Hari Minggu, 30 Agustus hari ke 17 trip kemping kami. Sejak semalam atau lebih tepat sejak melakukan trip planning, Benso sebagai katoliker yang baik sudah nge-plan bahwa hari ini perlu diawali dengan ke Misa Kudus di Hol Family Cathedral di kota Anchorage. Sudahlah layak patut dan sepantasnya
kami berenam berterima-kasih berats kepada Oom Han untuk karunia dan berkahNya selama trip ini. Dari mulai rahmatNya bisa melihat cem-macem keindahan alam, sampai ke keajaiban bisa melihat seluruh Pegunungan Alaska yang tak tertutup selembar benang pun. Weleh weleh itulah perlunya Bang Jeha untuk ngaku telah berdosa karena otaknya memang ngeres udah dari sononya :-).
Pagi-pagi kami sudah bangun supaya tidak terlambat ikut Misa, tambah dosa. Arahnya mudah yakni menuju pusat kota. Jalanan di downtown Anchorage ternyata di-design searah semuanya, ada bagusnya ada jeleknya. Kalau kita pelajari dulu petanya lewat M/S Street and Trips akan kelihatan yang mana jalan yan bisa dua arah, umumnya jalan besar, yang mana yang searah. Tapi kalau sudah pakai feeling, ada risiko salah masuk ke jalan searah bila kita bergegas. Jelas kami 6 wong Asia jadi minoritas alias semua umat kepalanya bule dengan kekecualian pastornya, Francis Le asal Vietnam.
Apa kubilang, dunia Katolik sudah terbalik, dulu si bule yang jadi misionaris datang ke kampung kita, sekarang wong Asia yang melayani bule, opo ora
ciamik? 🙂 Eniwe, seusai Misa saya samperin Fr. Francis dan bertanya dimana kami bisa membeli ‘asian grocery’ sebab beras 8 kg kami sudah habis. Dengan muanteb ia memberikan kami arah jalanan ke toko Vietnamese bernama Lucky. Sayangnya kami tidak mujur sebab mereka tidak menjual beras kiloan lantaran 8 kg lagi mah kelebihan kebanyakan untuk sisa trip kemping kami.
Habis belanja grocery a la kadarnya, kami mencari restoran Vietnamese yang jual pho, bakmi mereka. Ada satu Pho Mailee yang juga ditunjukkan oleh si engkoh Vietnam di toko Lucky. Namun sekali lagi kami kurang beruntung sebab ternyata resto-resto Asia di Anchorage bukanya bangsa jam 2 jam 3sore. Yah masuk di akal dah, penduduk cuma secumilan mana mampu mereka buka penuh seperti resto-resto Vietnamese di Toronto. Akhir-akhirnya kami makan siangdi … apalagi kalau bukan KFC pilihan anak Melayu :-). Kalau makan disitu kami beli yang paket buat keluarga yang anaknya setengah lusin. Jatuhnya jadi murahan apalagi kalau minumnya free refill dimana masih bisa bawa pulang, biasa Melayu :-).
Apa acara kami para sintingers di hari Minggu ini? Anda pernah dengar Iditarod Race? Kalau Anda senang petualangan, mestilah tahu atau pernah membacanya seperti sahaya. Pertandingan itu dianggap salah satu race atau perlombaan tersusah terberat di darat di Planit Bumi. Yakni berlomba adu cepat-cepatan pakai sled dog di tengah musim dingin sejauh 1000 miles, dari Anchorage ke Nome, Alaska. Selain berjuang melawan dingin dimana pakaian para ‘dog musher’ (istilah untuk pelomba) itu berlapisan, ada 16 anjing yang mesti diurus SENDIRI setiap hari, dari mulai dimasakin makanannya sampai perawatan mereka termasuk tentunya kejagoan mengomandokan tim anjing tersebut. Baidewe, ente bisa jadi juara bila 1000 miles itu ditempuh dalam 10 hari.
Di dalam sejarahnya, hanya 600-an manusia yang berhasil menyelesaikan perlombaan itu sejak dimulainya puluhan tahun lalu, lebih sedikit dari mereka yang berhasil mendaki Everest, kata si Vern Halter, jawara
perlombaan sled dog Iditarod dan Yukon Quest. Kesitulah kami pergi di sore harinya untuk mencobai seperti apa kira-kira naik sled dog, tapi berhubung kaga ada salju yah mobil pakai ban dah yang ditarik. Tiada rotan akar pun jadi untuk hal ini. Mati hidup lagi juga belum tentu Bang Jeha mampu untuk ikut perlombaan gila tersebut. Apalagi sudah terbukti sepanjang beberapa tahun terakhir, seorang cewek yang jadi juara.
Kata si Vern, man and woman are equal in this kind of race, sama peluangnya alias otot manusia bukan yang menentukan. Tak heran perempuan bisa jadi juara sebab yang menentukan adalah ke 16 anjing yang perlu dirawat dengan cinta-kasih dan cewek memang di-design untuk lebih tahan banting berhubung harus beranak ngebrojolin bayi. Si Vern sebelum jadi dog musher profesinya adalah pokrol atau lawyer di St. Paul, Minnesota. Sekali ia seng-iseng pergi ke Alaska, jatuh cinta dan tidak pernah balik lagi.
Bagus juga jualannya sebab memang untuk bisa ikut perlombaan itu, dibutuhkan banyak sponsor. Selain acara utama naik mobil-mobilan ditarik 12 anjing, ia juga memberikan presentasi tentang Iditarod Race yang tidak diceritakan di dalam buku alias menarik buat kami berenam. Dari presentasi itu kami semakin yakin, bahwa tidak akan ada Melayu yang bisa ikutan Iditarod Race atau Yukon Quest. Kita cuma bisa menang dalam perlombaan badminton, titik :-). Jadi paslah ia namakan kumpeninya Dream a Dream, mimpi dah loe Bang Jeha ikut Iditarod. Si Vern juga semart.
Sebelum ia mempersilahkan kami naik mobil ditarik anjing, ia ajak kami hiking dulu ke suatu hutan di sebelah daerah rumah dan kennelnya sekitar setengah jam lebih. Itu kemungkinan testnya bahwa kami fit untuk ditarik anjing di kendaraan yang akan loncat-loncatan ga karu-karuan. Begitulah mantan jawara mencari nafkahnya. Sekarang si Vern menjadi pelatih calon musher untuk bisa ikut Iditarod Race dan juga mendapat bayaran dari kustomer tukang mimpi seperti kami, $ 65 per orang.
… (bersambung) …