Cruise Asia Kedua Special Edition # 37


Cruise Asia Kedua Special Edition # 37

Minggu malam, masih 1 Maret 2020, Tokyo Kamata Medical Center

Virus Covid-19 sudah menjadi pandemic, pakar pervirusan setuju bahwa
cara menyebarnya luar biasa. Bukti nyata dari cuma 30an orang yang
terkena di awal di Diamond Princess, bisa menjadi 700 800. Jajaran
rumkit Tokyo Kamata ini sudah paham. Semua makanan mereka transfer
taruh ke satu nampan, tidak dipegang pasien. Nampan itu ada terus di
kamar kami. Semua peralatan makan maupun tempatnya ‘disposable’.
Habis pakai dibuang. Bandingkan dengan di Diamond Princess dimana
sendok garpu di awalnya sampai pun hari-hari terakhir, masih dibungkus
pakai serbet dan dari logam atau dicuci dipakai lagi. Juga cangkir
kopi sampai saat terakhir tetap pakai cawan porselen. Tak heran si H
ABK selantai denganku, meski ia cuma bagian cuci piring, dishwasher,
kena. Ajaib kalau Bang Jeha dan Mpok Cecile yang sebulanan disitu,
sampai hari terakhir saya “diusir” 22 Pebruari, bisa bebas Covid-19.
Test PCR di Wako Campus tanggal 25 Pebruari menyatakan saya positif
meski tak ada gejala sama sekali sampai detik ini. Temperatur 36-an,
tahan napas bisa semenit, jurus Hang Liong Sie Pat Tjiang mampu. 🙂

Foto anak-anak SMP Budi Mulia kelasnya Pak Pereira di tahun 1960 saat
saya kelas 2, seru dilihatnya ya :-). Cuma cewek genit, eh yang juga
suci seperti Cecile dan Cindy yang sekali tebak tahu yang mana si JeHa
di foto itu. Yang lain jeblookkk :-).Ya saya punya banyak foto koleksi
dan foto itu saya tebakkan ke Cecile. Benar dia sekali tebak tahu yang
mana si saya, maklum calon suaminya. Karena pada tertarik, terlampir
di bawah, satu foto lagi saat kami di kelas 3 SMP Budi Mulia, kelasnya
Pak Gultom. Bruder Constantianus yang sayang ke saya ikutan mejeng.
Seperti Pak Tio, beliau guru ilmu ukur dan aljabar serta ditakuti
sebab suka nendang dan nempeleng. Jaman now Bruder Constantianus udah
dipenjara, tendangin anak murid. 🙂 Pak Tio juga galak tapi kembali
ke saya ia sayang, kaga pernah nyontek sih. Ingat dongengan saya di
awal-awal serial ini, kami dari marga Tio Pasar Baru. Dengan ibuku ia
‘first cousin’, ayahnya dengan oma saya abang ade. Tapi bukan KKN-an
sebab saya orangnya demen belajar, wekwekwek :-).

Kalau Anda masih di milis PNet, tahu hobi kesenangan saya naik kereta
api adalah karena ketika bocah saya suka naik trem gratisan, dari
perempatan Jl Pintu Besi (sekarang H. Samanhudi) dengan Jl. Angkasa
(ke arah Kemayoran) dan Jl Gunung Sahari. (Referensi serial Pengalaman
Anak Betawi.) Naik dari situ ke arah Ancol, sampai pintu air Jembatan
Merah, rel trem habis atau trayek berakhir, sedemikian sehingga anak
kecil mah gratis di akhir trayek Jl Gunung Sahari. Kemarin rakyat
pencinta dongeng dan senang yang imut-imut,ketika saya belum amit-amit
minta lagi foto jaman dahoeloe kala. Foto yang kedua adalah ketika
saya sekelas 4 SD Pintu Besi (dari jaman Belande, Bijbelschool) piknik
naik kereta api ke Kebun Raya Bogor. Tahun 1956, 64 tahun lalu, ayahmu
belum lahir, apalagi ibumu :-). Kali ini tebakannya bukan saja dimana
saya di foto itu, juga pacarku yang nomor dua ada disitu. Yang nomor 1
si Euis ti Bandung tea, kutalak sehabis difoto tersebut,cengeng nangis
mulu dan si saya engga suka cewek cengeng, kecuali si Warti,wekwekwek.
Dimana ia berada? Baidewe tebakannya berhadiah, tissue cebok rumkit
hotel nanti sebab Warti kemarin syoping mau beli, kosong di seluruh
toko-toko Tokyo diborong rakyat Jepang yang mulai panik.

Mong-ngomong hotel, Cecile semakin disayang Santo Antonius jagoannya.
Bukan saja ia ingin ke Tokyo Jepang diperpanjang ditambahkan ke kaki
gunung Fuji, dipindahkan ke Intercontinental Yokohama, tadi sore ia
pindah lagi ke daerah Kawasaki. Persisnya ke Kawasaki King Skyfront
Tokyu Rei Hotel, seberang sungai mencong ke barat dari Haneda Airport.
Engga tahu apa bisa pinjam pancingan dan boleh mancing di sungai itu,
Tama River yang bermuara ke Tokyo Bay. Barangkali hotel punya sewaan
sepeda sehingga kalau NHK TV Jepang tahu, so pasti ia akan diwawancara
lagi. Ada mantan pasien Covid-19 dari Diamond Princess, paru-paru kena
keembat, seminggu di rumkit bebas virus dan sekarang sepedaan. Jimmy
ServiamTO ayo book pesawat ikut Old and New 28 Maret, bisa dapat
tandatangan Cecilia Hilwan :-). Oya, satu lagi berkat Santo Antonius,
hotel di atas itu punya ONSEN sungguhan GRATIS!

“Bang Jeha, jangan cerita-cerita soal Covid-19 napa, di koran TV radio
udah penuh dan semakin menguatirkan, cerita dong hal yang bisa membuat
kita melupakannya,” gitu kata mereka para penguatir milis/WA ini. Oke
bos. Sekarang ceritain anak CC Menteng Raya 64 jaman SMA, skul gokil
yang membuat saya tambah sinting. Adalah pendapat saya bahwa saat yang
paling asyik dan membahagiakan ketika kita bersekolah adalah di waktu
SMA. Di SD? Kemungkinan kita masih ngompol dan cengeng :-).Gimana SMP?
Masih blo’on dan telmi banget, norak liatin cewek dari sakristi udah
hepi. Di universitas/akademi? Terlalu kompleks dan sering penuh dengan
permainan politik yang kotor maupun tak etis. Jadi semoga Anda setuju,
SMA kita adalah dimana kita mulai terbentuk dan terbina sebagai
manusia seutuhnya, ceile :-).

Nah, foto pendamping terakhir adalah kelas 3A PasPal, kelasku dengan
temans yang satu persatu bisa kuceritakan kusyer kegokilannya. Dari
mulai Azis “Botty” sampai ke Udin ke Ferry ke Po Kim. Foto itu pas
kami piknik di ya Picnic Park Ciloto Puncak tempat saya latihan solo
paddling di waktu muda. Opaku punya villa tak jauh di sebelahnya dan
saya sintinger suka kesitu, nginap dhewekan naik motor dari Jakarta.
Di piknik yang sama, tak tampak di foto ada Dedi bin Utut anak Pasar
Minggu favorit kami, jago nilep nangkap kodok di pematang-sawah
Megamendung pas kami kemping di lahan di sebelah Gereja Katoliknya.
Ini juga ada cerita seru bersama suster-suster R.S. Cikini yang mampir
tapi kusimpan untuk cerita api unggun nanti mulai 30 Juni, wekwekwek.
Dedi cuma hilang kesaktiannya ketika di malam kedua, kami ketemu ular
belang yang membuat kami dan si ular pun lari terbirit-birit terseok.

Anda kenal John Dewey, filsuf/psikolog/ahli pendidikan? Kata Oom John,
“Banyak orang yang berpendidikan ternyata tidak terampil berpikir”.
Kata Ron Ritchhart profesor Harvard hal itu bukan disebabkan oleh
‘lack of ability’ atau ‘lack of intelligence’, tapi oleh ‘lack of
character’. Kata beliau, ada enam karakter yang khas dari mereka
yang gemar berpikir seperti anak-anak CC :-). Kujabarkan di bawah ini.
1. Open mindedness
2. Curiosity
3. Metacognitive
4. Seeking truth and understanding
5. Strategic
6. Skeptical/Analytic

“Weleh Bang Jeha, ente lagi ngedongeng cruise atau mau kasih kuliah
psikologi?,” tanya si Inem Ipah yang tak suka berpikir tapi ngeritik.
Pan supaya engga terus kepikiran Covid-19! Ternyata lagi, pembentukan
karakter seperti di atas banyak dipengaruhi oleh metode/kurikulum
sekolah. Itulah sebabnya saya singgung anak CC sebab metode mengajar
dari beberapa guru kita di CC dan terlebih karena LINGKUNGAN yang
kondusif membuat kita ya jadi alumni CC yang selalu ber-AMDG. Saya tak
tahu apakah Anda diajar Pak Tri(sno) guru Civic di jaman saya.Meskipun
ia dari budaya Jowo, menurut saya pandangannya terbuka, mempersilahkan
kita bertanya dan terkadang pertanyaan kita sengak atau tepatnya
ngeritik pemerintah (Sukarno) pada saat itu. Meskipun mengajar ilmu
eksakta, jagoan saya Pak Wahab juga terbuka pikirannya. Bukannya GR
tapi karena saya banyak menimba ilmu alias pemecahan soal-soal pesawat
dari buku-buku AMS Belande, sesekali kalau saya dipanggil ke depan dan
memecahkan soal Pak Wahab dengan metoda yang lain dari apa yang ia
inginkan untuk dilakukan, ia bisa manggut menerima solusi yang saya
‘propose’ :-). Jadi kesimpulan, lingkungan sekolah dan pergaulan
seperti di CC sedikit banyak penting di dalam membina karakter kita.
Kembali ke Dedi Utut, ia duduk tak jauh dari saya, mencong dikit di
bangku belakang saya. Suatu ketika Dedi mengajak man-temannya ke
rumahnya untuk bermain berenang di danau kecil dekat rumah. Tentu saja
tak kami lewatkan kesempatan seperti itu. Yang mengharukan kami,
sedikitnya si saya, meski ia dari keluarga sederhana, ia menjamu man-
temannya makan siang di rumahnya, a la kadarnya tentu. Inilah satu
contoh yang saya katakan, pelajaran pendidikan di CC membina karakter
kita. Saya yakin Anda baik warga CC atau anak Ursula 🙂 punya “Dedi-
dedi”-mu jagoan panutan yang lainnya yakni kalau selama bersekolah
kerjamu tidak belajar mulu, tetapi piknik kemping manjet gunung
gengsot dansa-dansi seperti si saya :-). Sori bro en sis, dongengnya
panjang, maklum udah 3 minggu kehilangan isteri, wekwekwek :-).( JusniH / IM )
… (bersambung) …

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *