Briket arang kelapa diperdagangkan dengan kesepakatan harga  


 

Briket arang kelapa diperdagangkan dengan kesepakatan harga  

dilaporkan: Setiawan Liu

Pangandaran, 18 September 2021/Indonesia Media – Prospek Kerjasama penyediaan arang batok kelapa oleh perusahaan agribisnis Mahatma Djaya Saparakanca (MDS) dengan berbagai pengepul baik skala UKM (usaha kecil menengah) maupun industri, pada umumnya terkendala pada kesepakatan harga. Selain, ada disparitas harga arang batok sebagai bahan baku briket di pulau Jawa dan luar Jawa terutama Sumatera (Jambi, Riau, Lampung, dll). “Saya PD (percaya diri) untuk memenuhi permintaan batok kelapa, tapi harus dengan kesepakatan harga,” CEO MDS Yoga Rusdiana mengatakan kepada Redaksi.

Sebagaimana manfaat pohon kelapa bagi kehidupan manusia dan lingkungannya, termasuk salah satunya batok tempurung. Bahan baku briket shisha dan BBQ yakni batok tempurung tidak lagi menjadi limbah yang merusak lingkungan. Briket arang (berbagai bentuk) dihasilkan dari arang kelapa sebagai komoditas ekspor unggulan Indonesia sekarang ini. “(industri briket) cenderung ambil, cari batok (tempurung) kelapa dari Sumatera terutama Riau, Jambi, Lampung. Karena perbedaan harga (batok) di Jawa dan luar Jawa, sampai Rp 1500 – 2000. Harga batok di Jawa, Rp 6000 – 7000 per kilo. Sementara di Sumatera, (harga) Rp 4500. Karena populasi di pulau Jawa jauh lebih tinggi dibanding Sumatera,” kata Yoga Rusdiana.

Berbagai pabrik di Pangandaran, Ciamis Jawa Barat yang membuat santan kemasan juga memanfaatkan bahan dasar berupa kelapa. Ekspor santan kemasan sudah merambah pada lebih dari 80 negara di dunia. Pabrik tersebut juga mengolah batok kelapanya juga. Produksi santan mencapai 200 ton/hari. “Pabriknya sangat besar di Pangandaran. PT Kara juga menghasilkan minyak goreng kelapa, santan kelapa siap pakai. Pabrik yang lain, Pacific Eastern juga mengolah kelapa. 70 persen produksinya untuk ekspor. Produk secondary nya untuk briket. Desiccated coconut, daging kelapa segar, selain (kelapa) diolah untuk kopra. Semua (industri ) ambil bahan baku (kelapa) dari Sumatera,” kata Yoga Rusdiana.

Ketika kapasitas produksi dua perusahaan tersebut sedang full, (kebutuhan kelapa) bisa mencapai 200 ton/hari. Ketika permintaan santan sedang tinggi di luar negeri, kegiatan produksi juga meningkat. Sehingga distribusi kelapa sampai ke pabrik, kapasitasnya mencapai lima truk long chassis atau muatan ekstra. Mobil pengangkut kelapanya, sekali datang membawa 150 ton kelapa per hari. Selain, masyarakat di berbagai tempat di seluruh Indonesia juga memanfaatkan batok kelapa untuk BBQ atau bakar sate. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, pemilik resto menyediakan sate bakar, ikan bakar dengan memanfaatkan batok kelapa. “Mungkin di Kalimantan, batok masih merupakan sampah. Kalau di Jawa Barat, batok memiliki nilai karena kebutuhannya memang tinggi. Pabrik yang memproduksi santan, berbagai produk turunan kelapa lainnya juga meningkat dari tahun ke tahun,” kata Yoga Rusdiana.

Di tempat berbeda, ketua I Himpunan Pengusaha Briket Arang Kelapa Indonesia (Hipbaki) Asep Mulyana mengatakan bahwa rantai pasok petani kopra sampai pada pabrik melalui perantara pengepul sudah efektif berjalan selama puluhan tahun. Pengepul dan petani kelapa memasok bahan baku (batok/tempurung) kepada pabrik. Tempurung dibakar menjadi arang. Karena usaha petani skala kecil, (limbah) tidak langsung ke pabrik, tapi mereka jual kepada pengepul. “Setiap satu truk (arang batok) dikirim ke pabrik kami. 4 kilo batok setara dengan satu kilo arang. Satu truk memuat rata-rata 25 ton arang. Itu rantai pasok (petani, pengepul, pabrik) yang sudah berjalan lama, sudah puluhan tahun,” Asep Mulyana mengatakan kepada Redaksi.

Petani sekali membakar (batok) rata-rata menghasilkan 100 kilo briket. Pada umumnya, petani mau langsung menjual arang tersebut. Hal ini wajar, karena sebagian besar petani butuh duit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka tidak mau tunggu lama mengumpulkan arangnya, sebaliknya mau cepat jual kepada pengepul. “Kalau mereka mau jual ke pabrik, mungkin (prosesnya) sampai sebulan. Mereka kan nggak sabar, mau langsung jual kepada pengepul. Kecuali petaninya punya stok (tempurung) sampai ratusan ton, mereka bisa jual langsung kepada pabrik. Tapi mayoritas, petani bakar hanya dapat 100 kilo (arang),” kata Asep Mulyana. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *