Tidak kunjung meninggalkan Laut Natuna serta mengabaikan peringatan TNI Angkatan Laut, armada laut serta kapal nelayan China ditegaskan Jokowi tidak melanggar peraturan.
Hal tersebut diungkapkan Jokowi lewat akun twitternya @jokowi; pada Rabu (8/1/2020).
Jokowi pun menegaskan pertanyaannya telah dijawab oleh Panglima TBNI, Jenderal Hadi Tjahjanto.
Sehingga, walaupun dinilai telah memasuki wilayah Indonesia armada laut serta kapal nelayan China hanya berada di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“Di Natuna, saya bertanya ke Panglima TNI, apakah ada kapal negara asing memasuki laut teritorial Indonesia? Ternyata tidak ada,” ungkap Jokowi.
“Kapal asing tersebut berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, bukan laut teritorial Indonesia,” tegasnya.
Dijelaskannya, kapal asal negara lain dapat melintas dengan bebas di dalam ZEE Laut Natuna.
Namun, hak pengelolaan Laut Natuna dimiliki penuh oleh Indonesia.
“Di zona tersebut kapal internasional dapat melintas dengan bebas, tapi Indonesia memiliki hak atas kekayaan alam di dalamnya,” ungkap Jokowi.
“Indonesia memiliki hak berdaulat untuk menangkap atau menghalau kapal asing yang mencoba memanfaatkan kekayaan alam di dalamnya secara ilegal,” jelasnya.
Kicauan Jokowi mengundang perdebatan masyarakat dalam kolom komentar.
Pasalnya, walau dibebaskan melintas, kapal asing yang memasuki ZEE Indonesia tidak diperkenankan untuk menangkap ikan.
“Heran padahal di pelajaran kan ZEE jelas zona ekonomi ekslusif 200 mil dari titik daratan terluar yg hak2nya diatur negara bersangkutan,” tulis @paulusaji388 diunggah kembali oleh Susi Pudjiastuti.
“Di pelajaran smp/sma ada pak, memang boleh lewat tp ga boleh nyolong pak !!,” tambahnya.
“Jokowi jg sudah bilang seperti itu, lewat silahkan tp kalau nyolong Indonesia berhak bertindak tegas,” balas @EndroHariPray.
Kicauan Jokowi pun turut ditanggapi Susi Pudjiastuti.
Susi pun mengungkapkan kesedihannya atas keterangan Jokowi.
Tanpa menuliskan kalimat sanggahan atau kritik, Susi hanya menyematkan emoji sedih dalam kolom komentar postingan Jokowi.
Ungkap
Dorong Nelayan Menuju laut Natuna
Sementara Dalam statusnya, Susi hanya kembali mengunggah sebuah artikel Tribunnews.com pada tahun 2016 silam.
Artikel tersebut berisi dukungan Kementerian Perikanan Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang dipimpinnya untuk menerbitkan ijin penangkapan ikan kepada nelayan.
Dikutip dari Tribunnews,com, seiring dengan pemberantasan kepal-kapal asing pencuri ikan, pemerintah juga mendorong nelayan-nelayan tradisional untuk menangkap ikan di wilayah yang tadinya dikuasi nelayan asing.
Termasuk di perairan Natuna yang kaya akan sumber daya laut.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan saat ini sudah ada sekitar 300 kapal nelayan tradisional dari daerah-daerah di pesisir utara Jawa atau Pantura yang sudah melaut di Natuna.
“Mereka langsung dapat izin tangkap di Natuna dapat WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) 711,” ujar Susi dalam konfrensi pers, di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Selassa (26/7/2016).
Dikatakannya, sebelumnya jarang nelayan asal Pantura dapat WPP 711.
“Kebanyakan (yang dapat hanya kapal) yang gede-gede saja,” imbuhnya.
Di luar ratusan kapal yang sudah beroperasi di Natuna saat ini, kata dia ada sekitar 150-an permohonan izin yang diterima kementeriannya.
Rencanannya pemerintah akan terus mendorong semaksimal mungkin, agar nelayan-nelayan tradisional memiliki kesempatan untuk melaut di perairan Natuna.
“(Kapasitasnya di Natuna) sampai seribu kapal, enam ratus sampai seribu kapal,” ujarnya.
Saat ini menurut Susi nelayan-nelayan dari daerah seperti Jakarta, Indramayu, Rembang, dan Pati sudah menangkap ikan di Natuna.
Ia memastikan bahwa usaha nelayan-nelayan dari Pantura tidak akan mengganggu nelayan tradisional Natuna.
“Nelayan yang dari Pantura, mereka akan gerak di atas dua belas mil ZEE, dua belas mil itu kan milik provinsi, jadi di atas dua belas mil tidak boleh bentrok, itu milik indonesia, jadi semua orang boleh tangkap ikan di situ,” katanya.
Kedaulatan Negara
Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara soal masuknya kapal nelayan dan kapal cost guard China ke wilayah perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Di tengah ketidakjelasan sikap sejumlah menteri atas masalah ini, Jokowi menegaskan bahwa kedaulatan Indonesia tidak bisa ditawar-tawar.
“Bahwa tidak ada yang namanya tawar-menawar mengenai kedaulatan, mengenai teritorial negara kita,” tegas Jokowi di kutip dari Kompas.com dalam rapat kabinet paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Rapat terbatas tersebut membahas Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024.
Hadir semua menteri dan kepala lembaga, termasuk Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN.
Meski membahas RPJMN, tetapi dalam sambutannya Jokowi turut menyinggung soal penerobosan wilayah Natuna oleh kapal China.
Ini adalah kali pertama Jokowi bicara langsung soal Natuna setelah peristiwa penerobosan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) mencuat.
Sebelumnya, Pemerintah RI memang sudah bicara soal masalah ini lewat sejumlah menteri.
Namun, ada anggapan sejumlah menteri Jokowi tak satu suara dalam menanggapi persoalan ini.
Kendati demikian, Presiden Jokowi tetap mengapresiasi pernyataan yang sudah disampaikan jajarannya itu.
Tanpa merinci lebih jauh, Jokowi menyebut pernyataan yang disampaikan sejumlah menterinya sudah tepat dalam menanggapi persoalan ini.
“Yang berkaitan dengan Natuna, saya kira, seluruh statement yang disampaikan sudah sangat baik,” kata Jokowi.
Sikap tegas
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, telah terjadi pelanggaran yang dilakukan kapal-kapal China di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Retno menjelaskan, ZEE Indonesia itu telah ditetapkan oleh United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Oleh karenanya, Retno meminta China mematuhi aturan tersebut karena bagian dari UNCLOS 1982.
“Tiongkok merupakan salah satu part dari UNCLOS 1982. Oleh sebab itu, merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati UNCLOS 1982,” kata Retno.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mohamad Mahfud MD meminta aparat keamanan untuk mengusir kapal-kapal asal China yang masih berada di perairan Natuna.
“Kita usir dengan segala kemampuan kita. Kita halau kapal-kapal dan nelayan-nelayan,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Keamanan Laut RI Laksamana Madya (Laksdya) Achmad Taufieqoerrochman memastikan Bakamla akan menambah jumlah personel untuk melakukan patroli di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Santai
Meski pernyataan tegas sudah disampaikan sejumlah menteri dan pejabat, tetapi ada juga sejumlah menteri lain yang memilih berkomentar santai atas masalah penerobosan di Natuna ini.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa konflik di perairan Natuna tak perlu dibesar-besarkan.
Apalagi, China merupakan salah satu investor besar di Indonesia.
“Sebenarnya enggak usah dibesar-besarinlah. Soal kehadiran kapal itu (di Natuna), sebenarnya kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif),” ujar Luhut
Senada, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyatakan bahwa permasalahan tersebut harus disikapi dengan cool dan santai.
“Kita cool saja, kita santai,” ucap Prabowo.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, yang merupakan rekan satu partai Prabowo Subianto, juga meminta pemerintah dan masyarakat jangan terpancing ataupun terprovokasi atas masalah ini.
“Kita jangan terpancing, jangan terprovokasi. Kita harus cool sikapi ini. Yang jelas kedaulatan di atas segala-galanya,” kata Edhy.( Trb / IM )
Bakamla dan TNI AL perlu memakai petugas yang bisa berbahasa mandarin atau hokian untuk memperingatkan kapal pengawas perikanan dan penjaga pantai cina untuk segera menjauh ke utara. Kalo bicara bahasa inggris, mereka akan menolak terus.