(Trip to Banda Aceh # 1)
“You are just going to Indonesia?,” tanya beberapa sahabat kami anak Kanada yang merasa kehilangan
ditinggal 2 bulan :-). Yes, we will be staying in Hong Kong for a few nights on the way to Jakarta, then
we will travel to other places like Aceh. Mereka semua mengangguk alias berkat bencana tsunami
yang melanda propinsi ini, Aceh di Indonesia dikenal sedunia. Karena sudah mengglobalnya komunikasi
dunia berkat Internet, saat bencana terjadi, saya dan beberapa prens warga milis serviamTO sedang rapat
di Value Inn Niagara Falls, di malam hari 25 Desember 2004. Kami pa/bunitia sedang merapatkan acara
Old & New ServiamTO, suatu pertemuan perkenalan pendatang baru imigran ex Indonesia dengan yang
sudah lama bermukimnya. Benny yang laptopnya terus tersambung ke Internet yang mulai melaporkan
terjadinya musibah itu. Kisah selanjutnya, Anda semua so pasti punya syering apa yang lalu kalian
lakukan sampai terlibatnya banyak di antara kita di dalam upaya pengumpulan dana di seluruh dunia
untuk membantu korban tsunami Aceh.
Musim berganti, waktu berlalu, kita percepat ke Jum’at 1 Oktober 2010. Itulah hari Bang Jeha bersama
Mpok Cecile dan 17 sahabatnya ex IBM Indonesia pergi turne ke Banda Aceh. Rencananya sebetulnya
kami akan pergi tamasya ke Bangka Belitung dbp Thabrani. Sayangnya di saat pematangan rencana itu
pren kami si Thab mendadak tak berani 🙂 sehingga pren kami lainnya, Adrial yang kupanggil Pa Aji
lantaran tidak kehitung jumlah naik hajinya, mengusulkan ke Aceh sahaja. Rakyat ex IBM yang haus
tamasya dan senang bernostalgia mau saja diajak kemanapun, selama bukan ke Bendungan Jatiluhur atau
Situ Gintung :-). Rencana ini didukung penuh oleh dua sahabat mantan kumpeni kami, Hanafi dan
Muchsin, warga Nanggroe Aceh Darussalam. Anda yang tak kenal tak tahu kekompakan kami exIBMers,
mestinya tetap tahu bahwa di dalam urusan ‘event organising’, prestasi atau kemampuan kami ada di kelas
dunia
tak kalah piawainya dibandingkan Uta, menjadi EO kami.
Satu kendala atau challenge istilah kami di IBM, ketika Julia menghadapi dibatalkannya pesawat Garuda
yang
janjinya. Terjadi kompleksitas sebab pesawat itu, a.l. karena harus turun dulu di Medan, tibanya di Banda
Aceh
tujuan pertama kami adalah ya ke Pulau Weh di seberang Pulau Sumatera. Kalau kami ketinggalan kapal,
artinya kami harus menginap di Banda Aceh padahal waktu kami serba terbatas di Pulau Wehnya karena
kami mau snorkeling. Dasar angka 146 adalah angka mujur Bang Jeha, singkat cerita lagi, kami sampai di
Pelabuhan
Hanya
memindahkan belasan sahabatnya plus puluhan koper kami 🙂 dengan selamat ke dalam kapal Express
Bahari
“Bang
pernah kesana. Mirip dengan pertama melihat Sumatera Barat prens, semua serba hijau, terlihat sekali
betapa
favorit saya dan Cecilia seumur hidup, mangga, sedang musim di Aceh sehingga ketika tiba di bandara,
itu
hancurnya
tempuh yang lumayan jauh dari airport ke pelabuhan dapat dikebut oleh para supir kami. Karena peristiwa
tsunami tersebut, tentu kesan yang lain adalah bisa membayangkan daerah yang kata supir kami lenyap
tuk beberapa km dari pantai, dimana sekarang sudah muncul kembali bangunan rumah toko, pertanda
tahan-bantingnya
Satu
(wireless) dari hotel di pinggir pantai ini adalah masih adanya tokek di Aceh :-). Sepanjang malam kami
disapanya, membuat beta tersenyum menuju peraduan bermimpi ada di cagar alam :-). Sebab suara ombak
yang menghempas di pasir di bawah kamar kami juga sudah lama tak kudengar. Kamar-kamar di hotel
Santai
cocok
melaporkan matahari kan terbit di pukul 6:26, sampai jumpa di kisah selanjutnya sebab saya mau melihat
tibanya
…