Budidaya Udang di Pulau Butuh Infrastruktur Listrik, Instalasi


Budidaya Udang di Pulau Butuh Infrastruktur Listrik, Instalasi

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 11 Januari 2020/Indonesia Media – Budidaya perikanan termasuk udang di pulau-pulau dengan kondisi perekonomian tertinggal, pelaku usaha sering menghadapi masalah minimnya infrastruktur kelistrikan. Selain itu, usaha perikanan dan tambak udang di pulau-pulau memerlukan sarana terutama cold storage, pabrik es, dan lain sebagainya. “Kalau tidak ada listrik, kami harus menggunakan genset. Biayanya tinggi. Belum lagi, harga udang (di pasaran internasional) khususnya vaname fluktuatif,” Presiden Direktur PT Rega Optima, Rudy Hartanto Wibowo mengatakan kepada Redaksi.

Sehingga kolaborasi pihak swasta dan pemerintah membangun infrastruktur dengan prioritas bidang kelistrikan. Infrastruktur yang memadari bisa langsung mengatasi masalah ekonomi di daerah antara lain pengangguran, inflasi. Kelistrikan juga diarahkan pada energi baru terbarukan (EBT), terutama pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau Photovoltaics (Pv). “Kalau harga udang jatuh, kami harus simpan di cold storage. Saya kelola beberapa tambak udang, dan lokasi di Parigi Moutong (provinsi Sulawesi Tengah) dipasang listrik premium. Harganya mahal, selisihnya sampai Rp 350 (tiga ratus lima puluh rupiah) per kWh dengan tariff regular PLN. Di Sulawesi Tengah, sudah tersedia listrik premium,” tegas Rudy.

Selain Parigi Moutong, Rega Optima juga mengelola tambak udang di Tulungagung (Jawa Timur), Sejoli, Randomayang (Sulawesi Barat), Sarjo, Luwuk (Sulawesi Tengah). Selama ini, kegiatan budidaya udang mengutamakan aspek higienis. “(Udang) barang hidup, tidak sembarangan (mengelola). Management kami, baik di kantor dan lapangan harus solid. Kalau hanya individual yang hebat, tim kerja kurang efektif,” kata Rudy.

Siklus kelima produksi udang masih relative stabil. Hubungan management dengan masyarakat sekitar lokasi juga berjalan baik. Perusahaan terus menginovasi, termasuk pencegahan penyakit pada udang. Sebagaimana limbah tambak udang, yakni feses dan sisa pakan yang menyebabkan munculnya beragam virus dan mikroorganisme pathogen. Hal ini membahayakan kelangsungan budidaya sehingga perlu pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL). “Kalau tambak (petak) sebelah sudah terkena penyakit, kami tidak berani sedot air. Sehingga tambak tandon juga diperlukan untuk menyediakan air yang sehat, mengganti atau menambah air pada petak budidaya. Instalasi (tandon, IPAL) kami juga dengan izin lengkap,” tegas Rudy.

Operasional tambak udang juga dibarengi dengan percontohan, terutama pemusnahan hama dan bibit penyakit. Perusahaan belajar dari kasus penyakit yang menyerang udang di beberapa negara dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini, terutama Vietnam dan Thailand. “(usaha budidaya udang di Thailand, Vietnam) susah untuk bangkit kembali. Ada sejumlah penyakit pada budidaya udang seperti white spot, white feces sehingga berimbas terus. itu (imbas penyakit pada udang) awal bencana di Vietnam, Thailand. Sehingga percontohan (tambak udang) sangat perlu,” tegas Rudy.

Beberapa daerah di Indonesia juga sempat mengalami serangan penyakit pada udang. Terakhir budidaya udang di Bangka Belitung juga kena penyakit, karena IPAL tidak diperhatikan. Banyak pembudidaya hanya berpikir singkat terutama pertimbangan harga tanah (lahan budidaya udang) mahal. Mereka berpikir bahwa operasional cukup dengan hanya kolam budidaya. “Padahal, (budidaya) perlu air untuk treatment, petak tandon, IPAL. Air limbah yang kami buang, sudah bagus. IPAL saya memang dengan cost tinggi, tapi mau tidak mau. Kami ingin usaha budidaya kami bisa berkelanjutan. Dengan demikian, target pencapaian produksi udang nasional bisa tercapai. Hal ini (target produksi) kan juga sudah dicanangkan pak Jokowi (Presiden RI, Joko Widodo),” tegas Rudy. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *