Kisah Pulkam Bang Jeha # 10


Sub judul: Trip to Banda Aceh # 4

Sebetulnya kalau Anda diver seriusan, saya yakin banyak diving site di\ sekitar Pulau Weh yang bagus.
Menjelang keberangkatan kami dari Sabang ke Banda Aceh, kami mampir seng-iseng di tempat bernama
Gapang. Disitu ada diving centre dengan lisensi PADI, organisasi internasional para diver.
Ibu-ibu sempat syoping baju kaus untuk dipakai diving di Indo, bukan wetsuit tapi lumayan buat
pelindung terbakar sinar matahari. Kami lalu ngobrol dengan bule Belanda, isteri pemiliknya, seorang
PADI instructor. Marjan namanya dan ia bercerita apa yang terjadi di pagi hari 26 Desember 2004.
Pada jam 8 pagi ia merasakan adanya gempa bumi yang keras. Ia lalu melihat keluar kantor yang
sekaligus merangkap rumahnya. Sekitar jam 8:10 ia melihat perilaku air laut yang aneh, turun naik secara
drastis di dalam ukuran menit. Setelah turun yang ketiga kalinya, tiba-tiba ia melihat ombak setinggi
beberapa meter datang menghunjam. Ia sempat berlari dan naik ke atas pohon kecil yang ia perlihatkan
dimana letaknya dan sebesar apa. Air naik deras sampai sekitar 5 meteran ke atas rumahnya (dimana ia
tandai dengan suatu kertas horisontal sepanjang kacanya). Ia lalu sempat berenang menuju ke atas
bukit, di dalam waktu beberapa puluh detik sebelum air lalu surut lagi membawa semua bangunan hewan
benda-benda lain yang bisa disapu balik ke laut. Hanya rumahnya yang bertahan, rupanya si bule
membangunnya sendiri alias bagus konstruksinya, tidak dikorupsi pasir semen maupun betonnya. Itu satu
syering dari survivor di Pulau Weh, yang tidak mengalami dampak segila di Banda Aceh maupun daerah
lain yang dilanda tsunami.

Bang Jeha yang pernah sampai di Mile 0 Alaska Highway dan Km 0 Indonesia juga pernah sampai di
tempat yang dilanda tsunami terdahsyat nomor dua di dunia, yakni di ndeso bernama Earthquake, Alaska.
Kalau di Indo Banda Aceh, di Alaska kota Anchorage yang disikat ombak sejauh beberapa blok di bulan
Maret 1964. Besarnya gempa di epicentre desa Earthquake, berskala Richter 9.2. Gempa Aceh seingat
saya “cuma” 9.1 tetapi 300 ribu orang yang mati dibandingkan dengan tsunami Alaska yang cuma 100-an
manusia. Baidewe, gempa terdahsyat di dalam catatan penghuni Planit Bumi kita adalah 9.5 Richter
yang terjadi di Chile di bulan Mei 1960. Ada data yang melaporkan gempa Aceh sebesar 9.3 sehingga
kalau gempa Alaska mau dikalahkan, angka itu yang perlu dijadikan patokan. Mong-ngomong tsunami
ternyata dampaknya bukan saja korban jiwa manusia, juga “korban mental” warga Aceh. Bantuan
bilyunan dollar dari mancanegara sudah merusak perilaku manusia sedemikian sehingga mereka jadi
kembali ke UUD, ujung-ujungnya-duit. Sampai pun program gratis buat meningkatkan ketrampilan, hanya
mereka mau ikuti kalau ada uang hadirnya. Jadi mirip mental sementara anak-anak pribumi Kanada, suku-
suku Indian (First Nations istilahnya) yang karena dipermudah kehidupannya dengan
berbagai tunjangan dan fasilitas pemerintah, menjadi pemalas.

Seusai presentasi Bang Jeha yang laku ditanggap Politeknik Aceh, berkat bermodal pernah jadi
programmer IBM di dua negara, kami ngerumpi minum kopi luwak di kedai kopi ayahnya Hanafi.
Sengaja kami pesan kopi biasa, Rp 5000 secangkir untuk dibandingkan dengan kopi luwak Rp 20 ribu.
Dapat sahaya laporkan, kopi luwak lebih terasa sebagai kopi dibandingkan kopi biasa, tapi tidak sampai 4
kali lebih asyik :-). Kedai kopi Tjut Zain itu meskipun tidak bermerek dapat saya laporkan atas informasi
spion Aceh kami, terkenal sekota. Tampak dari hampir tidak adanya meja yang kosong di kedai kopi yang
cukupbesar dengan sekitar 10 meja bundar. Puas ngopi ditemani cem-macem snack khas Aceh kami pergi

ke dua tempat yang sekarang menjadi obyek turis di kota ini. Yang pertama kapal nelayan biasa yang
terdampar beberapa ratus meter dari pelabuhan di daerah bernama Lam Pulo. Yang kedua yang sangat
mengesankan sebab kapal 2600 ton dibawa ombak tsunami masuk ke pedalaman sejauh 5 km dari
pelabuhan Ulee Lheue (baca: ulele). Kapal itu adalah sebuah PLTD, pusat listrik tenaga diesel, terapung.
Konon ada 15 awaknya, 1 selamat karena ia ada di dalam kamar mesin. Soal selamat tidaknya warga Aceh
yang terkena tsunami, hancur tidaknya rumahnya, sifatnya untung-untungan, nasib- nasiban tetapi karena
atheisme tidak laku di Indo, karunia Ilahi menentukan apakah seseorang diselamatkan atau dipanggil
Penciptanya.

Hari ini 4 Oktober, sebagian peserta sudah pada pulang, umumnya karena mesti mulai nyangkul. Kami
tinggal ber-10, pagi siang sore malam kami bersantap penuh, 4 kali makan nasi :-). Pagi-pagi nasi goreng
dengan capcay, ikan balado dan omelette dari hotel. Siang nasi Aceh gaya resto Padang di kedai kopi
Beuraweh kepunyaan ayah Hanafi. Sore nasi dengan ayam tangkap, ayam goreng khas Aceh dengan
bumbu-bumbu, satu-satunya santapan yang beta bisa habek, maklum tak ada perkedel dan paru goreng di
Aceh seperti di resto-resto Padang ketika kami pulkam ke Kotogadang. Malam makan nasi lagi,
lengkap dengan lauk-pauknya gaya Aceh. Nasibku sih sama, ayam goreng tok. Trip terakhir kami di hari
ini adalah ke Lhok Nga, suatu pantai di barat Banda Aceh yang menghadap ke Lautan Hindia. Akibatnya
bisa diduga, Semen Andalas yang terletak disitu, lenyap seluruhnya, pabrik, bangunan berikut
manusianya. Highlight of the day namun, adalah trip masuk jalanan kampong beberapa km, jalan tanah
selebar satu mobil dengan kubangan sepanjang jalan. Tujuannya adalah melihat suatu kolam dengan air
berwarna turquoise, biru kehijau-kehijauan, hijau kebiru-biruan. Melihat itu saya lalu jadi teringat
akan Paradise Lagoon di Chiniguchi River yang mirip pemandangannya. Hanya ke kolam kahyangan itu
butuh nyetir 8 jam dari Toronto, lewat Sudbury, masuk jalanan kampungnya Kanada, hiking portaging
beberapa jam plus paddling canoe seharian baru sampai, di Banda Aceh tinggal duduk dalam mobil yang
disupiri si Kemal :-).
… (bersambung) …

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *