, Kennedy Town ke ujung lainnya, Shaukeiwan di timur pulau. Nah, dari ujung barat ke timur di setiap daerah keramaian, terlihat jelas para mbak-mbak TKW tersebut.

Ketika kemudian kami keluar turun dari trem, terutama di daerah Causeway Bay, kami rada kejengkang sebab dimana-mana orang sudah berbahasa Jawi :-). Si Mpok Cecile serasa ada di Pekalongan rek, feel at home kata si bule :-).

Sekian dulu serial Kisah Pulkam Bang Jeha, dengan pre-trip ke Hong Kong dan side-trip ke Banda Aceh. Sampai bertemu di dalam kisah petualangan hamba selanjutnya.(IM)

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *