Budidaya Udang antara Tantangan, Kendala dan Prospeknya


Budidaya Udang antara Tantangan, Kendala dan Prospeknya

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 29 Pebruari 2020/Indonesia Media – Pengembangan budidaya udang di beberapa daerah masih banyak tantangan dan kendala terutama perizinan, tariff bea masuk, retribusi yang dikenakan pemerintah kabupaten/provinsi. Pelaku usaha dan pembudidaya berharap Pemerintah untuk mulai menyederhanakan layanan perizinan maupun non-perizinan untuk komoditas perikanan khususnya udang. Penerapan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dianggap solusi terutama untuk pembudidaya dengan modal skala besar. “Dengan PTSP, semua urusan lewat satu pintu termasuk penentuan biaya. Kalau petugas juga memberi pelayanan dengan clean and clear, pembudidaya dan seluruh stakeholders perikanan memiliki visi (pengembangan budidaya) ke depan,” Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Deny Mulyono mengatakan kepada Redaksi.

Fakta di lapangan, kualitas SDM (sumber daya manusia) pembudidaya juga masih menjadi kendala. Ketidak-tahuan berbagai hal termasuk upaya menjaga kualitas udang, wawasan, pembudidaya sering berurusan dengan aparat penegak hukum. Misalkan mengenai ketentuan penggunaan genset untuk menggerakkan kincir maupun pompa air. Selama ini, para pengusaha tambak udang juga belum semuanya beralih pada penggunaan listrik PLN. Sementara genset berbahan bakar minyak, dan tidak se-efisien penggunaan listrik. “Ada pembudidaya yang kebetulan anggota GPMT yang dipanggil polisi. Dia (pembudidaya) dianggap tidak memiliki izin genset. Padahal, genset dengan kapasitas di bawah 250 kVA, tidak perlu izin. Tidak semua pembudidaya berani (ketika berurusan) dengan polisi. Karena banyak yang minim wawasan, pengetahuan umum. Semuanya butuh effort untuk meningkatkan kualitas SDM untuk peningkatan kapasitas produksi udang nasional,” kata Deny di sela-sela acara Outlook Perikanan 2020, TComm (Trobos Communication) di Jakarta

Di tempat yang sama, Kementerian Perdagangan (Kemendag) meyakinkan pengusaha bahwa komoditas perikanan tidak memerlukan izin untuk ekspor dan impor. Kendatipun kategori ‘bebas’, tetapi pengusaha tetap harus memperhatikan negara tujuan terkait dengan non-tariff measure. “Produk udang juga bebas (diperdagangkan lintas negara). Tapi pengusaha harus memperhatikan negara tujuan ekspornya. Kalau pasar Jepang, (Pemerintah Indonesia) dengan Jepang sudah menerapkan tariff nol persen. Kalau Australia, ada persyaratan yang harus dipenuhi, (yakni) NTN. Tetapi secara keseluruhan, udang kita bagus. Prospek ekspor (sector perikanan) paling tinggi juga udang,” kata Direktur Ekspor Produk Pertanian, Perikanan, Kehutanan Kemendag Sulistyawati

Sementara itu, Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan bahwa dampak virus corona yang pandemik, perlu siasat perdagangan produk perikanan Indonesia. Selain, upaya duduk bersama dengan stakeholders perikanan, produsen dalam negeri perlu mencari pasar-pasar ekspor baru. “Kami tetap yakin, (dampak virus corona), pasar ekspor China segera pulih. (dampaknya) hanya sementara. Sementara kita menunggu kondisi China, kita meningkatkan juga pasar domestic, pasar Amerika,” Slamet Soebjakto mengatakan kepada Redaksi.

Produsen udang di Indonesia juga semakin menggeliat. Perusahaan swasta nasional semakin tertarik dengan bisnis budidaya udang nasional. Mereka berhasil mengadopsi model pendekatan kawasan budidaya udang berkelanjutan dengan hasil yang optimal. KKP gencar melakukan diseminasi atau percontohan model tersebut di berbagai daerah potensial salah satunya di Pasangkayu-Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Tambak udang berkelanjutan merupakan model percontohan yang dikenalkan Ditjen Perikanan Budidaya KKP dengan mendorong pengelolaan yang terintegrasi dan ramah lingkungan. Model ini juga dinilai efektif untuk mengendalikan penyebaran hama dan penyakit udang karena berada dalam satu manajemen dan biosecurity yang ketat. “Kebetulan yang baru saya kunjungi, (lokasi tambak udang) di Mamuju Utara. Tapi sebetulnya budidaya udang ada di setiap daerah di Indonesia,” tegas Slamet Soebjakto.

Saat meninjau kawasan budidaya udang berkelanjutan di Desa Randomayang, Kabupaten Pasangkayu-Mamuju Utara, Slamet Soebjakto semakin optimis dengan target peningkatan ekspor udang sampai 250% hingga tahun 2024. Oleh karenanya, Slamet mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan strategi untuk mendongkrak produktivitas budidaya udang di berbagai daerah salah satunya dengan mengembangkan percontohan model tambak budidaya udang berkelanjutan. “Kecenderungan masyarakat Indonesia makan ikan, udang juga meningkat dari tahun ke tahun,” tegas Slamet Soebjakto. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *