Kisah Pulkam Bang Jeha # 9


Sub judul: Trip to Banda Aceh # 3

Dengan potensi pemirsa beberapa ribu orang, sesekali saya mendapatkan ucapan terima kasih atas tulisan
saya yang telah menggugah hati, ceile :-). Tapi perspektif Mas W dari Paroki-Net akan tersentuhnya ia
dengan kisah saya dari Aceh tak saya duga, tidak terkirakan. Barulah ketika ia berkomentar bahwa tulisan
atau berita di media massa mengenai Aceh dan Papua, sudah dapat diterka isinya alias umumnya kabar
buruk atau berita negatif, saya jadi melihat perspektifnya. Ia pernah ditugaskan di Aceh dan banyak
kenangan indahnya. Demikian pula di milis exIBM saya mendapatkan beberapa tanggapan positif ketika
saya menceritakan pengalaman saya berkunjung ke Hong Kong dalam perjalanan pulkam. Banyak prens
saya anak IBM yang pernah lama ditugaskan disana dan mengalami kebahagiaan hidup ‘on IBM expense’
Demikian pula ketika bekerja di IBM Kanada, saya sering ditugaskan ke berbagai kota di Amerika Serikat
dan banyak mengalami kehepian. Itu sebabnya kejudesan dan kesangaran petugas imigrasi Amrik pasca
911 selalu kumaafkan. Mereka tak tahu apa yang sudah mereka perbuat :-).

Pergi trip dengan para usahawan dan bos memang harus dimaklumi. Mereka tak punya banyak waktu lagi
untuk rekreasi, sibuk nyangkul kumpulin duit seperti chipmunk dan squirrel di Kanada yang ngumpulin
makanan menjelang winter. Hanya mereka yang memang sudah pensiun penuh seperti prenku Mariyono,
pemburu macan alias sales rep IBM sejak saya masuk di kumpeni tersebut tanggal 3 Januari 1972 yang
ngacung ikut terus acara seperti ini. Trip ke Sumbar ikut, makan bersama di resto Trio hayo, ke Aceh so
pasti turut, halal bihalal 16 Oktober nanti ia sudah mendaftar. Trip berikutnya ke Bangka dan Belitung, ia
sudah langsung mengangkat jarinya, ikut! 🙂 Tak semua dari kami seberuntung Mariyono. Di Minggu
pagi 3 Oktober Thabrani dan beberapa bos-bos lainnya permisi pulang duluan. Kemeriahan menjadi
berkurang seperti ketika di malam Minggu kemarin, rakyat karaoke-an di ruangan restoran Iboih Inn. Juga
karena mereka orang waras semuanya, tak ada lagi yang mau snorkeling ke diving site di Pulau Rubiah,
dengan akibat ya Bang Jeha ngedongeng sahaja, apalagi kebisaanku :-).

Sebenarnya kalau Anda snorkeling divingnya sudah hepi melihat cem-macem ikan terumbu karang,
snorkeling diving di Pulau Weh ini ideal, dari pengamatanku selama 2 hari 2 malam. Di selat antara Iboih
Inn di Pulau Weh dengan Pulau Rubiah di seberang, praktis tidak ada ombaknya. Sesuatu yang
bisa bikin poyeng kita yang snorkeling atau skin diving. Demikian juga ketika kami ke sisi seberang Pulau
Rubiah, ombaknya tidak terasa padahal angin cukup kencang di permukaan laut. Kekurangannya yang
utama, terumbu karang di dekat Iboih Inn dan Pulau Rubiah sudah banyak yang mati sehingga
tak banyak anemone yang saya lihat maupun binatang lainnya yang melekat di karang. Tapi sekali lagi
kalau memang Anda ke Banda Aceh, tidak rugi banget melenceng atau mengunjungi Pulau Weh.
Sebenarnya kalau Anda pencinta alam, Banda Aceh tidak ada keistimewaannya. Kalau Anda serious
diver, ada diving operator/centre di daerah Gapang bernama Lumba Lumba. Yang punya bule Belanda
dan akan saya ceritakan lebih lanjut di kisah mendatang.

Benso dari Somali Travel yang sama-sama mengunjungi Mile 0 Alaska Highway mengingatkan hamba
bahwa dengan demikian Bang Jeha mungkin satu-satunya anak Betawi eks WNI, sekarang WNK yang
pernah mampir di dua milestone supir, kilometer nol jalan raya Trans Indonesia 🙂 selain mile zero
Alaska. Tetapi ia tak tahu, bedanya pernah sampai di Mile 0 Alaska Highway dengan kilometer 0 di Pulau

Weh seperti langit dan bumi :-). “Kog Bang Jeha?” Ya, di mile zero cuma bisa motret dengan latar
belakang sang tugu yang terletak di perempatan jalan yang sibuk. Di km 0, selain ada monumen, ada
banyak tanda-tanda, obyek foto lainnya seperti posisi GPS tempat itu. Yang lebih hebats, mereka yang
pernah ke km 0 diberikan sertifikat yang ditanda-tangani sendiri oleh Walikota Sabang, Munawar Zainal
dimana Anda bisa melihat Bang Jeha pengunjung ke 33188 yang mendapatkan penghargaan :-).
Hari ini, Minggu 3 Oktober kami kembali nyeberang naik kapal Pulo Rondo dari Sabang ke Banda Aceh.
Selama di Pulau Weh saya bisa menayangkan dua serial terdahulu berkat hubungan Internet nirkabel
kepunyaan hotel. Ketika saya pasang GSM modem dengan kartu SIM dari 3, tak ada signal sama sekali
alias tewas tak berkuasa provider itu di ujung barat Republik Indonesia. Anda bisa memirsa tayangan ini
juga karena tersedianya jaringan nirkabel di hotel kami di Banda Aceh, Paviliun Seulawah. Keramah-
tamahan warga budaya Timur ditampilkan malam ini oleh keluarga besar Hanafi dimana mereka menjamu
kami para sahabatnya dengan masakan khas Aceh yang sengaja dibuat ‘mild’ tidak pedas supaya Bang
Jeha bisa menyantapnya. Terima kasih Han, kami mendapatkan banyak pencerahan selain makanan enak
yang sudah kami santap bersama. Sampai berjumpa di kisah yang akan datang dari Banda Aceh :-).
… (bersambung) …

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *