Hentikan Pendekatan Militer di Papua + SBY Diminta Copot Kapolda dan Pangdam Cenderawasih


Wakil Ketua Konferensi Perdamaian Tanah Papua, Markus Halus (kiri), Ketua Septet Manufandu (tengah) dan Penanggungjawab Pastor DR Neles Tebay (Kanan), salah satu akademisi untuk Papua Damai. (Foto: SP/Robert Isidorus Vanwi)

Forum Akademisi untuk Papua Damai menegaskan, penggunaan pendekatan keamanan di Papua selama ini terbukti tidak menyelesaikan persoalan konflik. Akibatnya, konflik Papua justru terus langgeng dan kian mengakar dengan pelaku  yang terus beregenerasi dari tahun ke tahun. Penyelesaian masalah Papua harus dilakukan dengan cara dialog.

Pola pendekatan militeristik atau jalan kekerasan itu juga terus menimbulkan korban warga sipil di Papua. Akibatnya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi dan kerap dilakukan oleh aparat keamanan di Papua. Selain masalah kekerasan, persoalan ketidakadilan tidak teratasi.

Demikian pernyataan keprihatinan dari Forum Akademisi untuk Papua Damai, yang diterima SP, Jumat (12/9). Forum ini terdiri dari akademisi lintas universitas dari seluruh Indonesia.

Lebih lanjut disebutkan, negara telah mengeluarkan kebijakan dengan memberikan Otonomi Khusus (Otsus) terhadap Papua yakni sejak tahun 2001. Kendati demikian, pemerintah pusat juga dinilai tidak konsisten dalam penerapannya sehingga gagal khususnya dalam menyejahterakan rakyat Papua.

Dengan mencermati perkembangan tersebut, kebutuhan terhadap upaya penyelesaian konflik Papua dengan tanpa menggunakan pendekatan militeristik sangat penting untuk mewujudkan Papua tanah damai.

Langkah tersebut dapat dilakukan dengan mendorong terjadinya dialog Jakarta-Papua sebagai jalan menuju penyelesaian konflik Papua.

Lebih jauh, penggunaan jalan dialog ini juga penting jika mempertimbangkan adanya kompleksitas persoalan yang menjadi akar konflik Papua. Di titik ini, harus dipahami bahwa persoalan akar konflik Papua ini bukan semata urusan keamanan, atau secara spesifik terkait munculnya separatisme Papua.

Jika dicermati lebih jauh, bahwa akar persoalan konflik Papua sesungguhnya begitu kompleks yang meliputi berbagai sektor kehidupan di Papua: persoalan sejarah, politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, kesejahteraan, dan lain-lain. Oleh karena itu keliru bila konflik Papua disederhanakan menjadi persoalan separatisme semata.

Kompleksitas persoalan menuntut penyelesaian konflik Papua secara komprehensif. Upaya itu dapat dirintis melalui dialog damai. Jalan dialog damai bukanlah suatu tujuan, melainkan sebagai proses awal untuk bisa menyepakati berbagai akar masalah dan bagaimana cara penyelesaiannya.

Karena itu Forum Akademisi untuk Papua Damai, sebagai wadah yang dibentuk untuk terwujudnya perdamaian Papua yang didasarkan pada prinsip keadilan, penghormatan HAM dan peningkatan kesejahteraan sosial, mengungkapkan keprihatinannya atas berlarutnya konflik di Papua. Mereka yakin konflik di Papua dapat diselesaikan melalui dialog damai, dan mendesak para pihak untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan di Papua.

 

SBY Diminta Copot Kapolda dan Pangdam Cenderawasih

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Papua Barat Sofia Popy Maipauw meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk tidak diam saja menyaksikan aksi kekerasan yang kerap terjadi di Papua belakangan ini. Dia juga meminta SBY untuk mencopot Kapolda dan Pangdam Cenderawasih bila tidak mampu mengatasi masalah tersebut.

“Saya juga mempertanyakan kinerja Badan Intelejen Negara (BIN) selama ini. Yang mana penembakan yang belakang ini terjadi di Papua bukan baru sekali atau dua kali saja. Namun sudah berkali-kali dan kemarin malam baru terjadi penembakan, untungnya tak merengut nyawa korban.  Akan tetapi hingga sekarang para pelakunya tidak kunjung terungkap,” ujarnya kepada SP di Jayapura, Jumat (12/8) pagi.

Menurut dia, aksi kekerasan di Papua yang begitu marak belakangan ini adalah tantangan bagi Kapolda untuk mengungkapnya serta tidak ada tebang pilih. “Bila tidak mampu membuat masyarakat aman lebih baik Kapolda Papua  dan Pangdam XVII cenderawasih mundur saja,” tegasnya.

Dia menambahkan, aksi kekerasan yang terjadi tidak jauh dari ibukota Jayapura akan merugikan rakyat asli Papua. Karena itu dia meminta aparat keamanan untuk segera menghentikan segala bentuk aksi kekerasan dan segera menangkap semua pelaku penembakan dan aksi kekerasan selama ini.

“Selama ini orang Papua berada pada posisi ekonomi  yang paling rendah dan karena aksi kekerasan tersebutlah akhirnya berdampak pada orang Papua akan menanggung beban yang paling berat,” imbuhnya.

Akis penembakan, penyergapan dan pembunuhan terjadi di tanjakan Nafri pada 1 Agustus lalu hingga menewaskan 4 orang (satu anggota TNI dan tiga warga sipil) dan melukai 8 orang lainnya. Pada 29 November 2010, di tempat yang sama terjadi penembakan oleh orang tak dikenal menewaskan satu orang. Termutakhir, pada Kamis (11/8) terjadi penembakan oleh orang tidak dikenal terhadap sebuah mobil yang sedang melintas dari arah Arso, Kabupaten Keerom. Untung, tidak ada korban dalam peristiwa tersebut.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *